ABSTRAKSI
Gugusan pemikiran yang muncul dalam setiap babakan sejarah
peradaban Islam merupakan sebuah respons positif umat Islam terhadap realitas
sosial yang mengitarinya, tempat di mana seorang pemikir tersebut tinggal.
Karena setiap masa memiliki masalah berbeda dan harus dijawab oleh generasinya
sendiri. Pemikiran Islam bergerak dan berkembang secara dinamis, sejak masa
klasik, pertengahan dan modern sampai saat ini. Hal ini tidak terlepas dari
semangat universalisme yang melekat pada Islam itu sendiri, yang sesuai dengan
ruang dan waktu (space and time) dengan wawasan semesta (rahmatan lil’alamin).
Pendidikan ibarat sebuah rahim yang
didalamnya terdapat gen-gen dengan komposisi yang rapi dan dengan segala
benih-benih kapabilitas yang ada. Ia juga merupakan sebuah iklim yang memenuhi
syarat untuk memelihara dan menumbuh-kembangkan segala potensi dan kapabilitas
yang diperlukan oleh masyarakat yang terpendam pada setiap individu. Maka dari
itu perlu adanya usaha penggalian potensi, pengarahan (orientasi) dan
perencanaan yang baik. Dikarenakan masih terlalu banyak pos-pos yang kosong
yang sangat membutuhkan sebuah profesionalisme (spesialisasi kerja).[1]
Oleh sebab itu,
kita mesti memberikan
perhatian terhadap persoalan yang
hakiki ini dari segi pemikiran
dan tindakan. Kita harus membuat rencana
pengembangan dan rancangan
yang sesuai untuk mempersiapkan "Pendidikan Islam yang Sempurna dan
Modern" yang terus mengikuti perkembangan
anak-anak Muslim sejak dari
buaian, hingga mereka
keluar dari universitas, dengan mempergunakan metode yang sesuai, sistem
yang menarik, sarana audio visual,
teknnologi canggih, yang dapat mewujudkan pentingnya agama bagi kehidupan,
dan menegaskan kesempurnaan Islam, keadilan
hukum - hukumnya, kemukjizatan
kitab sucinya, keagungan Rasul, keseimbangan
peradaban, dan kekekalan umatnya.[2]
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permasalahan pendidikan di dunia Islam
sangatlah kompleks. Ia memerlukan pemetaan kerja kembali secara arif dan bijak.
Penyatuan konsep orisinalitas dan kontemporer merupakan jalan yang baik. Selain
juga membutuhkan skala prioritas kerja yang selaras, serasi dan seimbang
sejalan dengan semangat Islam[3].
Tulisan ini tentunya belum mewakili sepenuhnya untuk mengobati kelesuan dunia
pendidikan Islam dalam mencapai kemajuan dan kebangkitan yang kita harapkan.
Namun penulis berdo'a semoga Allah Swt menggugah para hamba -Nya yang
berkompeten dalam masalah ini untuk lebih jauh melangkah ke depan demi kejayaan
ummat Islam
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba mengulas
bahasan dalam sebuah rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa pengertian penikiran
pendidikan dalam Islam ?
2.
Bagaimana perkembangan
pemikiran dalam Islam ?
3.
Apa saja aliran-aliran dalam
pendidikan Islam ?
4.
Bagaimana relevansi antara pemikiran dan pendidikan Islam ?
C.
Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian
penikiran pendidikan dalam Islam
2.
Untuk mengetahui perkembangan
pemikiran dalam Islam
3.
Untuk mengetahui aliran-aliran
dalam pendidikan Islam
4.
Untuk mengetahui relevansi antara pemikiran dan pendidikan Islam
BAB II
PERSPEKTIF
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian Penikiran Pendidikan Dalam Islam
Luthfi
Syaukannie menyatakan dalam jurnalnya : Pemikiran adalah sejarah para pemikir, sejarah kaum elit
yang dengan kepandaiannya, mampu mengabstraksikan fenomena sosial dan gejala
lainnya ke dalam bahasa intelektual dan ilmiah. Para pemikir atau kaum cendekia
dianggap elit karena keterasingan mereka dari dunia umum. Istilah
"pemikir" itu sendiri agak kabur, bisa diterapkan kepada siapa saja
yang memiliki spesialisasi tertentu. Ia bisa diterapkan sebagai panggilan lain
untuk "intelektual" dan scholar (sarjana), atau pada konteks yang
lebih keren kepada filsuf.[4]
Sedangkan pendidikan dalam Islam M.Syamsi Ali menyatakan : berbicara mengenai pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari asal muasal manusia itu sendiri. Kata "pendidikan"
yang dalam bahasa arabnya disebut "tarbiyah" (mengembangkan,
menumbuhkan, menyuburkan) berakar satu dengan kata "Rabb" (Tuhan).
Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur yang
tidak dapat dipisahkan dari, serta dipilah-pilah dalam kehidupan manusia.
Terpisahnya pendidikan dan terpilah-pilahnya bagian-bagiannya dalam kehidupan
manusia berarti terjadi pula disintegrasi dalam kehidupan manusia, yang
konsekwensinya melahirkan ketidak-harmonisan dalam kehidupannya itu sendiri.[5]
B.
Perkembangan Pemikiran dalam Islam terhadap Pendidikan
Pemikiran dalam Islam sama artinya dengan membicarakan masalah
ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Sumber-sumber pemikiran dalam Islam dalam
sejarah perkembangannya secara garis besar bersumber dari Al-Qur’an yang
kemudian seiring perkembangan pemikiran bertambah dengan masuknya ilmu kalam,
ilmu fkih (hukum), ilmu tasawuf, dan ilmu hadis. Berbicara masalah pemikiran
dalam Islam berarti kita tidak bisa lepas dari membicarakan tentang pemikiran
yang bermacam-macam dan berpengaruh
secara mendalam. Para pemikir Islam berdebat dengan kata-kata dalam
mempertahankan pendapat dan pemikirannya yang pintar mengolah kata. Mempelajari
teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan yang menjadi pegangan hidupnya.
Menurut
Harun Nasution “.......sejarah
pemikiran Islam teologi rasional
yang dipelopori kaum
Mu'tazilah.....Teologi rasional
Mu'tazilah inilah, dengan
keyakinan akan kedudukan akal
yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan
adanya hukum alam
ciptaan Tuhan, yang membawa
pada perkembangan Islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada
masa antara abad ke VIII dan ke XIII M.”[6]
Ada sebagian kalangan juga yang berpendapat bahwa Konsepsi pemikiran
yang menghidupkan aliran-aliran pemikiran Islam berkembang utamanya pada masa
daulah Umayyah. Di antara aliran-aliran itu adalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran dan pandangan hidup umat manusia, yang mengklaim
dirinya sebagai garda depan dalam menjaga dan mempertahankan kemurnian ajaran
agama Islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Di samping aliran
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah tersebut di atas, tentu juga aliran Syi’ah, Khawarij,
Murji’ah, dan Mu’tazilah[7].
Pemikiran-pemikiran mereka sudah barang tentu secara mendasar
mempunyai implikasi terhadap pemikiran pendidikan Islam. Ini disebabkan karena
pemikiran-pemikiran tersebut akan menyentuh dasar keyakinan yang menjadi
fondasi dan landasan hidup umat manusia, dasar dan landasan ini akan
mengarahkan tujuan dan begitu juga akan mewarnai bentuk-bentuk serta corak
pendidikan.
C.
Aliran-aliran dalam Pendidikan Islam
Dalam jurnalnya Rahbini mengemukakan Aliran-aliran dalam
Pendidikan Islam[8]
1.
Religius Konservatif
(al-muh}
Aliran religius konservatif ini melihat konsep pendidikan harus
dibangun dari nilai-nilai agama terutama yang berkaitan dengan tujuan menuntut
ilmu dan apa saja jenis atau tipologi ilmu-ilmu yang perlu dipelajari. Menurut
aliran ini tujuan keagamaan menjadi tujuan utama (ultime goal) dalam pendidikan. Di antara tokoh-tokoh aliran ini
adalah Imam al-Ghazali, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar
al-Haitami, dan al-Qabisi. Menurut Imam al-Ghazali, ilmu yang wajib dipelajari
sesuai dengan tingkatan keharusannya mencari, dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu: pertama, wajib ‘ain (kewajiban personal), yaitu ilmu yang harus dipelajari
oleh setiap individu. Ilmu-ilmu ini adalah ilmu-ilmu agama dengan segala
jenisnya, mulai dari al-Qur’an, ibadah-ibadah pokok, seperti salat, puasa,
zakat, dan haji serta, mengetahui tata cara mengerjakan kewajiban tersebut. Kedua, ilmu wajib kifayah (kewajiban komunal), yaitu apabila sebagian suatu
warga masyarakat telah mempelajari ilmu tersebut, maka gugur kewajiban
mempelajarinya bagi warga yang lain. Ilmu ini yang tidak dapat ditinggalkan
dalam masyarakat dan dibutuhkan demi tegaknya urusan kehidupan dunia, seperti
ilmu kedokteran dan ilmu hitung, adalah contohnya. Selain kedua jenis ilmu itu,
ada pula ilmu yang hukum memperlajarinya termasuk fadhilah (keutamaan), bukan wajib, seperti pendalaman lebih lanjut
tentang detailnya ilmu hitung dan ilmu kedokteran yang dipandang tidak terlalu
menentukan, akan tetapi bermanfaat bagi peningkatan kekuatan.
