Subscribe Us

Implementasi Nilai-Nilai 45 Butir Pancasila Didalam Aktualisasi & Solusi



IMPLEMENTASI NILAI-NILAI 45 BUTIR PANCASILA 
DIDALAM AKTUALISASI & SOLUSI 

Oleh : Wawan Ridwan
Pengampu : Mayor. Inf. Drs. Deden Koswara, M.Si
( Kodam III Siliwangi )


BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat Indonesia memiliki satu karakter tersendiri, yang berbeda dengan filsafat barat yang bersumber dari filsafat Yunani yang lebih mengutamakan rasionalitas, materialistis, individualistis.. Materi pemikiran filsafat Indonesia adalah yang bersumber dari akar hikmat yang terkandung didalam kazanah budaya Indoneia yang seringkali kita menyebutnya sebagai budaya timur. Dan menunjukkan suatu kepribadian Indonesia. Khazanah budaya timur tersebut bisa dijumpai dalam berbagai adat istiadat, peribahasa, pepatah dan sebagainya yang beranekaragam suku, bahasa, budaya, pulau-pulau yang mewarnai pola pemikiran filsafat Indonesia, yang hal tersebut menjadi ciri khas dan esensi dari filsafat bangsa Indonesia.Perubahan situasi kondisi Indonesia dari negara jajahan menjadi suatu Negara merdeka yang berdaulat semakin memperkuat dan membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Indonesia atau falsafah hidup bangsa Indonesia dibuat lima dasar yang dikenal dengan nama Pancasila, yang merupakan satu kebulatan tunggal dan bersifat abstrak,universal, dan berhakikat pada Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil.
Sedangkan di dalam Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan generasi muda menyadari dengan mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan ini bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan didalam menghadapi era globalisasi zaman, untuk mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai sengan kemampuan dan bidang profesi masing-masing.  Perjuangan dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa sehingga kita tetap memilki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Bahasan ini akan coba kita bahas dan kita jelaskan beberapa hal mengenai Pancasila dan Kewarganegaraan :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan
5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
6.      Ketahanan Nasional
7.      Wawasan Nusantara
8.      Politik Strategi Pembangunan Nasional
9.      HAM / Hak Azasi Manusia
10.  OTDA / Otonomi Daerah
11.  Demokrasi
12.  Bela Negara

 
BAB  II
PANCASILA DAN 45 BUTIR – BUTIR PANCASILA
DI DALAM AKTUALISASI DAN SOLUSI

A.    Ketuhanan Yang Maha Esa
1.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

      Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
      Bahwa semua warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah warga negara yang “diwajibkan” memiliki satu keyakinan / agama dari beberapa agama yang diakui oleh negara dan untuk dianut dan dijalankan sesuai dengan perintah agama masing-masing.

Pandangan penulis terhadap realitas di lapangan :
      Bahwa secara normatif semua warga NKRI telah sesuai dengan butir tersebut diatas, baik dalam kegiatan formal maupun non formal, walaupun Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah suatu negara agama, tetapi falsafah Pancasila menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila kesatu adalah merupakam suatu indikasi pokok bahwa negara kita adalah negara yang warga negaranya adalah warga negara yang mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam.

Saran kostruktif :
      Bahwa butir pertama dari sila kesatu tersebut diatas hendaknya menjadi satu fondasi besar dan sangat vital untuk fondasi didalam setiap jiwa setiap warga negara untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berfalsafah Pancasila.

2.      Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa semua warga NKRI yang menyatakan percaya taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing didasari rasa humanisme yang tinggi, menjaga hubungan yang baik sesama manusia untuk menunjukkan ketaqwaanya terhadap Tuhan YME.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa secara umum warga NKRI masih memahami terhadap isi butir tersebut diatas, namun ada beberapa gejala yang cukup rentan terhadap pelunturan isi butir tersebut. Diantaranya terutama dimayarakat yang lebih heterogen / perkotaan ada gejala-gejala yang mulai tumbuh yang berupa nilai-nilai individualistis yang berpotensi rusaknya hubungan sesama manusia sebagai salah satu pengejawantahan percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME. Masyarakat perkotaan tetap memegang teguh bahwa dia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME tetapi dia lupa akan keadaan tetangga sebelahnya, benteng halaman yang semakin tinggi, dan seterusnya.

