BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemberdayaan umat / masyarakat merupakan sebuah strategi
yang dilakukan untuk melakukan kemandirian sosial ekonomi umat / masyarakat
dalam jangka panjang. Sasaran yang dituju adalah masyarakat miskin yang tidak
memiliki keberdayaan secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat
untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan
perilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek atau
sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan
kesejahteraan dari materiil hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas
yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan
kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari
seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan
motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan
berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan
pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka.
Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan, dan
kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang
partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang
jujur, terbuka, bertanggung jawab, dan demokrasi, sedangkan pada tatanan
masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Konsep
Pemberdayaan?
2. Apa Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Umat?
3. Bagaimana Proses dan Upaya Pemberdayaan Umat?
4. Apa saja Teknik dan Pola Pendekatan Pemberdayaan Umat?
5. Bagaimana Tahapan Pemberdayaan Umat?
6. Apa saja Elemen-Elemen Pemberdayaan Umat?
C. Tujuan
Makalah
1. Untuk
Mengetahui Konsep Pemberdayaan
2. Untuk
Mengetahui Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Umat
3. Untuk
Mengetahui Proses dan Upaya Pemberdayaan Umat
4. Untuk
Mengetahui Teknik dan Pola Pendekatan Pemberdayaan Umat
5. Untuk
Mengetahui Tahapan Pemberdayaan Umat
6. Untuk
Mengetahui Elemen-Elemen Pemberdayaan Umat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan (empowerment)
berasal dari Bahasa Inggris, power diartikan sebagai kekuasaan atau
kekuatan. Menurut Korten (1992) pemberdayaan adalah peningkatan kemandirian
rakyat berdasarkan kapasitas dan kekuatan internal rakyat atas SDM baik material
maupun non-material melalui redistribusi modal. Sedangkan Pranarka dan
Vidhyandika (1996:56) menjelaskan pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana
kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural,
baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional,
maupun dalam bidang politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
Selain itu menurut
Paul (1987) pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil (equitable
sharing of power) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan
kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan
hasil-hasil pembangunan. Menurut Robert Dahl (1983:50), pemberdayaan diartikan
pemberian kuasa untuk mempengaruhi atau mengontrol. Manusia selaku individu dan
kelompok berhak untuk ikut berpartisipasi terhadap keputusan-keputusan sosial
yang menyangkut komunitasnya.
Sementara Hulme dan
Turner (1990:214-215) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu
proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak
berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara
lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual dan
kolektif. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan
kekuasaan kekuatan yang berubah antar individu, kelompok dan lembaga.
Menurut Talcot
Parsons (dalam Prijono, 1996:64-65) kekuatan merupakan sirkulasi dalam
subsistem suatu masyarakat, sedangkan kekuatan dalam pemberdayaan adalah daya,
sehingga pemberdayaan dimaksudkan
sebagai kekuatan yang berasal dari bawah. Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua
arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat
posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Keduanya harus ditempuh dan
menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan. Sehingga perlu dikembangkan pendekatan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan masyarakat.
Pemberdayaan lebih
mudah dijelaskan pada saat manusia dalam keadaan powerlessness (baik
dalam keadaan aktual atau sekedar perasaan), tidak berdaya, tidak mampu
menolong diri sendiri, kehilangan kemampuan untuk mengendalikan kehidupan
sendiri (Prijono, 1996:54). Selain itu pemberdayaan adalah sebuah proses dimana
orang menjadi cukup kuat untuk, berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan atas
dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya.
Konsep pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Pearson et al, 1994 :106). Pemberdayaan mempunyai tiga dimensi
yang saling berpotongan dan berhubungan, sebagaimana yang disimpulkan oleh
Kieffer (1984:65) dari penelitiannya, yaitu:
1.
Perkembangan konsep diri yang lebih positif;
2.
Kondisi pemahaman yang lebih kritis dan analitis mengenai
lingkungan sosial dan politis; dan
3.
Sumber daya individu dan kelompok untuk aksi-aksi sosial
maupun kelompok.
Grand Theories dari konsep pemberdayaan ini mengacu pada pengaruh Marx mengenai
ada yang berkuasa dan ada juga dikuasai ada perbedaan kelas semisal majikan dan
buruh, distribusi pendapatan yang tidak merata sampai kekuatan ekonomi yang
merupakan dasar dari pemberdayaan (Prijono, 1996:54-55).
B.
Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Umat
Prinsip utama dalam
mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Drijver dan Sajise (dalam
Sutrisno, 2005:18) ada lima macam, yaitu:
1.
Pendekatan dari bawah (buttom up approach): pada
kondisi ini pengelolaan dan para stakeholder setuju pada tujuan yang
ingin dicapai untuk kemudian mengembangkan gagasan dan beberapa kegiatan
setahap demi setahap untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2.
Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang
terlibat memiliki kekuasaan dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan.