Pandangan aliran ini mengarah pada konsep hirarki nilai yang
menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai dengan penilaiannya tentang
keutamaan masing-masing ilmu tersebut. Hirarki nilai tersebut menyingkap
signifkansi yang mereka sandarkan pada masing-masing ilmu. Selanjutnya,
al-Ghazali juga menegaskan bahwa ilmu kegamaan hanya dapat diperoleh dengan
kesempurnaan rasio dan kejernihan akan budi. Rasio adalah sifat manusia yang
paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari
Allah dan dengannya pula ia mampu mendekat diri mereka ke sisi-Nya. Kecenderungan
keagamaan yang sangat kuat yang ditunjukkan oleh aliran ini menyangkut
prinsip-prinsip pendidikan yang kental dengan ciri moral keagamaan, di antaranya,
keharusan disertainya ilmu dengan amal, penjauhan diri dari sikap rakus,
ketidaksediaan menerima hadiah dan pemberian yang merupakan upah mengajar,
tenggang rasa dan toleransi, keinsafan dan keadilan, respek terhadap kebenaran,
pengabdian pada sesama, dan tidak merasa serba tahu dan serba bisa. Sebagaimana
Sa’id Hawwa menafsirkan pemikiran Al-Ghazali, “ Hal terpentiung yang harus
menjadi perhatian nasehat para pemberi nasehat ialah mengingatkan (tadzkir)
kepada ayat-ayat Allah di ufuk dan jiwa; mengingatkan kepada perbuatan dan
hari-hari Allah, mengingatkan kepada berbagai hukuman dan sanksi-Nya,
mengingatkan kepada apa yang dijanjikan disiapkan dan diancamkan oleh Allah
kepada orang yang bermaksiat atau taat kepadanya.[9]
Dari paparan tersebut di
atas, betapa kuat pengaruh pemikiran fkih dan tasawuf terhadap aliran
pendidikan Islam ini, di mana aspek legal formal sangat ditekankan dalam
segenap aspek pendidikan.
2.
Religius Rasional
(al-Diniy al-Aqlaniy)
Aliran religius rasional ini sekalipun memiliki kecenderungan
kuat terhadap nuansa keagamaan, tetapi tidak sekuat aliran konservatif. Aliran
ini diwakili oleh kelompok Ikwan Al-Sahafa. Aliran konservatif terkesan bahwa
tema ilmu dalam al-Qur’an dan Hadist menjadi menyempit menurut penafsiran
mereka, akan tetapi menurut aliran religius rasional al-Qur’an dan Hadist
ketika berbicara mengenai ilmu mempunyai tema dan cakupan yang cukup luas. Di
samping itu, aliran ini juga memadukan antara sudut pandang keagamaan dengan
sudut pandang keflsafatan dalam menjabarkan konsep ilmu, sehingga kelompok ini
berpendapat bahwa pengetahuan itu semuanya muktasab
(hasil dari aktiftas belajar) dan yang menjadi modal utamanya adalah indra,
bukan pemberian tanpa usaha. Menurut pandangan ini, yang terlukis dalam pikiran
itu bukanlah sesuatu yang hakikatnya ada dalam pikiran, melainkan lukisan
tersebut merupakan pantulan yang terjadi karena adanya kiriman dari panca
indra. Jadi bukan karena adannya ide yang ada dalam pikiran. Manusia pada
mulanya tidak mengetahui apa-apa, lalu karena adanya panca indra yang
mengirimkan informasi, maka manusia dapat mengetahui sesuatu. Menurut
Ikhwan al-Shafa ilmu adalah gambaran tentang sesuatu yang diketahuai pada jiwa
orang yang mengetahui. Jiwa ilmuwan adalah mempunyai ilmu secara nyata dan aktual,
sedangkan jiwa peserta didik itu berilmu secara potensial. Kegiatan belajar dan
mengajar tidak lain menurut aliran ini adalah mengaktualisasikan hal-hal yang
potensial dan melahirkan hal-hal yang terpendam dalam jiwa manusia.