Saran kostruktif :
Bahwa hendaknya hal ini menjadi salah satu agenda pokok para pemuka agama untuk menguatkan syiarnya, terutama diwilayah yang rentan akan potensi itu.

3.      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa butir ini harus dpahami bahwa NKRI bukanlah negara agama, artinya NKRI memiliki beberapa agama yang mengakui keberadaan Tuhan, hendaknya hal ini menjadi dasar pokok setiap warga negara untuk menghormati warga negara lainnya yang berbeda agama, dan perbedaan ini bukan suatu alasan untuk tidak bekerjasama membangun negara.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Ada beberapa letupan-letupan kecil di beberapa wilayah NKRI atas pelanggaran butir ini, tetapi letupan-letupan tersebut relatif tidak mengganggu hubungan antar umat beragama secara keseluruhan.

Saran kostruktif :
Perlu adanya peran pemerintah dalam konteks persatuan secara kewilayahan, dan peran kerjasama antar pemuka agama dalam kontek syiar agamanya masing masing dengan berlandaskan rasa saling hormat-menghormati.

4.      Membina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa butir ini sangat berkaitan erat dengan butir ketiga, butir ini diantaranya salah satu wujud dari pemahaman butir ketiga, sehingga perwujudan butir 3 dan 4 tersebut adalah suatu rangkaian yang tidak terpisahkan.

Pandangan penulis terhadap  realitas dilapangan :
Untuk masyarakat homogen butir ini tidak secara langsung dirasakan, tetapi di masyarakat majemuk agama butir ini mennjadi satu keharusan, fakta dilapangan belum terkondisikan dengan baik, kaum suatu agama masih didominasi kerjasama dengan kaum agamanya itu sendiri tetapi tetap masih menghargai dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Saran kostruktif :
Bahwa butir ini hendaknya dipahami sebagai satu  aplikasi diri dalam beragama, bahwa secara prinsip kita memiliki keyakinan masing-masing, tetapi sebagai warga negara kita harus membina hubungan yang baik.

5.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah hal yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diyakini dan dipercayainya.

      Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa agama dan keyakinan adalah suatu hal yang sangat prinsip dan mutlak dari tiap individu tentang Tuhan yang diyakininya.

      Pandangan penulis terhadap  realitas dilapangan :
      Didalam golongan-golongan masyarakat tertentu terutama masyarakat perkotaan ada potensi tidak teraplikasinya normatifitas realitas religius dengan aktualitas realitas. Bahwa Bangsa Indonesia sebagai kaum beragama ada sebagian yang melakukan “pencitraan diri” terhadap Tuhan nya tetapi nilai religi yang dianutnya tidak teraplikasi dalam kehidupannya.

      Saran kostruktif :
      Harus lebih diperkuat lagi penanaman nilai agama sejak dini dari keluarga dan lingkumgan, jika nilai tersebut sudah tertanam dengam kuat dimanapun berada maka hubungan pribadi manusia itu dengan Tuhannya tersebut tetap terjaga.

6.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama  dan kepercayaan masing-masing.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa setiap pemeluk agama memiliki tekhnis pelaksanaan beribadah masing-masing yang mungkin tidak nyaman/terganggu bagi pemeluk agama lain, begitu juga sebaliknya.
Pandangan penulis terhadap  realitas dilapangan :
Bahwa butir tersebut diatas masih relatif terjaga dengan baik dalam pelaksanaan di lapangan.

Saran kostruktif :
Berdasarkan pandangan diatas, sikap toleransi menjadi terdepan didalam menghormati kebebasan menjalankan ibadah suatu pemeluk agama.

7.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Butir ini sangat berkaitan erat dengan butir lima , bahwa keyakinan terhadap suatu agama adalah keyakinan yang datang dari dalam hati dan merupakan satu keyakinan diri yang tidak bisa diintervensi oleh hal apapun.

Pandangan penulis terhadap  realitas dilapangan :
Ada beberapa gejala atau tren yang cukup rentan akhir-akhir ini atas pelunturan nilai-nilai butir ini, diantaranya datang dari kaum pesohor yang berpotensi memberi citra buruk atas kondisi ini. Beberapa diantara mereka ada yang melakukan pindah agama karena perkawinan/atas nama cinta. Buat penulis hal ini menjadi satu preseden buruk atas pelunturan nilai butir ini. Alasan normatif bukanlah suatu alasan, dalam kasus ini ada unsur “pemaksaan”  atas kebebasan memeluk suatu agama. 