3.
Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan
dengan seluruh lapisan masyarakat sehingga program pembangunan berkelanjutan
dapat diterima secara sosial dan ekonomi.
4.
Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat
lokal, regional dan nasional.
5.
Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari program
pengelolaan.
Sedangkan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat adalah: mengembangkan
masyarakat khususnya kaum miskin, kaum lemah dan kelompok terpinggirkan,
menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan lembaga-lembaga
pengembangan, memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya secara
keberlanjutan, mengurangi ketergantungan, membagi kekuasaan dan tanggung jawab,
dan meningkatkan tingkat keberlanjutan.(Delivery dalam Sutrisno, 2005:17).
C.
Proses dan Upaya Pemberdayaan Umat
Menurut Suharto (2006:59)
pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan
adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti
memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan
seringkali digunakan sebagai indikator sebuah keberhasilan pemberdayaan.
Proses pemberdayaan
dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kelompok). Proses ini
merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara
lapisan sosial yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan
individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung
dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif (Friedman, 1993). Hal
tersebut dapat dicapai melalui proses dialog dan diskusi di dalam kelompoknya
masing-masing, yaitu individu dalam kelompok belajar untuk mendeskripsikan
suatu situasi, mengekspresikan opini dan emosi mereka atau dengan kata lain
mereka belajar untuk mendefinisikan masalah, menganalisis, kemudian mencari
solusinya.
Menurut United
Nations (1956:83-92 dalam Tampubolon, 2006), proses-proses pemberdayaan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1)
Getting to know the local community; Mengetahui
karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk
perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang
lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan
timbal balik antara petugas dengan masyarakat.
2)
Gathering knowledge about the local community; Mengumpulkan
pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan
tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur,
jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk
pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta
faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.
3)
Identifying the local leaders; Segala usaha
pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dari pimpinan
atau tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu, faktor "the local
leaders" harus selau diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh
yang kuat di dalam masyarakat.
4)
Stimulating the community to realize that it has problems; Di dalam masyarakat
yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak
merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu,
masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya
masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.
5)
Helping people to discuss their problem; Memberdayakan
masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendiskusikan masalahnya serta
merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.
6)
Helping people to identify their most pressing problems; Masyarakat perlu
diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan
masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.
7)
Fostering self-confidence; Tujuan utama
pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa
percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.
8)
Deciding on a program action; Masyarakat perlu
diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action
tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang,
dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu
didahulukan pelaksanaannya.
9)
Recognition of strengths and resources; Memberdayakan
masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki
kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan
permasalahan dan memenuhi kebutuhannya.
10)
Helping people to
continue to work on solving their problems; Pemberdayaan masyarakat adalah
suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberdayakan
agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara berkelanjutan.
11)
Increasing people
ability for self-help; Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya
kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah
mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan
masyarakat untuk berswadaya.
Menurut
Kartasasmita (1995:19), upaya memberdayakan rakyat harus dilakukan melalui tiga
cara:
1.
Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang..
2.
Memperkuat potensi yang dimiliki oleh rakyat dengan
menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan
sarana dan prasarana baik fisik (irigasi, jalan dan listrik) maupun sosial
(sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses masyarakat
lapisan bawah.
3.
Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.
D.
Teknik dan Pola Pendekatan
Pemberdayaan Umat
Teknik pemberdayaan
masyarakat saat ini sangat diperlukan semua pihak, karena banyak proyek-proyek
pembangunan yang berasal dari pemerintah atau dari luar komunitas masyarakat
setempat mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut biasanya karena tidak pernah
mengikut sertakan partisipasi masyarakat (top down), sehingga si pemberi
proyek tidak mengetahui secara pasti kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu sudah saatnya potensi masyarakat didaya gunakan yaitu bukan
hanya dijadikan obyek tetapi subyek atau dengan kata lain memanusiakan
masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang aktif.
Menurut Adimihardja
dan Harry (2001, 15) konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
adalah mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok
memberi kekuatan kepada masyarakat (dari, oleh, dan untuk masyarakat). dan
salah satu cara yang dipakai dalam teknik pemberdayaan ialah: Participatory
Rural Appraisal (PRA). Lebih lanjut Harry menyatakan bahwa untuk
memasyarakatkan gerakan pemberdayaan ada beberapa aspek dan tingkatan yang
perlu diperhatikan, seperti: (1) Perumusan konsep, (2) Penyusunan model, (3)
Proses perencanaan, (4) Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan dan (5)
Pengembangan pelestarian gerakan pemberdayaan.
Menurut Wahab dkk.
(2002: 81-82) ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam empowerment,
yaitu:
1.
The welfare approach, pendekatan ini mengarahkan pada
pendekatan manusia dan bukan memperdaya masyarakat dalam menghadapi proses
politik dan kemiskinan rakyat, tetapi justru untuk memperkuat keberdayaan
masyarakat dalam pendekatan centrum of power yang dilatar belakangi
kekuatan potensi lokal masyarakat.
