Subscribe Us

Lembaga Pendidikan Pesantren




LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana tipe reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat Indonsia merupakan produk kultur yang menghasilkan produk cultural yang tidak saja tercermin dalam cara hidup para santri dan keseluruhan aktivitas kelembagaan, tetapi juga pada masyarakat lingkungannya dalam arti
luas[1]. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan dan bersedia menerima akan suatu perubahan, namun tidak sedikit pula pesantren yang memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan. Untuk itu disini akan mencoba menelaah seperti apa ciri-ciri pesantren yang bersikap dinamis dan dilihat dari segi apa saja pesantren tersebut dikatakan sebagai pesantren yang bersikap dinamis, agar kita dapat melihat dan menyimpulkan sendiri apakah pesantren yang dimaksud bersikap dinamis ataukah statis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Pengertian Pesantren ?
2.      Apa Tujuan Pesantren ?
3.      Bagaimana Metode Pendidikan Pesantren ?
4.      Sampai sejauhmana Transformasi Kurikulum Pesantren ?
5.      Apa saja Tipe-Tipe Pesantrem ?
C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui Pengertian dari Pengertian Pesantren
2.      Untuk mengetahui Tujuan Pesantren
3.      Untuk mengetahui Metode Pendidikan Pesantren
4.      Untuk mengetahui Transformasi Kurikulum Pesantren
5.      Untuk mengetahui Tipe-Tipe Pesantrem

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pesantren
Istilah pesantren bisa disebut pondok saja atau kata ini digabungkan menjadi pondok pesantren, secara esensial, semua istilah ini menggabungkan makna yang sama. Sesuai dengan namanya, pondok berarti tempat tinggal/menginap (asrama), dan pesantren berarti tempat para santri mengkaji agama islam dan sekaligus di asramakan.
Istilah  Pesantren  itu  sendiri  berasal  dari  kata  pe-santri-an,  dimana  kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab Funduuq yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama      Dayah.  Biasanya  pesantren  dipimpin  oleh  seorang  Kyai.  Untuk  mengatur kehidupan Pondok Pesantren, Kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut sebagai Lurah Pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan[2]
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Penggunaan gabungan kedua istilah antara pondok dengan pesantren menjadi pondok pesantren, sebenarnya lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Namun penyebutan pondok pesantren kurang jami’ ma’ni (singkat padat). Selagi perhatiannya dapat diwakili istilah yang lebih singkat, karena orang lebih cenderung mempergunakan yang pendek. Maka pesantren dapat digunakan untuk menggantikan pondok atau pondok pesantren.
Bardasarkan lembaga reseach islam (pesantren luhur) mendefinisikan pesantren merupakan suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggal.

B.     Tujuan Pesantren
Tujuan pesantren merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan merupakan rumusan hal-hal yang diharapkan dapat tercapai melalui metode, sistem dan strategi yang diharapkan. Dalam hal ini tujuan menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode dan alat pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.
Tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam membicarakan tiga masalah pokok, yaitu Tuhan, manusia dan alam setelah dikotomi mutlak antara Tuhan  (            khaliq) dengan  makhluk,  termasuk  bentuk-bentuk  hubungan antara ketiga unsur tersebut- yang bersifat menyeluruh. Selain itu produk pesantren  diharapkan  memiliki  kompetensi  tinggi  untuk  mengadakan responsif terhadap tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada (Madjid, 1997: 18)[3].
Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujaun, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah tujuan-tujuan tersebut tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu tergantung dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.
Untuk mengetahui tujuan pesantren dapat dilakukan melalui wawancara kepada kiai atau pengasuh pondok yang bersangkutan. Menurut Mastuhu berdasarkan wawancara yang dilakukannya, bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan menggambarkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau khidmat kepada mesyarakat dengan jalan menjadi kaula atau abdi masyarakat yang diharapkan seperti kepribadian rasul yaitu pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhamad SAW, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebabkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (Izz.al-Islam wa al-muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia. Adapun tujuan khusus pesantren adalah :
1.      Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorangmuslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
2.      Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah islam secara utuh dan dinamis.
3.      Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
4.      Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).
5.      Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6.      Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.