Saran kostruktif :
Harus lebih diperkuat lagi penanaman nilai agama sejak dini dari keluarga dan lingkumgan, jika nilai tersebut sudah tertanam dengam kuat dimanapun berada maka hubungan pribadi manusia itu dengan Tuhannya tersebut tetap terjaga.

B.     Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
1.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martsabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
      Bahwa manusia diciptakan dimuka bumi ini sebagai makhluk Tuhan yang paling tinggi harkat derajatnya. Tidak ada alasan manusia satu dengan lainnya untuk melecehkan, menganggap rendah, menghina dan seterusnya.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
      Bahwa ada permasalahan-permasalahan umum di masyarakat yang cukup mengganggu. Unsur-unsur status pekerjaan, kaya miskin, Sara kadang-kadang menjadi pemicu permasalahan tersebut.

Saran kostruktif :
Harus lebih diperkuat lagi penanaman nilai agama sejak dini dari keluarga dan lingkumgan dengan peran tokoh masyarakat.  jika nilai tersebut sudah tertanam dengam kuat dimanapun berada maka hubungan pribadi manusia itu dengan manusia lain tersebut tetap terjaga.

2.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban azasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
      Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa yang menentukan suku, jenis kelamin, keturunan, warna kulit adalah Tuhan semata dan manusia tidak bisa menhingdari dan menawarnya, sedangkan agama, kepercayaan, jenis kelamin dan kedudukan sosial hanyalah kehendak Tuhan semata dan itu fitrah kehidupan. Manusia harus memahami itu sebagai suatu perbedaan yang harus dihargai dan tidak harus menjadi suatu arogansi diri, manusia satu dengan yang lainnya punya derajat yang sama.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Seiring dengan tingkat persaingan hidup yang semakin tinggi dan ketimpangan sosial yang cenderung melebar, ada beberapa indikasi yang cukup rentan ; kekerasan dalam rumah tangga, penyiksaan pembantu rumah tangga, perdagangan manusia adalah diantaranya.

Saran kostruktif :
Peran pemerintah harus lebih proaktif terutama dalam regulasi yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Karena hal ini menjadi salah satu potensi yang cukup tinggi atas pelanggaran butir ini.

3.      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
       Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Butir ini merupakan salah satu unsur pemahaman terhadap nilai butir satu.

       Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
       Idem butir kesatu.

       Saran kostruktif :
       Idem butir kesatu.

4.         mengembabgkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Merupakan salah satu nilai dan unsur aplikatif dari butir kedua.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Idem butir kedua

Saran kostruktif :
Idem butir kedua
5.         Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Salah satu bentuk perwujudan nilai butir keempat

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Idem butir kedua

Saran kostruktif :
Idem butir kedua

6.         Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan adalah suatu hal yang harus dijunjung tinggi seteleah nilai-nilai ketuhanan, tanpa melihat siapa dia dan dari mana dia, dan tidak ada regulasi / aturan yang menghalangi nilai-nilai kemanusiaan.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Menurut penulis bahwa tingkat pengamalan nilai-nilai ini sangat tinggi sekali, dimana ketika ada saudara kita yang terkena musibah gempa bumi. Tsunami, letusan gunung merapi dll, maka dengan spontanitas yang tinggi dengan dasar nilai kemanusiaan segera mendapat bantuan kemanusiaan. Namun meski begitu masih ada oknum yang memanfaatkan situasi : pencurian bantuan-bantuan sumbangan untuk korban bencana alam adalah sesuatu hal yang tidak beradab dan bermoral, memberikan bantuan kemanusiaan dengan ditumpangi kepentingan pribadi / golongan juga menjadi bagian dari indikasi oknum ini, walaupun kadarnya berbeda pada dasarnya membantu sesama adalah ikhlas dan tanpa pamrih.

Saran kostruktif :
Untuk mempercepat distribusi bantuan kemanusiaan terutama musibah yang berskala besar, perlu adanya regulasi dan koordinasi yang benar-benar terorganisir, karena melihat dari pengalaman, bahan bantuan banyak tetapi tidak terdistribusikan secara merata, terutama kewilayah yang relatif sulit ditempuh, hal tersebut harus menjadi perhatian serius.

7.         Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Merupakan salah satu unsur aplikatif dari butir keenam.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa pengamalan butir ini relatif sangat baik, karena fakta dilapangan ketika ada musibah banyak sukarelawan bahkan berlebih yang rela membantu, selain itu kegiatan donor darah, yayasan kemanusiaan, panti-panti kemanusiaan relatif tumbuh dengan baik.

