DI
BIDANG PENDIDIKAN
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dewasa ini
perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang
disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada
prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh
anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM
berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.
Sebelum hal itu tercapai, maka semua
pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala
sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan harus benar – benar mengerti hakekat dan
tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus
memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh
dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Dalam ajaran
TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau
dalam istilah perusahaan sebagai “ stakeholders” yang terbesar, maka suara
siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis
langkah organisasi sekolah. Tanpa
suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi
adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang seringkali
memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan (Adnan Sandy
Setiawan : 2000),
Penerapan
TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan
menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan
kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan
berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah. Pentransferan ilmu
tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini
berkaitan dengan budaya akademis.
Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi
efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem
sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu
sendiri.
B.
RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang ingin Tim Penyusun kupas dalam paper ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) ?
2. Apa yang menjadi indikator
keberhasilan implementasi TQM di bidang pendidikan ?
III. TUJUAN
Dari permasalahan yang Tim Penyusun pilih, Tim Penyusun mempunyai
tujuan :
1. Menjelaskan pengertian Manajemen Mutu Terpadu (TQM).
2. Mengidentifikasi indikator – indikator keberhasilan implementasi TQM
di bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Manajemen
Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di
lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti
keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing –
masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah
mendorong berbagai pihak untuk mempraktekannya di lingkungan organisasi non
profit termasuk di lingkungan lembaga pendidikan.
Menurut
Hadari Nawari (2005:46) Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional
dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan
kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang
dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai
proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang
harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen,
agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas.
Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan
perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan
metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk
berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
Menurut Cassio seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi (2005 : 127),
ia memberi pengertian bahwa “TQM, a
philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a
continuosly improving organization, include seven broad components :
1.
A focus on the customer or user of a product or service, ensuring
the customer’s need an expectations are satisfied consistenly.
2.
Active leadership from executives to establish quality as a
fundamental value to be incorporated into a company’s managemen philosophy.
3.
Quality concept (e.g. statistical process control or computer
assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated
throughout all activities of or a company.
4.
A corporate culture, established and reinforced by top executives,
that involves all employees in contributing to quality improvement.
5.
A focus on employee involvement, teamwork, and training at all
levels in order to strengthen employee commitment to continous quality
improvement.
6.
An approach to problem solving that is base on continously
gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner.
7.
Recognition of supliers as full partners in quality management
process.
Pengertian
lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia
Diana (1998) yang mengatakan bahwa “ TQM merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi”. Di samping itu Fandy
Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa “ Total Quality
Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi (2005 : 127)
mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. Memiliki opsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah.
4. Memiliki komitmen jangka panjang.
5. Membutuhkan kerjasama tim
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. Memberikan kebebasan yang terkendali
9. Memiliki kesatuan yang terkendali
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
B. Manajemen Mutu Terpadu
dalam Bidang Pendidikan
Di
lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas
produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak
mudah dalam pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini
disebabkan oleh karena ukuran
produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah
lokal dan gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga
berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan
memanfaatkannya.
Demikian
juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya
sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan
organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari
(2005 : 47) ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan
sebagai berikut :
1.
Produktivitas Internal, berupa hasil
yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan
sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan.
2.
Produktivitas Eksternal, berupa hasil
yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang
hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup lama.
Masih
menurut Hadari Nawawi (2005 : 47), bagi organisasi pendidikan, adaptasi
manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala
sebagai berikut :
1. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus
meningkat.
2. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan
dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
3. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat
4. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak
berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
5. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui
pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan
dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
7. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan
sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling
efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum
terus meningkat.
Berkenaan dengan kualitas dalam pengimplementasian TQM, Wayne F.
Cassio dalam bukunya Hadari Nawawi mengatakan : “Quality is the extent to which product and service conform to customer
requirement”. Di samping itu Cassio juga mengutip pengertian kualitas dari
The Federal Quality Institute yang menyatakan “quality as meeting the customer’s requiremet the first time and every
time, where costumers can be internal as wellas external to the organization”. Senada
dengan itu Goetsh dan Davis seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana (1996) yang mengatakan : “kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Dilihat dari pengertian kualitas yang terakhir seperti tersebut di
atas, berarti kualitas di lingkungan organisasi profit ditentukan oleh pihak
luar di luar organisasi yang disebut konsumen, yang selain berbeda – beda, juga
selalu berubah dan berkembang secara dinamis.
Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan
suatu organisasi non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika
tidak didukung dengan tersedianya sumber – sumber untuk mewujudkan kualitas
proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang kondisinyan
sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung
pengimplementasian TQM secara maksimal. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 138 –
141), beberapa di antara sumber – sumber kualitas tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap kualitas.
Komitmen ini sangat penting karena
berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan
dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol.
Tanpa komitmen ini tidak mungkin diciptakan dan dikembangkan pelaksanaan fungsi
– fungsi manajemen yang berorentasi pada kualitas produk dan pelayanan umum.
- Sistem Informasi Manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan
semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan
informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai
dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organiasi.
- Sumberdaya manusia yang potensial
SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat
kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Disamping itu SDM juga
merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi
(sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya. Kualitas pelaksanaan tugas pokok
sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh SDM, baik yang telah
diwujudkan dalam prestasi kerja maupun yang masih bersifat potensial dan dapat
dikembangkan.
- Keterlibatan semua Fungsi
Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas,
sama pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara
maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.
- Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan
Sumber – sumber kualitas yang ada bersifat sangat
mendasar, karena tergantung pada kondisi pucuk pimpinan (kepala sekolah), yang
selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan, atau dapat memohon untuk
dipindahkan. Sehubungan dengan itu, realiasi TQM tidak boleh digantungkan pada
individu kepala sekolah sebagai sumber kualitas, karena sikap dan perilaku
individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini
harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam
merealisasikan TQM.
Semua sumber kualitas di lingkungan organisasi
pendidikan dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi – dimensi kualitas yang
harus direalisasikan oleh pucuk pimpinan bekerja sama dengan warga sekolah yang ada dalam
lingkungan tersebut. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 141), dimensi kualitas yang
dimaksud adalah :
- Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang
positif, merupakan gambaran konkrit dari kemampuan mendayagunakan sumber –
sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan
dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).
- Iklim Kerja
Penggunaan sumber – sumber kualitas secara intensif akan
menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan organisasi. Di dalam iklim
kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui
kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati pendapat,
kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
- Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif
dan efisien akan memberikan nilai tambah atau keistimewaan tambahan sebagai
pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh
organisasi. Nilai tambah ini secara kongkrit terlihat pada rasa puas dan berkurang
atau hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).
- Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif
dan efisien bermanifestasi pada kemampuan personil untuk menyesuaikan proses
pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik operasional dan standar
hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
- Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber
– sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada peningkatan kualitas
dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
- Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas yang sukses di
lingkungan organisasi pendidikan dapat diketahui dari persepsi masyarakat
(brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai kualitas
lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun
oleh dunia kerja.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Total Quality Management (TQM)
atau Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya adalah
meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan indikator adanya
kompetensi baik intelektual maupun skill serta kompetensi sosial siswa/lulusan
yang tinggi. Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi TQM di dalam
organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan dengan sebenarnya tidak dengan
setengah hati. Dengan memanfaatkan semua entitas kualitas yang ada dalam
organisasi maka pendidikan kita tidak akan jalan di tempat seperti saat ini.
Kualitas pendidikan kita berada pada urutan 101 dan masih berada di bawah
vietnam yang notabene negara tersebut dapat dikatakan baru saja merdeka
dibandingkan dengan kemerdekaan bangsa kita Indonesia.
2.
Implementasi TQM di organisasi
Pendidikan khususnya negeri memang tidak mudah. Adanya hambatan dalam budaya
kerja, unjuk kerja dari guru dan karyawan sangat mempengaruhi. Tidak perlu
dipungkiri bahwa budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin pegawai negeri sipil di
negara kita ini sangat rendah. Ini sangat mempengaruhi efektifitas implementasi
TQM.
3.
Manajemen Mutu Terpadu(TQM) adalah
suatu sistem manajemen yang mendayagunakan sumber – sumber kualitas yang ada
dalam organisasi melalui tahapan – tahapan manajemen secara terkendali untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan secara efektif dan efisien.
4.
Implementasi TQM di bidang
pendidikan dikatakan berhasil jika dapat ditemukan ciri – ciri sebagai berikut :
a)
Tingkat konsistensi produk
dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
b)
Kekeliruan dalam bekerja yang
berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani
semakin berkurang.
c)
Disiplin waktu dan disiplin
kerja semakin meningkat
d)
Inventarisasi aset organisasi
semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab –
sebabnya.
e)
Kontrol berlangsung efektif
terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu
menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan
pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
f)
Pemborosan dana dan waktu dalam
bekerja dapat dicegah.
g)
Peningkatan ketrampilan dan
keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu
mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga
kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.
0 Komentar