Subscribe Us

Pengembangan Kurikulum






PENGEMBANGAN KURIKULUM
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Didalam sebuah lembaga pendidikan, tidak akan terlepas dari apa yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum merupakan sebuah elemen penting dalam lembaga pendidikan atau sekolah. Apa yang akan di capai di sekolah, di tentukan oleh kurikulum sekolah itu. Maka dapat di pahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi pendidikan suatu bangsa, maka dapat di pahami pula betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu.

Oleh sebab itu, setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum. Selain itu guru sebagai pendidik harus mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberikan hasil yang lebih baik tentunya dengan menggunakan berbagai teori belajar.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini  adalah :
1.      Apa pengertian dari kurikulum dan belajar ?
2.      Apa saja yang menjadi teori-teori dalam belajar ?
3.      Bagaimana pengaruh teori belajar terhadap kurikulum ?
4.      Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum ?

C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum dan belajar
2.      Untuk mengetahui teori-teori dalam belajar
3.      Untuk mengetahui sampai sejauhmana pengaruh teori belajar terhadap kurikulum.
4.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum
BAB II
KURIKULUM DAN BELAJAR


A. Pengertian Kurikulum dan Belajar
1.      Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh di katakan baru menjadi populer sejak tahun 50-an, yang dipopulerkan oleh mereka yang memproleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang diluar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development, Theory and Practice” mengartikan sebagai “A plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Dibawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum
1.      J. Galeh Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah. Kurikulum juga meliputi apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2.      B. Othanel Smith, W.O. Stanly dan J. Harlan Shores, memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakat.
3.      J. Lloyd dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School Imrovement (1973) mengemukakan bahwa dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal hal struktural mengenai waktu jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
2.      Pengertian Belajar
Apakah sebenarnya belajar itu : Ada banyak macam definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
a.       Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a shange in behaviour as a result of experience. ( Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman).
b.      Harold Spears memberikan batasan : Learning is to observe, to read, to imitate, to try something solves, to listen, to follow direction (Belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mendengar, mengikuti petunjuk).
c.       Geoch, mengatakan : Learning is a change performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan penampilan dengan beberapa serangkaian kegiatan).
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dsb. Selanjutnya, ada yang mendefinisikan “Belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu individu yang bekajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Konkritnya, menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku seseorang.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

B. Teori – Teori Belajar
Pada mulanya teori-teori belajar dikembangkan oleh para ahli psikilogi dan dicobakan tidak langsung kepada manusia di sekolah, melainkan menggunakan percobaan dengan binatang. Mereka beranggapan bahwa hasil percobaaan akan diterapkan pada proses belajar mengajar untuk manusia.
Pada tingkat perkembangan berikutnya, baru para ahli mencurahkan perhatiannya pada proses belajar mengajar untuk manusia di sekolah. Penelitian penelitiannya yang tertuang dalam berbagai macam jenisnya. Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni:
a.       Teori disiplin mental, Teori ini beranggapan bahwa “otak” manusia terdiri atas sejumlah “Faculties” atau daya daya, tiap daya mempunyai fungsi tertentu, ada daya ingat, daya fikir, daya tanggap, daya fantasi, dan lain-lain. Tujuan dari pendidikan itu adalah memperkuat daya daya tersebut dan ini di lakukan dengan latihan untuk mendisiplinnya. Misalnya daya ingat dapat di latih dengan menghafal nama-nama kota, nama nama pahlawan, tahun tahun sejarah, kota kota asing, dsb. Daya fikir di latih dengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin sulit makin baik, karena nilai latihannya makin tinggi, begitu pula untuk daya daya yang lain. Akan tetapi yang penting dalam hal ini bukanlah penguasaan atas bahan pelajaran melainkan dari pengasuhnya atas latihan daya daya tertentu. Biarlah bahan pelajaran itu di lupakan sama sekali. Tapi hasil latihannya akan tetap dapat digunakan.
b.      Teori asosiasi, Dari semua teori belajar lainnya, barangkali teori inilah yang paling banyak diterapkan di sekolah. Bila sekolah di pandang sebagai tempat memperoleh pengetahuan, maka metode yang paling ampuh ialah metode S-R yaitu menghubungkan stimulus dan respon. Teori ini manusia di pandang sebagai kumpulan S-R (stimulus-respon) yang masing masing bersifat spesifik. Tiap stimulus memerlikan respon tertentu. Makin banyak S-R yang dimiliki seseorang, makin mampu ia menghadapi hidupnya.
Teori belajar ini bersifat mekanistis, karena menggunakan latihan dan ulangan untuk mempererat asosiasi antara stimulus dan respon. Teori ini tidak begitu mementingkan perbedaan individual. Bahan pelajaran jelas lebih dahulu ditentukan. Jawaban atas pertanyaan jelas ditetapkan. Kebebasan berfikir kurang dikembangkan. Motivasi juga di kontrol dari luar melalui reinforcement, misalnya berupa pujian dan hukuman.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu aalah asosiassi antara kesan panca indera (Sense impresion) dengan implus untuk bertindak (Implus to action). Dengan kata lain, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi.
Antara stimulus dan respon ini akan terjadi hubungan yang sangat erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu menjadi terbiasa, otomatis. Teori ini berbeda dengan teori disiplin mental, pada teori ini asosiasi ini transfer sangat terbatas. Teori ini ingin menjadikan proses belajar bersifat scientific atau ilmiah dan membentuk kelakuan manusia secara sistimatis dan terkontrol. Adapun tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-1936).
c.       Teori Gestalt, Teori “Lapangan” Dasar pokok aliran psikologi ini pertama kalinya di rumuskan Max WARTHEIMER pada tahun 1912 yang berbunyi “keseluruhan lebih dari jumlah bagian bagiannya”.
Teori ini mengutamakan keseluruhan, melihat bagian bagian dalam rangka keseluruhan yang hanya mengandung makna dalam hubungannya dengan bagian bagian lain. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan adalah lebih urgen dari bagian bagian atau unsur. Sebab keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting di lakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain Teori Belajar Gestalt ini mengandung pengertian “belajar tentang sesuatu secara keseluruhan, belajar unsur unsur setelah keseluruhan”. Kunci dalam Teori Gestalt, adalah “insight” belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antar unsur- unsur situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasti, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif. Kemudian yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah mengenai “insight”. Darimana insight itu diperoleh, dan darimana munculnya insight itu sendiri ? ada beberapa hal yang melatarbelakangi timbul insight itu, antara lain :
a.       Kesanggupan : Maksudnya kesanggupan atau kemampuan inteligensi individu.
b.      Pengalaman : Karena belajar, berarti akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah munculnya insight.
c.       Latihan : Dengan memperbanyak latihan akan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight, dalam situasi situasi yang bersamaan yang telah di latih.
d.      Trial and eror : Sering seorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, baru setelah mengadakan percobaan percobaan, seorang dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.