Saran kostruktif :
Untuk sukarelawan perlu adanya peningkatan kualitas organisasi dan kordinasi, untuk lebih mengefektifkan bantuan dan supaya cepat tersalurkan, terutama yang berskala besar.

8.         Berani membela kebenaran dan keadilan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa kebenaran dan keadilan yang berdasar ketuhanan dan kemanusiaan harus dijunjung tinggi dengan aturan norma dan hukum yang berlaku dengan berdasar pertimbangan kemanusiaan.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Adanya potensi salah kaprah didalam memahami nilai ini, ada beberapa pihak yang cenderung main hakim sendiri dengan mengatasnamakan kebenaran dan keadilan

Saran kostruktif :
Tokoh masyarakat dan pemerintah harus lebih proaktif didalam mensosialisasikan dan memperkuat norma dan hukum yang berlaku.

9.         Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa butir ini sangat berkaitan erat dengan nilai butir kedua, bahwa kita menjadi warga negara dan bagian dari Bangsa Indonesia adalah kehendak Tuhan dan menjadi bagian dari keseluruhan umat manusia.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Sama dengan butir kedua, tetapi bersifat hubungan antar bangsa.

Saran kostruktif :
Sama dengan butir kedua, tetapi bersifat hubungan antar bangsa. Politik dan kebijakan suatu negara hendaknya tidak menjadi suatu alasan dan hambatan hubungan antar umat manusia yang berbeda bangsa dan negara.

10.     Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa butir ini merupakan salah satu nilai aplikatif dari butir kesembilan.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa secara keseluruhan hubungan dan komunikasi antar bangsa relatif terjaga dengan baik, meski ada hal-hal yang bersifat politis yang perlu dikomunikasikan dengan lebih baik lagi ; hubungan Indonesia dan malaysia, Indonesia dan Timor Timur yang notabene merupakan bekas provinsi di Indonesia.

Saran kostruktif :
Peningkatan rasa penghormatan dan penghargaan berbangsa dan bernegara, dengan peran pemimpinnya masing-masing agar tercipta harmonisasi.

C.    Persatuan Indonesia

1.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa semua warga negara harus berpandangan dan menanamkan dalam diri rasa kebangsaan yang tinggi, semangat menempatkan persatuan dan kesatuan demi tegaknya NKRI.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Ada beberapa potensi yang cukup harus menjadi perhatian serius semua bangsa Indonesia, Berdirinya Negara Timor Leste adalah salah satu contoh penyimpangan butir ini, beberapa daerah tertentu yang rawan perpecahan (Maluku, Papua) akan berpotensi sama jika tidak segera diantisipasi dengan baik, mungkin hanya Aceh yang sudah terkondisikan dengan baik.

Saran kostruktif :
Ada peran pemerintah dan negara yang harus peka dengan situasi kondisi daerah tertentu. Dengan didukung seluruh warga negara untuk berkomitmen atas persatuan dan kesatuan bangsa.

2.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa, apabila diperlukan.

      Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
      Salah satu unsur nilai aplikatif dari butir kesatu.

      Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Penulis berpandangan bahwa aplikasi nilai butir ini dalam kontek pertahanan keamanan dan masih berada dalam regulasi negara. Bahwa dalam regulasi tersebut negara menempatkan militer dibarisan terdepan didalam pengejewantahan nilai butir ini, dan hal tersebutkan menurut hemat penulis masih berada dalam wilayah normatif dan struktural.

Saran kostruktif :
  Penulis berpandangan bahwa jumlah bangsa Indonesia yang cukup besar dengan ribuan pulaunya, perlu dipertimbangkan pula penanaman nilai sanggup dan rela berkorban, apabila diperlukan, dikalangan sipil dalam kondisi siap pakai. Karena masih terlihat jarak yang cukup jauh antara militer dan sipil dari segi kesiapan.

3.      Mengembangkan  rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa  penanaman nilai butir ini sangat luas sekali, banyak hal-hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan nilai rasa cinta tanah air dan bangsa. Kerja bakti, Upacara peringatan negara, Siskamling, dan sebagainya.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa implementasi butir ini belum teraplikasikan dengan baik, kegiatan-kegiatan yang dilakukan masih banyak yang bersifat seremonial belaka.

