BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Didalam sebuah lembaga pendidikan,
tidak akan terlepas dari apa yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum merupakan
sebuah elemen penting dalam lembaga pendidikan atau sekolah. Apa yang akan di capai di
sekolah, di tentukan oleh kurikulum sekolah itu. Maka dapat di pahami bahwa
kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi pendidikan suatu bangsa, maka
dapat di pahami pula betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu.
Oleh sebab itu, setiap guru merupakan kunci
utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk
kurikulum. Selain itu guru sebagai pendidik harus mengajar menurut apa yang
diperkirakannya akan memberikan hasil yang lebih baik tentunya dengan
menggunakan berbagai teori belajar.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian dari kurikulum dan belajar ?
2.
Apa saja yang menjadi teori-teori dalam belajar ?
3.
Bagaimana pengaruh teori belajar terhadap kurikulum ?
4.
Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum ?
C.
Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum dan belajar
2.
Untuk mengetahui teori-teori dalam belajar
3.
Untuk mengetahui sampai sejauhmana pengaruh teori belajar terhadap kurikulum.
4. Untuk mengetahui
prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum
BAB II
KURIKULUM DAN BELAJAR
KURIKULUM DAN BELAJAR
A. Pengertian Kurikulum dan Belajar
1. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum dikenal sebagai
suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh di katakan baru menjadi populer sejak
tahun 50-an, yang dipopulerkan oleh mereka yang memproleh pendidikan di Amerika
Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang diluar pendidikan. Sebelumnya
yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum sama
artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum
Development, Theory and Practice” mengartikan sebagai “A plan for learning”,
yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Dibawah ini kami berikan sejumlah
definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum
1. J. Galeh Saylor dan William M.
Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning
(1956) bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak
belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah.
Kurikulum juga meliputi apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2. B. Othanel Smith, W.O. Stanly
dan J. Harlan Shores, memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang
secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat
berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakat.
3. J. Lloyd dan Delmas F. Miller
dalam buku Secondary School Imrovement (1973) mengemukakan bahwa dalam
kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid
dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan,
supervisi dan administrasi dan hal hal struktural mengenai waktu jumlah ruangan
serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
2. Pengertian Belajar
Apakah sebenarnya belajar itu : Ada
banyak macam definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
diantaranya :
a. Cronbach memberikan definisi : Learning is shown
by a shange in behaviour as a result of experience. ( Belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman).
b. Harold Spears memberikan batasan : Learning is
to observe, to read, to imitate, to try something solves, to listen, to follow
direction (Belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mendengar,
mengikuti petunjuk).
c. Geoch, mengatakan : Learning is a change
performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan penampilan dengan
beberapa serangkaian kegiatan).
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa
belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan penampilan dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru,
dsb. Selanjutnya, ada yang mendefinisikan “Belajar adalah berubah”. Dalam hal
ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar
akan membawa suatu perubahan pada individu individu yang bekajar. Perubahan
tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,
penyesuaian diri. Konkritnya, menyangkut segala aspek organisme dan tingkah
laku seseorang.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu
sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa,
ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
B. Teori – Teori Belajar
Pada mulanya teori-teori belajar dikembangkan oleh para
ahli psikilogi dan dicobakan tidak langsung kepada manusia di sekolah,
melainkan menggunakan percobaan dengan binatang. Mereka beranggapan bahwa hasil
percobaaan akan diterapkan pada proses belajar mengajar untuk manusia.
Pada tingkat perkembangan berikutnya, baru para ahli mencurahkan perhatiannya pada proses belajar mengajar untuk manusia di sekolah. Penelitian penelitiannya yang tertuang dalam berbagai macam jenisnya. Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni:
Pada tingkat perkembangan berikutnya, baru para ahli mencurahkan perhatiannya pada proses belajar mengajar untuk manusia di sekolah. Penelitian penelitiannya yang tertuang dalam berbagai macam jenisnya. Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni:
a. Teori
disiplin mental, Teori ini
beranggapan bahwa “otak” manusia terdiri atas sejumlah “Faculties” atau daya
daya, tiap daya mempunyai fungsi tertentu, ada daya ingat, daya fikir, daya
tanggap, daya fantasi, dan lain-lain. Tujuan dari pendidikan itu adalah
memperkuat daya daya tersebut dan ini di lakukan dengan latihan untuk
mendisiplinnya. Misalnya daya ingat dapat di latih dengan menghafal nama-nama
kota, nama nama pahlawan, tahun tahun sejarah, kota kota asing, dsb. Daya fikir
di latih dengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin sulit makin baik,
karena nilai latihannya makin tinggi, begitu pula untuk daya daya yang lain.