2.
The development approach, pendekatan ini bertujuan untuk
mengembangkan proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan
keberdayaan masyarakat.
3.
The empowerment approach, pendekatan yang melihat bahwa
kemiskinan sebagai akibat dari proses politik dan berusaha memberdayakan atau
melatih rakyat untuk mengatasi ketidak berdayaan.
Sedangkan Ross
(1987:77-78) mengemukakan 3 (tiga) pola pendekatan pemberdayaan dalam rangka
peningkatan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan, yaitu:
1.
Pola pendekatan pemberdayaan masyarakat the single
function adalah program atau teknik pembangunan, keseluruhannya ditanamkan
oleh agen pembangunan dari luar masyarakat. Pada umumnya pola ini kurang
mendapat respon dari masyarakat, karena program itu sangat asing bagi mereka
sehingga inovasi prakarsa masyarakat tidak berkembang.
2.
Pola pendekatan the multiple approach, dimana sebuah
tim ahli dari luar melaksanakan berbagai pelayanan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat. Pola ini, juga tidak mampu memberdayakan masyarakat
secara optimum, karena segala sesuatu tergantung pada tim ahli yang datang dari
luar.
3.
Pola pendekatan the inner resources approach sebagai
pola yang paling efektif untuk memberdayakan masyarakat. Pola ini menekankan
pentingnya merangsang masyarakat untuk mampu mengidentifikasi keinginan dan
kebutuhan-kebutuhannya dan bekerja secara kooperatif dengan pemerintah dan
badan-badan lain untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola ini mendidik
masyarakat menjadi concern akan pemenuhan dan pemecahan masalah yang
dihadapi dengan menggunakan potensi yang mereka miliki.
Sedangkan menurut
Suharto (1997:218-219), pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan
masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang
disingkat menjadi 5P, yaitu:
1.
Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang
menghambat.
2.
Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap
kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.
3.
Perlindungan; melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok yang kuat,
menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara yang kuat dan yang
lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok
lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi
dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
4.
Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar
masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan
harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam posisi yang semakin
lemah dan terpinggirkan.
5.
Pemeliharaan; memelihara kondisi yang kondusif agar tetap
terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang
memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
E.
Tahapan Pemberdayaan Umat
Sulistiyani
(2004:83-84) menyatakan bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan
masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui
tersebut meliputi :
1.
Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku
sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2.
Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan pemberian keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3.
Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk mengantarkan
pada kemandirian.
F.
Elemen-Elemen Pemberdayaan Umat
Menurut Bartle (2002),
ada 16 (enam belas) elemen kekuatan atau pemberdayaan masyarakat yang dapat
digunakan untuk menilai proses pemberdayaan masyarakat, yaitu:
1.
Mendahulukan kepentingan umum,
2.
Kesamaan nilai,
3.
Layanan masyarakat,
4.
Komunikasi dalam masyarakat, dan diantara masyarakat dengan
pihak luar.
5.
Percaya diri,
6.
Keterkaitan (politis dan administrative),
7.
Informasi,
8.
Rintangan
9.
Kepemimpinan,.
10. Jaringan kerja,.
11. Organisasi,.
12. Kekuatan politik,.
13. Keahlian,.
14. Kepercayaan,.
15. Keselarasan,.
16. Kekayaan,
Semakin banyak masyarakat memiliki setiap elemen di atas, semakin kuat
masyarakat, semakin besar kemampuan yang dimilikinya, dan semakin berdaya
mereka.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pemberdayaan Umat
merupakan sebuah strategi yang dilakukan untuk melakukan kemandirian sosial
ekonomi masyarakat dalam jangka panjang. Sasaran yang dituju adalah masyarakat
miskin yang tidak memiliki keberdayaan secara ekonomi, sosial, budaya dan
politik
2. Konsep pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya
3. Prinsip utama dalam
mengembangkan konsep pemberdayaan umat;Pendekatan dari bawah, Partisipasi,
Konsep keberlanjutan, Keterpaduan, Keuntungan sosial dan ekonomi
4. Pemberdayaan adalah
sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan.
5. Bahwa untuk
memasyarakatkan gerakan pemberdayaan ada beberapa aspek dan tingkatan yang
perlu diperhatikan, seperti: Perumusan konsep, Penyusunan model, Proses
perencanaan, Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan dan Pengembangan
pelestarian gerakan pemberdayaan
6. Bahwa proses
belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap
7. Semakin banyak
masyarakat memiliki setiap elemen pemberdayaan, semakin kuat masyarakat,
semakin besar kemampuan yang dimilikinya, dan semakin berdaya mereka.
REF : repository.unhas.ac.id/.../1058/BAB%20I.docx?.
1 Komentar
gooddd..
BalasHapus