Saran kostruktif :
Bahwa implementasi nilai butir ini sangat luas, perlu banyak inisiasi dan modifikasi dari berbagai komponen sebagai penggerak.

4.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa pemahaman nilai butir ini sangat bersifat abstrak tetapi bisa diaplikasikan dalam bentuk nyata, dan berkorelasi dengan butir ketiga.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Idem butir ketiga.

Saran kostruktif :
Idem butir ketiga.

5.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa nilai butir ini merupakan salah satu bentuk aplikasi dari butir sembilan dari sila kedua, tetap selain rasa kemanusiaan juga didasari rasa saling menghormati kemerdekaan setiap bangsa.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Berkorelasi dengan butir sembilan dari sila kedua.
Saran kostruktif :
Berkorelasi dengan butir sembilan dari sila kedua.

6.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa yang harus disadari dan difahami ; sebagai warga negara, kita memiliki “saudara” warga negara lainnya dari berbagai suku bangsa, ribuan pulau, berbagai bahasa, macam-macam agama, dan sebagainya. Berbagai hal tersebut harus diikat dan diperkuat dalam satu kesatuan yang didasari dan disadari, bahwa perbedaan itu hakikatnya adalah untuk bersatu.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa implementasi persatuan dan kesatuan yang berdasar Bhinneka Tunggal Ika masih bisa terjaga dengan baik, bahwa ada riak-riak kecil  tidak terlalu menghawatirkan akan pelunturan nilai butir ini.

Saran kostruktif :
Bahwa perlu ditingkatkan lagi frekuensi komunikasi antar satu dengan yang lain, yang bisa dikemas dalam berbagai bentuk kegiatan yang bermuara pada persatuan dan kesatuan bangsa.

7.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa pemahaman nilai butir ini merupakan salah satu bentuk korelasi dengan nilai butir keenam, yang bisa berupa hasil ataupun bentuk.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Dinamika jaman membantu berbagai bentuk kemasan pengimplementasian nilai butir ini, pertukaran pelajar, pentas budaya, dan lain sebagainya.

Saran kostruktif :
Perkembangan IPTEK yang dinamis semestinya semakin memudahkan pengimplentasian nilai butir ini.

D.    Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Dan Perwakilan

1.      Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa semua warga NKRI mempunyai derajat yang sama dimata Negara (hukum), baik kedudukan maupun hak dan kewajiban, semua warga Negara mendapat perlakuan yang sama dimata negara.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Banyak tantangan besar didalam melaksanakan implementasi nilai butir ini , penulis tidak menyebut orde / pemerintahan yang mana yang tidak mengimplementasikannya. Dengan sangat telanjang di media massa tersaji berita-berita tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme, jual beli hukum, hukum identik dimenangkan oleh uang, kekuasaan dan sebagainya..

Saran kostruktif :
Patut dicermati bahwa pasca kemerdekaan perlu dibuat statistik atau survei yang bisa membuktikan, apakah pemahaman nilai butir ini berkembang atau menurun. Hal yang perlu dikaji lebih cermat.

2.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

      Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa butir ini berkorelasi dengan nilai butir kesatu.
      Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Penyelewengan butir ini merupakan salah satu modus dari pelanggaran butir kesatu.

Saran kostruktif :
Sangat sulit untuk mengantisipasi pelanggaran butir ini, tetapi tetap ada harapan,

3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak, semestinya telah disepakati berdasartkan kesimpulan satu atau berbagai pendapat yang sebelum diputuskan telah bisa dipahami dan diterima oleh orang banyak itu dan menjadi sebuah keputusan bersama.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa fakta dilapangan musyawarah masih berjalan sesuai prosedural, tetapi musyawarah-musyawarah yang dilakukan sering bersifat formalistik belaka, karena telah terjadi kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil sebelum musyawarah itu dilaksanakan, dan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat sebelum musyawarah itu dilakukan cenderung ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan suatu individu atau golongan tertentu saja, bukan kepentingan bersama sesungguhnya.

Saran kostruktif :
Harus difahani dan dikembalikan lahi dari pada hakikat musyawarah yang sesungguhnya.

4.      Musyawarah untuk mencapai  mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa musyawarah yang dilakukan hendaknya difahami bahwa semua anggota musyawarah tersebut dianggap satu keluarga, sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan yang serasa diambil dari saudara sendiri, sehingga akan mudah diterima oleh bersama.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa pelanggaran nilai butir ini berkaitan dengan butir ketiga, muswarah yang terjadi terutama di institusi Negara, lebih sering identik dengan membawa misi tersendiri dari suatu kepentingan pribadi / golongan.