3.
Pragmatis-Instrumental (al-Dara?iy)
Aliran pemikiran pragmatis instrumental ini mempunyai pandangan
yang berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya. Aliran ini lebih bersifat
pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis dari sebuah pendidikan.
Salah satu tokoh yang dijadikan representasi dari aliran ini adalah Ibnu
Khaldun (733-808).19 Aliran ini
mengklasifkasikan ilmu pengetahuan berdasarkan pada kegunaan praktis
fungsionalnya bukan pada nilai substantifnya atau skuensinya semata. Ia membagi
ilmu pengetahuan pada dua kelompok besar, yaitu pertama, ilmu-ilmu yang bersifat instrinsik (ilmu syari’ah) seperti
tafsir, hadis, fkih, kalam, ontology dan teologi dari cabang flsafat; kedua, ilmu yang bersifat ekstrinsik
instrumental terhadap ilmu-ilmu instrinsik di atas, seperti bahasa arab, ilmu
hitung dan sejenisnya, yang menjadi alat untuk memahami ilmu syariat.
Menurut aliran pragmatis ini bahwa kelebihan manusia ketika
dibandingkan dengan makhluk lainnya adalah karena di samping manusia diberi
kemampuan mengindra yang ada di alam nyata, juga dikaruniai akal pikiran
rasional. Dengan rasio inilah, manusia dapat membentuk suatu abstraksi
indrawinya dengan menggunakan imajinasi kreatif yang dimilikinya. Ibnu Khaldun
membagi kemampuan berfkir ini menjadi tiga
kelompok yang sifatnya hirarkis, pertama,akal
pemisah, yang kemampuannya hanya terbatas pada mengetahui hal-hal yang
bersifat empiris indrawi. Kedua, akal
eksprimental, yaitu kemapuan berfkir yang menghasilkan berbagai gagasan
pemikiran dan berbagai etika dalam tatanan pergaulan bersama dan segala keadaan
mengenai hubungan social tersebut. Dan yang ketiga adalah akal kritis yaitu
suatu proses berfkir yang menghasilkan ilmu atau asumsi kuat akan hal yang
sifatnya abstrak flosofs sehingga dapat membangun disiplin ilmu tertentu,
sehingga akal manusia menjadi akal murni dan jiwa yang tercerahkan. Dengan
demikian maka aliran ini jelas menggunakan pendekatan flosofs empiris.
D. Pemikiran
Dan Pendidikan Islam
Budiman
menyatakan bahwa Dunia pendidikan Islam sangat membutuhkan langkah-langkah
strategis untuk menyambut kebangkitan sains dan teknologi di abad ini. Diantara
strategi itu :[10]
1.
Diperlukan
kode etik dalam bidang pemikiran Islam dan pengetahuan Islam yang disandarkan
pada konsep-konsep Al Qur'an.
2.
Perlu
adanya dukungan dari siyasah syar'iyah (al Daulah). Karena pada hakekatnya
ialah motor utama menuju kebangkitan. Institusi Syariah dan hukum-hukumnya
merupakan syarat yang sangat vital dalam menyongsong kebangkitan ilmu dan
teknologi Islam modern.
3.
Perlu
adanya kerjasama regional dan internasional diantara kaum muslimin, baik
instansi pemerintah atau non-pemerintah. Ini berarti memberi kesempatan semua
kalangan, pemerintah dan sipil, untuk turut berkiprah dalam pengembangan sains
dan teknologi. Akan tetapi semua itu masih tetap dalam bingkai etika Iptek Islam.
4.
Perhatian
terhadap pengembangan dan penguasaan bahasa Arab juga sangat urgen untuk
mencapai sains dan teknologi Islam. Ia bertujuan agar kaum muslim mampu
menguasai dasar-dasar Islam dengan baik dan benar. Selain itu juga sangat
diperlukan penguasaan bahasa dunia lainnya demi menjalin hubungan
internasional.
5.
Perlu
adanya perhatian khusus untuk mendirikan pusat-pusat penelitian dan penemuan
ilmiah di dunia Islam yang didalamnya terdapat para ilmuwan muslim yang
profesional. Adanya para pakar muslim dalam pusat-pusat kegiatan tersebut
sangat penting karena merekalah yang akan mengontrol,mengarahkan dan meletakkan
petunjuk pelaksanaan kerjanya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang
universal dan sesuai dengan prioritas kerja yang dibutuhkan.
6.