C.     Metode Pendidikan Pesantren
Ayung Darun Setiadi menjelaskan metode-metode pembelajaran yang bersifat tradisional dan menjadi trademark pesantren[4]
a)      Metode sorogan
Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-quran. Melalui sorogan, pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran terhadap santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Kelemahan penerapan metode ini menuntut pengajar untuk besikaf sabar dan ulet, selain itu membutuhkan waktu yang lama yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien. Kelebihannya yaitu secara signifikan  kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam menguasai materi yang diajarkan.
b)      Metode Bandongan
Metode wetonan atau di sebut juga metode bandungan adalah metode pengajaran dengan cara ustadz/kiai  membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab, sedangkan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan kitab/bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata yang diutarakan oleh ustadz/kiai.
Kelemahan dari metode ini yaitu mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab kreatifitas santri dalam proses belajar mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan.
Kelebihan dari metode ini yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan pencapaian kjian kitab, selain itu juga bertujuan untuk mendekatkan relasi antara santri dengan kiai/ ustadz.
c)      Metode Musyawarah
Metode Musyawarah / diskusi merupakan metode biasa diterapkan di perguruan tinggi, namun sekarang metode ini juga diterapkan di pesantren. Diskusi membuka kesempatan timbulnya pemikiran yang liberal dengan dasar argumen ilmiah. Melalui metode ini ekslusivisme pemikiran di pesantren dapat terbongkar, feodalisme pengajaran dari kiai dan ustadz memperoleh perlawanan, sikap toleran, sportif terhadap munculnya ide-ide baru menemukan penyaluran dan mendorong timbulnya daya kreatif yang tajam.
d)     Metode Pengajian Pasaran
Kegitan belajar para santri melalu pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu.
e)      Metode hapalan (Muhafadzah)
Kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang kiayi dan ustadz.
f)       Mertode Demonstrasi / Praktek Ibadah
Cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam pelaksanaan ibadah tertentu.
g)      Metode Rihlah Ilmiyah
Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui sebuah perjalanan ke suatu tempat dengan tujuan untuk mencari ilmu.
h)      Metode Muhawarah
Metode muhawarah adalah metode yang melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Sebagian pesantren hanya mewajibkan pada saat tertentu yang berkaitan dengan kegiatan lain, namun sebagian pesantren lain ada yang mewajibkan para santrinya setiap hari menggunakan bahasa arab.
Kelebihan dari penerapan metode ini yaitu dapat membentuk lingkungan yang komunikatif antara santri yang menggunakan bahasa arab dan secara kebetulan dapat menambah pembendaharaan kata (mufradat) tanpa hafalan. Pesantren yang menerapkan metode ini secar intensif selalu berhasil mengembangkan pemahaman bahasa.
i)        Mudzakarah
Metode mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya. Aplikasi metode ini dapat mengembangkan dan membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang didasarkan pada Al-qur’an dan Al-sunah serta kitab-kitab keislaman klasik. Namun penerapan metode ini belum bisa berlangsung optimal, ketika para santri membahas aqidah khususnya, selalu dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. Materi bahasan dari metode mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiai yang bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit meluas.
j)        Metode Riyadah
Penekanan pada olah bathin untuk mencapai kesucian hati para santri dengan berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan kiayi.