Saran kostruktif :
Idem saran konstruktif butir ketiga.,

5.      Menghormati dan menjungjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa suatu hasil keputusan musyawarah mungkin tidak disetujui atau disepakati secara individu suatu anggota musyawarah, tetapi jika keputusan tersebut merupakan keputusan yang telah disepakati bersama, maka hendaknya keputusan tersebut mutlak harus dihormati, dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh semua anggota musyawarah baik yang setuju maupun tidak setuju sebagai suatu kesepakatan bersama.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa pada saat ini sering terjadi salah kaprah didalam pemahaman hasil musyawarah yang telah disepakati bersama. Kaum minoritas yang tidak setuju atas hasil musyawarah meskipun ikut menyepakatinya cenderung antipati terhadap hasil musyawarah tersebut. Mereka cenderung tidak melaksanakan hasil musyawarah tersebut dan beralasan bahwa secara pribadi tidak sepakat atas hasil musyawarah tersebut.

Saran kostruktif :
Mungkin perlu dikaji ulang sistematis tekhnis musyawarah sehingga benar-benar bisa menampung dan bisa memuaskan seluruh aspirasi yang masuk.

6.      Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Nilai butir ini merupakan unsur aplikatif dari nilai butir kelima.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa anggota musyawarah yang tidak sepakat secara pribadi atas hasil musyawarah tersebut, cenderung tidak menghormati dan melaksanakan hasil musyawarah, dengan beralasan tidak sepakat atas keputusan yang diambil, bahkan cenderung berpotensi pada terjadinya kontak fisik negatif.

Saran kostruktif :
Idem saran konstruktif butir kelima.

7.      Didalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa didalam suatu musyawarah perlu dibuat klasifikasi pertimbangan baik secara umum maupum khusus, artinya pertimbangan tertinggilah dan menyeluruh yang bersifat mengakomodir semua komponen yang harus diutamakan yang menjadi pertimbangan pokok didalam memutuskan hasil musyawarah.
Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa pada saat ini mulai ada gejala yang berindikasi pada misi-misi sebuah golongan / kelompok tertentu untuk mendominasi sebuah musyawarah.

Saran kostruktif :
Idem saran konstruktif butir kelima.

8.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat , dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa pemahaman nilai butir ini berkorelasi dengan nilai butir ketujuh.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa jika suatu musyawarah telah ditumpangi oleh kepentingan suatu golongan / kelompok tertentu, maka dengan sendirinya, hati nurani yang luhur sebagai suatu dasar musyawarah sering terabaikan. Dan hal tersebut sering terjadi pada kegiatan-kegiatan musyawarah pada saat ini.

Saran kostruktif :
Musyawarah hendaknya harus diciptakan dengan pemikiran dan pemahaman bahwa segala sesuatu adalah berdasar pemikiran hati nurani dan akal yang sehat, bisa diterima oleh alasan-alasan rasional.

9.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa , menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa pemahaman nilai butir ini adalah klasifikasi pertimbangan pokok didalam menentukan suatu hasil keputusan musyawarah.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Nilai butir ini berkorelasi dengan nilai butir ketujuh.

Saran kostruktif :
Idem saran konstruktif butir kelima.

10.  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa didalam suatu pelaksanaan musyawarah, terutama musywarah yang berskala besar, tidak mungkin bisa mengakomodir semua pendapat, maka suatu kaum / golongan bisa mewakilkan kepada satu orang atau lebih ( tokoh masyarakat, pemuka agama, intelektual dll ) yang dianggap panutan dan bisa dipercaya untuk menjadi perwakilannya didalam sutu musyawarah besar.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa sering terjadi pelanggaran wakil rakyat didalam suatu musyawarah, mereka cenderung lupa bahwa mereka diangkat dan dipercaya sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang diwakilinya sehingga mengabaikannya dan cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadinya.

Saran kostruktif :
Perlu dikaji ulang sistematis tekhnis pendelegasian / penunujukan wakil – wakil dalam musyawarah dan juga penguatan kontrak politik dan konsekuensi nyata untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran terhadap kepercayaan yang diterimanya.