C. Pengaruh teori Belajar Terhadap Kurikulum
1.      Teori Mental Disiplin, yakni melatih daya mental terutama daya pikir, tujuan ini sangat sempit. Bahan pelajaran ynag melatih daya pikir menduduki tempat yang penting. Dalam penentuan bahan, faktor anak tak berapa dihiraukan. Bahan itu disusun menurut urutan yang logis sesuai denagan sistematika mata pelajaran itu, jadi biasanya dimulai dengan definisi atau klasifikasi ilmiah, baru kemudian objek-objek atau contoh contoh yang konkrit.
2.      Teori Asosiasi, mengutamakan bahan pelajaran yang spesifik, yang terdiri atas sejumlah S-R dan di kuasai melalui penyajian yang cermat, hafalan dan ulangan. Yang disajikan adalah unsur unsur yang atomistis, bukan ide ide yang prinsipil. Penyajian hal-hal yang spesifik dengan cara yang sangat teliti itu tampak dalam pengajaran berprogram dan “Teaching machines” juga “Job analysis” seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh Charters di dasarkan atas teori itu.
3.      Teori Gestalt atau Field Theory, mempunyai tujuan yang jelas dan luas. Yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi, juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan pribadi, dalam menentukan bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata pelajaran. Kurikulum meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran dan metode mengajar diutamakan hubungan dan interaksi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Berbeda dengan Teori Asosiasi, yang banyak memberi peranan “pasif” kepada anak, Teori Gestalt ini memendang belajar sebagai proses yang memerlikan aktifitas anak. Karena itu digunakan metode problem solving dan inquiry approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.

BAB III
PRINSIP – PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1.      Prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2.      Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.      Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2.      Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3.      Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4.      Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5.      Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1.      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2.      Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3.      Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5.      Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6.      Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

BAB IV
KESIMPULAN

1.      Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran.atau sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
2.      Belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
3.      Teori-teori belajar meliputi; Teori disiplin mental, Teori asosiasi, dan Teori Gestalt.
4.      Pengaruh teori belajar terhadap kurikulum meliputi ; Teori Mental Disiplin, Teori Asosiasi, Teori Gestalt atau Field Theory.
5.      Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok Prinsip – prinsip umum yang meliputi : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; serta Prinsip-prinsip khusus yang meliputi : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
6.      Lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Prinsip relevansi, Prinsip fleksibilitas, Prinsip kontinuitas, Prinsip efisiensi, dan Prinsip efektivitas
7.      Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : Berpusat pada potensi, Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender, Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, Relevan dengan kebutuhan kehidupan, Menyeluruh dan berkesinambungan, Belajar sepanjang hayat, Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah



DAFTAR PUSTAKA

Uyoh Sadulloh, Drs, M,Pd, 2006, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta
Munawar Rahmat, Drs, Dkk, 2007, Seminar Pendidikan Islam, Bandung : UPI Press
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2009, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag IV, Pendidikan Lintas Bidang, Bandung, Imperialo Bhakti Utama
hadirukiyah.blogspot.com 
annisaauliya.wordpress.com












Posting Komentar

0 Komentar