D.    Transformasi Kurikulum Pesantren
1.      Materi Dasar Keislaman Dengan Ilmu Keislaman
Sistem pendidikan dipesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan secara luas, tetapi diserahkan pada penyesuaian elastis antara kehendak kiai dengan kemampuan santrinya secara individual. Ketika masih berlangsung dilanggar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa inti ajaran islam yang mendasar. Rangkaian trio komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan insan atau dokrin, ritual, dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren sebagai kurikulum yang diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga komponen ajaran islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya pada waktu itu.
Peralihan dari langgar (surau) atau masjid lalu berkembang menjadi pondok pesantren ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan menjadi suatu ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya, santri perlu di berikan bukan hanya ilmu-ilmu yang terkait dengan ritual keseharian yang bersifat praktis-pragmatis, melainkan ilmu-ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah seperti tasawuf.
Ilmu kalam atau ilmu tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap ke-esaan Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang telah dimiliki seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi orang yang benar-benar dekat dengan Allah.
2.      Penambahan dan Perincian Materi Dasar
Kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal pertumbuhannya. Beberapa laporan mengenai materi pelajaran tersebut dapat disimpulkan yaitu: al-qur’an dengan tajwid dan tafsir, aqa’id dan ilmu kalam ,fiqih dengan ushul fiqih dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi, dan ‘arudh, tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.
Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat. Kombinasi ilmu tersebut hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Beberapa pesantren lainnya menetapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisai kurikulum pesantren baik yang berskala lokal, regional maupun nasional. Standarisasi kurikulum barang kali tidak pernah berhasil ditetapkan disuruh pesantren.
Sebagian besar kalangan pesantren tidak setuju dengan standarisasi kurikulum pesantren. Variasi kurikulum pesantren justru diyakini lebih baik. Adanya variasi kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan masing-masing. Sedangkan penyamaran kurikulum terkadang justru membelenggu kemampuan santri.
Dengan cermat Saridjo dkk. Menyebutkan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang paling diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa arab (ilmu sharaf dan ilmu alat yang lain) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu syari’at sehari-hari (ilmu fiqih,baik berhubungan dengan ibadah maupun mu’amalahnya). Sebaliknya, dalam perkembengan terakhir fiqih justru menjadi ilmu yang paling dominan.
3.      Penyempitan Orientasi Kurikulum
Pada umumnya pembagian keahlian dilingkungan pesantren telah melahirkan produk-produk pesantren yang berkisar pada:[5].
a)      Tajwid (Baca Al-Qur’an)
Kemampuan mengenali dan membedakan dan melafalkan  huruf Al-Qur’an secara benar. Serta memahami hokum-hukum patokan cara membaca Al-Qur’an yang benar.
b)      Akhlaq / Tasawuf
Pemahaman yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk, dan wirid. Bahkan dongeng tentang tokoh-tokoh legendaris tertentu, hingga menimbulkan kultusme pada tokoh-tokoh tertentu baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Praktek tasawuf seperti ini banyak diamalkan di Indonesia.
c)      Bahasa Arab
Keahlian dibidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahwu-sharaf diatas. Sebab, titik beratnya ialah penguasaan “materi” bahasa itu sendiri, baik pasif maupun aktif. Kebanyakan mereka kurang mengenal lagi kitab-kitab nahwu-sharaf seperti yang biasa dikenal di pondok-pondok pesantren.
d)     Fiqih Ushul Fiqh
Menurut Nurcholish Madjid, keahlian dalam fiqih merupakan konotasi terkuat bagi kepemimpinan keagamaan Islam, sebab hubungan yang erat dengan kekuasaan. Faktor ini menyebabkan meningkatnya arus orang yang berminat mendalami dalam bidang fiqih. Umumnya fiqih diartikan sebagai kumpulan hukum amaliah (sifatnya akan diamalkan) yang di syariatkan Islam.
e)      Al-Qur’an (Tafsir Ilmu Tafsir )
Keahlian dibidang tafsir ini amat diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya penyelewengan-penyelewengan dalam menafsirkan al-qur’an. Peran tafsir sangat urgen dan strategis sekali untuk menangkal segala kemungkinan tersebut.
f)       Hadits
Nurcholis Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian dalam hadits jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal penguasaan hadits jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber hukum agama (Islam) kedua setelah al-qur’an. Keahlian dibidang ini tentu saja amat diperlukan untuk pengembangan pengetahuan agama itu sendiri. 
g)      Tarikh (sejarah Islam)
Mengenal secara kronologis pertumbuhan dan perkembangan umat Islam semenjak masa Rasulullah hingga masa kehidupan masa Turki Utsmani.