E.     Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa sebagai sesama warga negara yang berdasar pancasila, didalam berbuat, dan bertingkah laku harus memiliki nilai-nilai pancasila yang tinggi dengan perbuatan dan tingkah laku yang didasari rasa persaudaraan dan nilai kerjasama yang tinggi.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa didalam suatu hal tertentu nilai ini masih terjaga, tetapi dilain hal kadang-kadang nilai ini mulai dilalaikan.

Saran kostruktif :
Bahwa nilai aplikasi dari butir ini sangat berkorelasi dengan penguatan nilai-nilai dari sila kesatu. Jika seorang warga negara telah memiliki fondasi yang kuat dengan didasari nilai ketuhanan, maka dengan sendirinya warga negara tersebut akan mengaplikasikan dengan baik nilai butir ini.
2.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa jika didalam melaksanakan nilai butir kesatu telah terpenuhi, maka seorang warga negara biasanya akan selalu mempertimbangkan dan berimplikasi terhadap  nilai butir ini.
Dan pemahaman manusia tentang nilai ini mungkin akan berbeda, tetapi pada hakikatnya akan mengarah kepada kebijaksanaan dan pertimbangan manusia itu sendiri.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa didalam pelaksanaan nilai butir ini mengingat pemahaman manusia tentang nilai adil ini akan berbeda, maka seringkali terjadi salah kaprah terhadap pelaksanaan nilai ini.

Saran kostruktif :
Bahwa pemahsaman nilai butir ini sangat abstrak, sehingga indikasinya hanyalah tingkat kepuasan dimasyarakat, dan hal tersebut mungkin yang akan menjadi evaluasi.

3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa setiap manusia menyadari, memiliki, dan memahami sesuatu yang harus diterima dari orang laion dan harus memberi sesuatu kepada orang lain.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa manusia pada saat ini cenderung hanya memikirkan hal yang menjadi haknya saja, tanpa memahami bahwa manusia tersebut juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya.

Saran kostruktif :
Penulis mengkomparasikan dengan analogi sederhana ; jika seseorang telah menerima sesuatu yang menjadi haknya, maka dia dengan sendirinya harus melaksanakan atau memberikan timbal bali yang nilai dan bobotnya minimal setara dengab yang diterimanya, itulah standar awal untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban.

4.      Menghormati hak orang lain.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Nilai butir ini berkorelasi dengan nilai butir ke tiga, yang merupakan salah satu bentuk kewajiban, yaitu sesuatu yang harus diberikan kepada orang lain.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Idem butir ke tiga.

Saran kostruktif :
Jika nilai butir ketiga telah dilaksanakan dengan baik, maka dengan sendirinya nilai butir ini akan terpenuhi.

5.      Suka memberikan pertolongan kepada orang agar dapat berdiri sendiri.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa manusia yang berpalsafah pancasila yang berketuhanan dan berkemanusiaan akan menyadari bahwa dirinya didalam hidupnya tidak bisa hidup sendiri, dan akan menyadari bahwa dia juga memmerlukan bantuan orang lain. Maka dengan pemahaman tersebut dia akan melakukan tindakan memberikan pertolongan terhadap orang lain dengan beralasan pada hal tersebut diatas.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang salah satunya memiliki dampak negatif diantaranya dengan berkermbangnya nilai-milai individualisme dan konsumerisme, ada beberapa indikasi terhadap pelunturan nilai butir ini, terutama dikalangan mayarakat perkotaan yang heterogen didalam kehidupan sosial masyarakat.

Saran kostruktif :
Bahwa mungkin perlu ditanamkan dengan kuat lagi pemahaman nilai dan prinsip bahwa manusia tidak bisa hidup berdiri sendiri, bahwa dia memerlukan manusia lain untuk hidup, dan dia harus mengaplikasikanya dalam bentuk nyata.

6.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa sangat tidak dibenarkan dengan alasan apapun untuk melakukan perbuatan pemaksaan kehendak apapun terhadap manusia lain.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa didalam kehidupan sebenarnya walaupun dalam nuansa yang berbeda, ada beberapa indikasi terhadap pelanggaran nilai-nilai butir ini. Terutama ketika seseorang memiliki kapasitas dan posisi tawar yang lebih tinggi, baik didalam insitusi formal maupun non formal, ada beberapa oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pemerasan dengan berbagai tingkatan.