Akan tetapi yang penting dalam hal ini bukanlah penguasaan atas bahan pelajaran
melainkan dari pengasuhnya atas latihan daya daya tertentu. Biarlah bahan
pelajaran itu di lupakan sama sekali. Tapi hasil latihannya akan tetap dapat
digunakan.
b. Teori
asosiasi, Dari semua teori
belajar lainnya, barangkali teori inilah yang paling banyak diterapkan di
sekolah. Bila sekolah di pandang sebagai tempat memperoleh pengetahuan, maka
metode yang paling ampuh ialah metode S-R yaitu menghubungkan stimulus dan
respon. Teori ini manusia di pandang sebagai kumpulan S-R (stimulus-respon)
yang masing masing bersifat spesifik. Tiap stimulus memerlikan respon tertentu.
Makin banyak S-R yang dimiliki seseorang, makin mampu ia menghadapi hidupnya.
Teori belajar ini bersifat mekanistis, karena menggunakan latihan dan ulangan untuk mempererat asosiasi antara stimulus dan respon. Teori ini tidak begitu mementingkan perbedaan individual. Bahan pelajaran jelas lebih dahulu ditentukan. Jawaban atas pertanyaan jelas ditetapkan. Kebebasan berfikir kurang dikembangkan. Motivasi juga di kontrol dari luar melalui reinforcement, misalnya berupa pujian dan hukuman.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu aalah asosiassi antara kesan panca indera (Sense impresion) dengan implus untuk bertindak (Implus to action). Dengan kata lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi hubungan yang sangat erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu menjadi terbiasa, otomatis. Teori ini berbeda dengan teori disiplin mental, pada teori ini asosiasi ini transfer sangat terbatas. Teori ini ingin menjadikan proses belajar bersifat scientific atau ilmiah dan membentuk kelakuan manusia secara sistimatis dan terkontrol. Adapun tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-1936).
Teori belajar ini bersifat mekanistis, karena menggunakan latihan dan ulangan untuk mempererat asosiasi antara stimulus dan respon. Teori ini tidak begitu mementingkan perbedaan individual. Bahan pelajaran jelas lebih dahulu ditentukan. Jawaban atas pertanyaan jelas ditetapkan. Kebebasan berfikir kurang dikembangkan. Motivasi juga di kontrol dari luar melalui reinforcement, misalnya berupa pujian dan hukuman.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu aalah asosiassi antara kesan panca indera (Sense impresion) dengan implus untuk bertindak (Implus to action). Dengan kata lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi hubungan yang sangat erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu menjadi terbiasa, otomatis. Teori ini berbeda dengan teori disiplin mental, pada teori ini asosiasi ini transfer sangat terbatas. Teori ini ingin menjadikan proses belajar bersifat scientific atau ilmiah dan membentuk kelakuan manusia secara sistimatis dan terkontrol. Adapun tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-1936).
c. Teori Gestalt, Teori “Lapangan” Dasar pokok
aliran psikologi ini pertama kalinya di rumuskan Max WARTHEIMER pada tahun 1912
yang berbunyi “keseluruhan lebih dari jumlah bagian bagiannya”.
Teori ini mengutamakan keseluruhan, melihat bagian bagian dalam rangka keseluruhan yang hanya mengandung makna dalam hubungannya dengan bagian bagian lain. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan adalah lebih urgen dari bagian bagian atau unsur. Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting di lakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain Teori Belajar Gestalt ini mengandung pengertian “belajar tentang sesuatu secara keseluruhan, belajar unsur unsur setelah keseluruhan”. Kunci dalam Teori Gestalt, adalah “insight” belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antar unsur- unsur situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasti, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif. Kemudian yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah mengenai “insight”. Darimana insight itu diperoleh, dan darimana munculnya insight itu sendiri ? ada beberapa hal yang melatarbelakangi timbul insight itu, antara lain :
Teori ini mengutamakan keseluruhan, melihat bagian bagian dalam rangka keseluruhan yang hanya mengandung makna dalam hubungannya dengan bagian bagian lain. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan adalah lebih urgen dari bagian bagian atau unsur. Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting di lakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain Teori Belajar Gestalt ini mengandung pengertian “belajar tentang sesuatu secara keseluruhan, belajar unsur unsur setelah keseluruhan”. Kunci dalam Teori Gestalt, adalah “insight” belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antar unsur- unsur situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasti, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif. Kemudian yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah mengenai “insight”. Darimana insight itu diperoleh, dan darimana munculnya insight itu sendiri ? ada beberapa hal yang melatarbelakangi timbul insight itu, antara lain :
a. Kesanggupan : Maksudnya
kesanggupan atau kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman : Karena
belajar, berarti akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah
munculnya insight.
c. Latihan : Dengan
memperbanyak latihan akan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight,
dalam situasi situasi yang bersamaan yang telah di latih.
d. Trial and eror : Sering
seorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, baru setelah mengadakan percobaan
percobaan, seorang dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu,
sehingga akhirnya menemukan insight.