E.     Tipe Pesantrem
Pondok Pesantren dibedakan menjadi tiga jenis Pondok Pesantren, yaitu Pondok Pesantren  Salaf,  Pondok  Pesantren  Khalaf  (Modern),  dan  Pondok  Pesantren Campuran. Secara rinci tipologi dari Pondok Pesantren tersebut, antara lain adalah[6]
1.      Tipe Pesantren Salaf memiliki ciri-ciri:
a)      Para santri belajar dan menetap di Pesantren;
b)      Kurikulum tidak  tertulis  secara  eksplisit,  tetapi berupa hidden kurukulum yang ada di benak Kyai;
c)      Pola  pembelajaran  menggunakan  metode  pembelajaran  asli milik pesantren (sorogan, bandongan, dan lainnya)
d)     Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan system madrasah
2.      Tipe Pesantren Modern (Khalaf) memiliki ciri-ciri:
a)      Para santri tinggal dalam pondok/ asrama;
b)      Pemaduan  antara  pola  pembelajaran  asli  pesantren  dengan pola pembelajaran sistem madrasah/ sistem sekolah;
c)      Terdapat kurikulum yang jelas;
d)     Memiliki  tempat  khusus  yang  berfungsi  sebagai madrasah/sekolah.
3.      Tipe Pesantren Kombinasi (Campuran) memiliki ciri-ciri:
a)      Pesantren hanya semata-mata sebagai tempat tinggal (asrama) bagi para santri;
b)      Para santri belajar di madrasah atau sekolah yang letaknya di luar dan bukan milik pesantren;
c)      Waktu belajar biasanya malam atau siang hari pada saat santri tidak belajar di sekolah atau madrasah (ketika mereka berada di pondok/ asrama);
d)     Umumnya pembelajaran tidak terprogram dalam kurikulum yang jelas dan baku.


BAB III
KESIMPULAN

Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal
Tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam membicarakan tiga masalah pokok, yaitu Tuhan, manusia dan alam setelah dikotomi mutlak antara Tuhan  (            khaliq) dengan  makhluk,  termasuk  bentuk-bentuk  hubungan antara ketiga unsur tersebut- yang bersifat menyeluruh. Selain itu produk pesantren  diharapkan  memiliki  kompetensi  tinggi  untuk  mengadakan responsif terhadap tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada
Metode Pendidikan Pesantren meliputi Metode sorogan, Metode Bandongan, Metode Musyawarah, Metode Pengajian Pasaran, Metode hapalan (Muhafadzah), Mertode Demonstrasi / Praktek Ibadah, Metode Rihlah Ilmiyah, Metode Muhawarah, Mudzakarah, dan Metode Riyadah
Orientasi Kurikulum Pesantren meliputi ; Tajwid (Baca Al-Qur’an), Akhlaq / Tasawuf, Bahasa Arab, Fiqih Ushul Fiqh, Al-Qur’an (Tafsir Ilmu Tafsir ), Hadits, Tarikh (sejarah Islam),
Tipe Pesantrem,  meliputi ; Tipe Pesantren Salaf, Pesantren Kombinasi (Campuran) dan Pesantren Modern (Khalaf)

REFERENSI


Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV, Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama
Ahmad Taufiq dan Kholilur Rohman /Journal/pengembangan-kurikulum-pesantren-free-eBooks-download.htm
Durroh Yatimah, Manajemen Pendidikan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Mutu Santri, Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
http//www.blogrspesantren.co.id.
www.Pendidikan.com



[1] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV, Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama, hal 437
[2] Ahmad Taufiq dan Kholilur Rohman /Journal/pengembangan-kurikulum-pesantren-free-eBooks-download.htm hal 2
[3] Durroh Yatimah1, Manajemen Pendidikan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Mutu Santri,
/ Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang hal 60
[4] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV, Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama, hal 453
[5] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV, Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama, hal 451
[6] Ahmad Taufiq dan Kholilur Rohman /Journal/pengembangan-kurikulum-pesantren-free-eBooks-download.htm hal 3

Posting Komentar

0 Komentar