Pemikiran
Filsafat Indonesia memiliki satu karakter tersendiri, yang berbeda dengan
filsafatt barat, yang bersumber dari filsafat Yunani yang lebih mengutamakan
rasionalitas, materialistis, individualistis. Materi pemikiran Filsafat
Indonesia adalah yang bersumber dari akar hikmat yang terkandung dalam khazanah
budaya Indonesia yang seringkali kita menyebutnya sebagai budaya timur.
Dan
menunjukkan suatu kepribadian Indonesia. Khazanah budaya timur tersebut bias
dijumpai dalam berbagai adat istiadat, peribahasa, pepatah dan sebagainya yang
beraneka ragam suku, bahasa, budaya pulau-pulau yang mewarnai pola pemikiran filsafat
Indonesia, yang hal tersebut menjadi cirri khas dari filsafat bangsa Indonesia.
Perubahan situasi kondisi bangsa
Indonesia dari Negara jajahan menjadi suatu negara merdeka yang berdaulat
semakin memperkuat dan membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Indonesia atau falsafah
hidup bangsa Indonesia dibuat lima dasar yang dikenal dengan nama Pancasila,
yang merupakan satu kebulatan tunggal dan bersifat abstrak, universal dan
berhakikat pada Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
Melihat situasi dan perkembangan
social budaya masyarakat Indonesia dewasa ini, penulis memandang adanya
kelunturan terhadap pemahaman dan inkonsistensi unsur aplikatif terhadap nilai
yang terkandung didalam falsafah Pancasila. Adanya kelunturan nilai-nilai
Pancasila tersebut bias dilihat dari beberapa indikasi dibawah ini :
1. Nilai Ketuhanan,
banyak munculnya yang mengaku nabi baru, aliran-aliran sesat, yang seakan-akan
memproklamirkan keyakinan baru yang ingin diakui Negara, hal ini juga bias
dipengaruhi oleh lemahnya pemahaman mayarakat akan agama, dan IPTEK yang tidak
Pancasilais, pemerintah / tokoh agama juga ikut berperan dengan keadaan ini
dengan ikut mengabaikan sebuah stigma keyakinan adalah suatu kebebasan pribadi,
tetapi hal tersebut harus ditempatkan pada porsinya.
2. Nilai Kemanusiaan,
Pencurian bantuan-bantuan sumbangan untuk korban bencana alam, adalah sesuatu
hal yang menurut penulis adalah sebuah tindakan yang tidak beradab dan tidak
bermoral. Memberikan bantuan kemanusiaan dengan ditumpangi kepentingan pribadi
/ golongan juga menjadi bagian dari indikasi ini, walaupun kadarnya berbeda
tetapi pada dasarnya membantu sesame adalah ikhlas dan tanpa pamrih.
3. Nilai Persatuan,
Perbedaan pendapat adalah rakhmat dan tidak akan hilang selama kehidupan
manusia berlangsung. Tetapi jika hal tersebut berujung pada disintegrasi dan
kontak fisik negatif adalah bukan indikasi positip dari nilai persatuan.
Demonstrasi anarkis, bentrokan antar simpatisan kontestan pemilihan, gerakan
separatis adalah ancaman besar dari nilai persatuan ini.
4. Nilai Kerakyatan, Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat
adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Wakil rakyat didalam struktur Negara lupa
akan nilai ini, janji wakil rakyat disaat kampanye hanya isapan jempol belaka.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merebak dimana-mana dari institusi terbawah
hingga institusi tertinggi, rakyat meradang dan memeras keringat darah, rakyat
yang diwakilinya tetap jelata.
5. Nilai Adil,
Salah satu imbas dari lunturnya nilai kerakyatan tersebut diatas adalah
hilangnya rasa keadilan dan kesosialan di masyarakat, gelandangan dan pengemis,
rakyat kolong jembatan yang hamper mewarnai sudut ibukota dan hamper tidak
terkendali, busung lapar, makan nasi aking, hak tenaga kerja yang dikebiri
adalah sebagian kecil dari gambaran hilangnya rasa keadilan dan rasa sosial di
masyarakat Indonesia.
Beberapa contoh lunturnya
nilai-nilai filsafat Pancasila tersebut diatas dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Penulis menyatakan faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Adanya
stigma negative, dan pemerintah / sebagian elit masyarakat berada didalamnya
dengan membuat penganalogian bahwa beberapa nilai teoritis dan aplikasi
falsafah Pancasila selalu diidentikkan dengan bagian Orde Baru yang ingin
mereka tinggalkan. Penataran P4, BP7, GBHN adalah sebagian diantaranya.
2. Tidak
jelasnya system politik di Indonesia, dimana kebikjakan-kebijakan pejabat
eksekutif / pemerintah akan selalu
berorientasi pada kepentingan politik / partainya. Disuatu waktu pejabat berbicara
sebagai pemerintah dan diwaktu berlkainan dia berbicara sebagai kader politik,
yang berimbas pada aplikasi kebijakan di masyarakat dan suatu hal yang kurang
sehat bagi kehidupan politik dan kehidupan sosial bermasyarakat.
3. Adanya
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat,
sehingga dengan hamper sangat telanjang masyarakat terhidang banyak informasi
dari luar yang belum difilter dengan baik dan belum tentu sesuai dengan
falsafah Panxasila, dan mengancam pemikiran generasi pemuda penerus falsafah
Pancasila. Internet dengan mudah dan tanpa batas bias diakses melalui telepon
seluler oleh semua kalangan termasuk remaja yang belum siap menerima dengan
baik, dan salah satunya berimbas pada pergaulan sex pranikah, narkoba adalah suatu
hal yang sangat memprihatinkan, media televisi yang notabene hamper dimiliki
setiap rumah tidak memiliki orientasi yang jelas terhadap tanggung jawab moral
masyarakat, sebagai media komersil mereka cenderung mengutamakan hal-hal yang
berhubungan dengan financial semata.