Saran kostruktif :
Mungkin istilah gratifikasi bisa termasuk dalam kategori pemerasan meski dalam kontek yang berbeda, karena pada intinya hal tersebut memaksa seseorang untuk melakukan dengan sadar ataupun tidak sadar dan ataupun terpaksa dan tidak terpaksa. Penguatan biriokrasi dan sumber daya manusia menjadi sorotan nilai butir ini.

7.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa sesuatu yang dimiliki sesorang dan hal yang dimiliki tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dari orang lain tidaklah menjadi faktor pendoroing untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjukkan arogansi didalam kehidupannya.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Konsumerisme, adanya sebagian besar dari karakter masyarakat kita yang cenderung konsumtif yang juga dipengaruhi kemajuan IPTEK, mereka beranggapan bahwa Pancasila telah membatasi “hak azasi” nya, sehingga nilai-nilai butir ini yang bertentangan tersebut ditinggalkan. Seniman-seniman hiburan abad modern yang secara mental belum siap menerima limpahan materi dengan tanpa malu-malu memamerkan gaya hidupnya, perkawinan dengan biaya tinggi dan dengan waktu seumur jagung bercerai, skandal perselingkuhan, dan menganggap bahwa hal ini menjadi lumrah, dan media televisi ikut berperan tanpa melihat siapa yang menonton itu semua.

Saran kostruktif :
Bahwa media massa harus memiliki orientasi yang jelas untuk membatasi pengaruh buruk dari kehidupan seniman hiburan, dengan mempertimbangkan nilai luhur bangsa Indonesia.

8.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang merugikan kepentingan umum.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa seorang warga negara yang memilki aset bai berupa barang maupun kapasitas tidaklah menjadi arogan didalam berkehidupan sosial dan dengan aset dan kapasitasnya tersebut tidak nelakukan hal-hal yang merugikan kepentingan umum.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa aplikasi nilai butir ini meskipun tidak dengan nyata terasa, tetapi pelanggaran nilai butir inipun relatif tidak terlalu menghawatirkan.
Saran kostruktif :
-
9.      Suka bekerja keras.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa pada dasarnya nilai butir ini tidak hanya berlaku pada nilai-milai Pancasila, tetapi berlaku bagi seluruh umat manusia di dunia, semua manusia yang hidup di dunia harus bekerja keras dan penuh semangat untuk menjaga keberlangsungan hidupnya.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa nilai butir ini sangat teraplikasikan dengan kuat terutama dikalangan swasta, tetapi banyak indikasi yang terjadi terhadap pelunturan nilai butir ini terutama yang terjadi pada institusi-insitusi formal, mereka cenderung mengabaikan apa yang menjadi kewajibannya sebagai pegawai / aparat sebuah institusi.

Saran kostruktif :
Bahwa melihat kecenderungan yang terjadi di berbagai institusi formal, untuk mengontrol situasi dan kondisi didalam seseorang melaksanakan pekerjaannya, mungkin perlu diterapkan sistem manajemen kerja kalangan swasta untuk diterapkan didalam berbagai institusi formal.

10.  Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa setiap manusia memilki kelebihan yang mungkin tidak sama satu dengan yang lain, dan apabila kelebihan tersebut diaplikasikan dalam bentuk karya, maka dengan kita harus mengapresiasinya dengan baik.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa sering terjadi pembajakan-pembajakan, plagiarisme terhadap hasil karya seseorang yang sangat merugikan.

Saran kostruktif :
Perlu dibuat regulasi yang cukup ketat untuk membatasi pelanggaran nilai butir ini.

11.  Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dalam keadilan sosial.

Pandangan penulis terhadap butir tersebut diatas :
Bahwa sebagai warga Negara harus membiasakan dan juga didasari dengan hati tulus untuk selalu melakukan kegiatan atau bertindak dan berbuat yang mengarah pada kemajuan dengan berorientasi rasa sosial yang berkeadilan.

Pandangan penulis terhadap realitas dilapangan :
Bahwa aplikasi nilai butir ini meskipun tidak dengan nyata terasa, tetapi pelanggaran nilai butir inipun relatif tidak terlalu menghawatirkan.

Saran kostruktif :
-

Bersambung Ke  BAB III Filsafat Indonesia

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Pancasila merupakan landasn negara dan bangsa kita yang sangat majemuk, dan berada dalam nilai-nilai Al-Qur'an, semua sila dalam Pancasila sudah tersurat dan tersirat didalamnya, Pancasila yang Islami...

    BalasHapus