Mengharuskan
adanya usaha dari pihak khusus untuk mengembalikan para petualang intelektual
dan profesionalis yang lari ke negara-negara industri, baik mereka itu menjadi
penduduk setempat atau sekedar imigran. Baik itu muslim atau bukan.
7. .Adanya tanggung jawab khusus yang
dipikul diatas pundak ilmuwan dan profesionalis muslim di dunia Islam manapun.
Apalagi dalam kondisi ummat Islam ini yang minim para ahli sains dan teknologi.
Mereka seharusnya mempunyai tanggung jawab untuk mengadakan kontak dan tukar
pikiran lintas disiplin ilmu. Sejarah Islam mencatat betapa pentingnya peran
para utusan Rasulullah Saw dan khalifah ke seluruh negeri Islam saat itu.
E.
Realitas Pemikiran Dan Konsep Pendiikan Islam
Seiring dengan berjaalannya waktu dan proses pendidikan yang
dinamis, dinamika pemikiran dan realitas aktualisasi dari konsep pendidikan Islam
juga ikut dipengaruhi oleh proses kehidupan manusia tersebut. Dimana hakikat
sebuah pemikiran dalam pendidikan Islam mengalami dilematisnya tersendiri.
Prof. Ahmad Sanusi mengatakan bahwa “ pendidikan yang dewasa ini sedang
berlangsung sangat dipengaruhi oleh logika positivism; yaitu logika yang hanya
berorientasi pada keadaan dunia here and
now, yaitu dunia yang sekarang yang dapat di indera manusia’[11].
Hal ini mengakibatkan manusia hanya memikirkan masalah-masalah keduniawian
semata.
Hal
senada juga dinyatakan oleh Budiman, “Yang perlu ditekankan lagi dalam proses
pendidikan Islam bahwa hubungan antara ilmu dan iman adalah hubungan yang
dibina secara dinamis dan bukan dua kutub yang paradoksal.." [12]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Adanya pengaruh yang cukup
signifkan aliran pemikiran Islam terhadap pemikiran pendidikan Islam,
2.
Aliran-aliran dalam
Pendidikan Islam
a)
Religius Konservatif
(al-muh}
b)
Religius Rasional
(al-Diniy al-Aqlaniy)
c)
Pragmatis-Instrumental
(al-D{ara?iy)
3.
Pemikiran, baik dalam
aliran pemikiran Islam begitu juga pemikiran pendidikan Islam, sangat
dipengaruhi oleh realitas social-historis dan melingkarinya, serta paradigma
yang digunakan dalam melihat realitas dan wahyu, sesuai dengan problematika
kehidupan yang dihadapinya
DAFTAR
REFERENSI
Harun Nasution, Filsafat Islam, isnet.org/paramadina
Sa’id
Hawwa, Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu Intisari Ihya Ulumuddin
al-Ghazali, 1998 Rabbani Press
A. Luthfi Assyaukanie, Tipologi Dan Wacana Pemikiran Arab
Kontemporer, isnet.org/paramadina
Yusuf Qardhawi, Dr, Fiqh Prioritas, isnet.org/paramadina
Munawar Rahmat, Drs, Dkk, 2007,
Seminar Pendidikan Islam, Bandung : UPI Press
Budiman Musthopa, Lc Proses Pendidikan di Dunia Islam
Menyambut Gejolak Sains & Teknologi / isnet.org/paramadina
Menyambut Gejolak Sains & Teknologi / isnet.org/paramadina
Rahbini,
Signifikansi Aliran Pemikiran Islam, Jurnal, STIA Al-Karimiyyah, sumenep
M. Syamsi ali, Pedoman
Al Qur'an Dalam Pendidikan Anak / isnet.org/paramadina
[1]Budiman
Musthopa,Lc Proses Pendidikan di Dunia Islam
Menyambut Gejolak Sains & Teknologi
/ isnet.org/paramadina
[3]
Budiman Musthopa,Lc Proses Pendidikan di Dunia Islam Menyambut Gejolak Sains & Teknologi / isnet.org/paramadina
[9]
Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu Intisari Ihya
Ulumuddin al-Ghazali, Hal 11
[10]Budiman
Musthopa, Lc Proses Pendidikan di Dunia Islam Menyambut Gejolak Sains
& Teknologi / isnet.org/paramadina
[12]Budiman
Musthopa, Lc Proses Pendidikan di Dunia
Islam
Menyambut Gejolak Sains & Teknologi / isnet.org/paramadina
Menyambut Gejolak Sains & Teknologi / isnet.org/paramadina
0 Komentar