4. Adanya
aplikasi dan penejawantahan pemahaman reformasi yang salah kaprah dan
kebablasan, dengan runtuhnya Orde Baru pada mei 1998, mereka menganggap sebaga
pemenang dan lupa bahwa mereka juga penerus falsafah Pancasila. Maka dengan
pemahaman mereka sendiri menerjemahkan arti reformasi, dan nilai-nilai
Pancasila yang terdapat pada produk Orde Barupun ditinggalkan.
5. Konsumerisme,
adanya sebagian besar dari karakter masyarakat kita yang cenderung konsumtif
yang juga dipengaruhi kemajuan IPTEK. Mereka beranggapan bahwa Pancasila telah
membatasi “hak Azasi” nya, sehingga nilai-nilai Pancasila yang bertentangan
tersebut ditinggalkan. Seniman-seniman hiburan abad modern yang secara mental
belum siap menerima limpahan materi dengan tanpa malu-malu memamerkan gaya
hidupnya, perkawinan dengan biaya tinggi dan dengan waktu seumur jagung
bercerai, skandal perselingkuhan, dan menganggap bahwa hal tersebut menjadi
lumrah, dan media televisipun ikut berperan tanpa melihat siapa yang menonton
itu semua.
6. Haru
diakui bahwa kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia belum bias dikatakan
sebagai kualitas sumber daya manusia yang “elit” dan “unggul”, sehingga
pemikir-pemikir ulung yang lahir masih terbatas dan tidak seimbang dengan
besarnya bangsa Indonesia. Kurangnya sumber daya manusia ini juga mengakibatkan
sedikit sekali melahirkan pemikiran-pemikiran yang brilian akan nilai
Pancasila.
7. Kurang
teraplikasinya normatifitas ritualitas religious dengan aktualitas realitas,
bias dikatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama dengan
menempatkan Tuhan diurutan pertama Pancasila, tetapi masih banyak dalam
pelaksanaan kehidupan keseharian masyarakat, ritualitas religi ini masih banyak
yang melakukan “pencitraan” dirinya
terhadap Tuhannya. Dengan tidak melaksanakan apa yang terkandung dalam nilai
religi ini dengan praktik kehidupan sesungguhnya.
Penulis menyatakan bahwa Orde Baru
atau Orde Lama bukasn Pancasila, dan Pancasila pun bukan Orde Baru atau Orde
Lama, tetapi poin penting yang ingin disampaikan adalah : bahwa pancasila
adalah pemikiran hidup dan kepribadian bangsa Indonesia sejak ribuan tahun
lalu, dan dengan terbebasnya bangsa kita dari penjajahan semakin melegalkan
akan Panxasila itu dari generasi ke generasi. Terlepas dari kelemahan dan kekurangan
tiap orde / pemerintahan, nilai-nilai Pancasila harus tetap dipelihara dilanjutkan dan diaplikasikan dalam
kehidupan, dan penulis kritis dabn prihatin terhadap realitas yang terjadi di
masyarakat akhir-akhir ini.
Mungkin disetiap Negara, tidak hanya
di Indonesia, beberapa contoh lunturnya nilai-nilasi filosofi negara akan
selalu ada dan semua warga Negara tidak akan terpuaskan dan terakomodasi,
tetapi melihat gejala yang timbul di masyarakat kita, jika tidak ada perbaikan
dan keinginan semua fihak untuk mewarnai kembali nilai-nilai Pancasila tersebut
bukan tidak mungkin akan menuju kehancuran. Maka dari itu, penulis sebagai
mahasiswa ikut member sumbang saran akan gejala yang timbul, diantaranya :
1. Berikan
pendidikan nilai luhur Pancasila baik dalam lembaga formal maupun non formal
sejak usia dini, jika orde sekarang berkeberatan dengan produk orde sebelumnya,
buat format baru yang nilai dan bobotnya lebih baik lagi.
2. Batasi
partai politik yang menjadi wadah aspirasi rakyat, penulis anggap 5 partai poltik
adalah jumlah yang ideal untuk lebih mengedepankan azas persatuan. Karena
terlalu banyak partai politik akan rentan perpecahan. Pemisahan kepentingan
pejabat Negara dan kader politik termasuk didalamnya.
3. Batasi
akses internet dengan regulasi yang ketat, terutama untuk usia dini,
pemerintah, sekolah, orang tua harus berperan serta.
4. Media
Massa harus punya orientasi yang jelas, olah raga, hiburan, berita, agama dan
sebagainya dengan mempertimbangkan nilai luhur bangsa Indonesia.
Sumbang saran tersebut hanyalah
gambaran umum saja dari rangkaian permasalahan yang terjadi, namun setidaknya
bila hal tersebut ada yang bias direalisasikan dengan baik, setidaknya akan
ikut memperbaiki apa yang menjadi keresahan yang terjadi di masyarakat, dan
kembali kepada manusia Indonesia seutuhnya yang berfalsafah Pancasila.
Sambungan dari BAB I-II Bersambung ke BAB IV Pendidikan Kewarganegaraan
Sambungan dari BAB I-II Bersambung ke BAB IV Pendidikan Kewarganegaraan
0 Komentar