C. Pengaruh teori Belajar Terhadap Kurikulum
1.
Teori Mental Disiplin, yakni melatih daya
mental terutama daya pikir, tujuan ini sangat sempit. Bahan pelajaran ynag melatih daya
pikir menduduki tempat yang penting. Dalam penentuan bahan, faktor anak tak
berapa dihiraukan. Bahan itu disusun menurut urutan yang logis sesuai denagan
sistematika mata pelajaran itu, jadi biasanya dimulai dengan definisi atau
klasifikasi ilmiah, baru kemudian objek-objek atau contoh contoh yang konkrit.
2.
Teori Asosiasi, mengutamakan bahan pelajaran
yang spesifik, yang terdiri atas sejumlah S-R dan di kuasai melalui penyajian
yang cermat, hafalan dan ulangan. Yang disajikan adalah unsur unsur yang
atomistis, bukan ide ide yang prinsipil. Penyajian hal-hal yang spesifik dengan
cara yang sangat teliti itu tampak dalam pengajaran berprogram dan “Teaching
machines” juga “Job analysis” seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh
Charters di dasarkan atas teori itu.
3. Teori Gestalt atau Field Theory, mempunyai tujuan yang jelas dan luas. Yakni bukan hanya memberikan
pengetahuan tapi, juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan
pribadi, dalam menentukan bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan
perkembangan anak, lingkungan masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata
pelajaran. Kurikulum meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual.
Organisasi bahan pelajaran dan metode mengajar diutamakan hubungan dan
interaksi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk
memperoleh pemahaman itu. Berbeda dengan Teori Asosiasi, yang banyak memberi
peranan “pasif” kepada anak, Teori Gestalt ini memendang belajar sebagai proses
yang memerlikan aktifitas anak. Karena itu digunakan metode problem solving dan
inquiry approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan
bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.
BAB III
PRINSIP – PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum adalah
istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan
evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika
pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan
Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa
besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia
pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti :
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan
dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah
atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum,
dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan
sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena
itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin
terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan
di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali
prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal
ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1. Prinsip – prinsip umum : relevansi,
fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. Prinsip-prinsip khusus : prinsip
berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip
berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan
dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum
memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan,
strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa
komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik
(relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum
mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel
dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta
kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam
kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan,
maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber
lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan
pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral
untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat
antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran
bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh
karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus
saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas
itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali
terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya
kurikulum Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih
terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum .
Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi
prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan
rencana pelajaran.atau sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
2. Belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik
untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut
unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
3. Teori-teori belajar meliputi; Teori disiplin mental, Teori
asosiasi, dan Teori
Gestalt.
4. Pengaruh teori belajar terhadap kurikulum
meliputi ; Teori Mental Disiplin, Teori Asosiasi, Teori Gestalt atau Field Theory.
5. Prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok Prinsip – prinsip umum yang
meliputi : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; serta
Prinsip-prinsip khusus yang meliputi : prinsip berkenaan dengan tujuan
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan
pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian.
6. Lima prinsip dalam pengembangan
kurikulum, yaitu : Prinsip relevansi, Prinsip fleksibilitas, Prinsip
kontinuitas, Prinsip efisiensi, dan Prinsip efektivitas
7. Terkait dengan pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang
harus dipenuhi, yaitu : Berpusat pada potensi, Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender, Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, Relevan dengan kebutuhan kehidupan, Menyeluruh dan
berkesinambungan, Belajar sepanjang hayat, Seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah
DAFTAR PUSTAKA
Uyoh
Sadulloh, Drs, M,Pd, 2006, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta
Munawar
Rahmat, Drs, Dkk, 2007, Seminar Pendidikan Islam, Bandung : UPI Press
Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV,
Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama
hadirukiyah.blogspot.com
annisaauliya.wordpress.com
0 Komentar