Subscribe Us

KAJIAN TEORI PENGARUH DISIPLIN KERJA GURU TERHADAP DISIPLIN BELAJAR PESERTA DIDIK


KAJIAN TEORI PENGARUH DISIPLIN KERJA GURU TERHADAP DISIPLIN BELAJAR PESERTA DIDIK
Dari Berbagai Sumber

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati.[1] Disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan atau kedisiplinan.[2]
Berdasarkan definisi tersebut, disiplin sekolah dapat diartikan sebagai keadaan tertib ketika guru, kepala sekolah dan staf, serta peserta didik yang tergabung dalam sekolah tunduk kepada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati. Disiplin sekolah bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan dirinya, mengatasi, dan mencegah timbulnya problem-problem disiplin, serta berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan dalam pembelajaran sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, disiplin sekolah dapat merupakan bantuan kepada peserta didik agar mereka mampu berdiri sendiri (help for self help) dalam memecahkan berbagai permasalahan sehingga dapat menggapai hasil belajar yang optimal dengan proses yang menyenangkan.[3]
Fenomena di dunia pendidikan yang muncul saat ini adalah banyaknya peserta didik yang tidak disiplin, misalnya sering datang terlambat ke sekolah, membolos, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mengikuti upacara bendera, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah berkelahi dengan teman yang terutama sering dilakukan oleh Peserta didik. Hal ini dibuktikan oleh razia Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berhasil menjaring ratusan siswa SMA/SMK yang bolos sekolah dan berkeliaran di tempat umum.[4]
Oleh karena itu, dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain dapat dilakukan dengan pembinaan disiplin sekolah. Dalam hal ini guru bertanggung jawab mengarahkan pada yang baik, harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri peserta didik, terutama disipllin diri (self discipline). Di sekolah guru yang dapat menanamkan rasa kedisiplinan baik dalam dirinya sendiri ataupun kepada peserta didiknya dapat menjalankan tugas dan tanggug jawabnya dengan baik. Tanpa adanya sikap disiplin yang dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya, maka tidak heran bila hasil akhir pembelajaran tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. Rendahnya disiplin kerja guru akan mengakibatkan buruknya mutu pendidikan di sekolah. Kedisiplinan harus ditanamkan kepada setiap individu, baik itu para guru atau pun peserta didiknya. Sebagai pendidik, segala sikap dan perilaku yang dilakukannya tentu akan dilihat dan dicontohkan oleh peserta didik nya. Jika seorang guru memiliki sikap kedisiplinan, maka tidak dapat disalahkan bila peserta didik nya juga mengikuti perilaku  sang guru yang disiplin tersebut.
Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul oleh seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya, yang mendorong semangat kerja dalam mewujudkan tujuan organisasi. Untuk itu disiplin dalam bentuk pelaksanaan peraturan sangat diperlukan bagi karyawan, guru dan peserta didik sebagai wujud nyata dari pengawasan dalam menciptakan tata tertib organisasi sekolah/madrasah. Pendidik atau guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena pendidik itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia mempunyai tanggung jawab yang amat berat dibanding pendidik pada umumnya, karena selain bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga tanggung jawab terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala.[5]
Disiplin belajar peserta didik dapat dimulai dari kebiasaan yang sering dilakukan diantaranya peserta didik  mampu mempergunakan waktu yang cukup baik, memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru, mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap organisasi kelas dan menyusun jadwal pelajaran. Bahwa dalam situasi belajar dibutuhkan disiplin, karena hanya dalam situasi disiplinlah pengetahuan, pengalaman, dan keahlian guru dapat bekerja secara efektif. Disiplin diperlukan pada saat-saat tertentu sehingga tindakan atau perintah harus ditaati tanpa bertanya.[6]

B.     Kerangka Berpikir
Disiplin pada hakikatnya merupakan salah satu unsur penting dalam keseluruhan perilaku dan kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Dengan disiplin, perilaku seorang individu atau kelompok akan lebih serasi, selaras, dan seimbang dengan tuntutan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menunjang terwujudnya kualitas hidup yang lebih bermakna.[7] Disiplin perlu untuk semua tingkat usia dan pada semua jenjang pendidikan. Namun disiplin mempunyai arti yang berbeda-beda pada tingkat unsur atau tingkat perkembangan yang berbeda. Sewaktu anak masih kecil, ia belum tahu mengenai baik atau buruk perilaku, ia membutuhkan keteladanan dari pendidik. Pendidik harus dapat menunjukkan secara konsisten (teguh) pada anak mengenai tingkah laku mana yang dinilai baik dan mana yang tidak. Melalui proses imitasi (peniruan), identifikasi (keteladanan) dan internalisasi (penyerapan) anak secara berangsur-angsur belajar mengenai nilai-nilai sosial dan susila sebagai pedoman tingkah laku. Dengan makin besarnya anak, nilai-nilai yang semula ditanamkan dan diteladankan oleh pendidikan akhirnya diinternalisasi menjadi sistem nilai anak itu sendiri yang sudah mencapai otonomi dalam menilai baik buruk perilaku.[8]
Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul oleh seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya, yang mendorong semangat kerja dalam mewujudkan tujuan organisasi. Untuk itu disiplin dalam bentuk pelaksanaan peraturan sangat diperlukan bagi karyawan, guru dan peserta didik sebagai wujud nyata dari pengawasan dalam menciptakan tata tertib organisasi sekolah/madrasah. Disiplin kerja yang baik juga mencerminkan kepribadian seorang guru yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, selain mempunyai intelektual yang tinggi dan wawasan yang luas dan berbagai kompetensi yang dimilikinya.
Guru yang selalu dapat melaksanakan tata tertib dengan baik akan memberikan contoh yang baik pula kepada peserta didiknya, sehingga peserta didik  dapat menilai antara guru yang disiplin dengan guru  yang tidak disiplin. Kedisiplinan guru ini sedikit banyak akan mempengaruhi peserta didik  tentang kinerja guru tersebut. Dengan disiplin ini pula akan menimbulkan satu dorongan tersendiri dalam diri peserta didik  untuk melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan oleh gurunya. Disiplin belajar dapat dimulai dari kebiasaan yang sering dilakukan, diantaranya peserta didik mampu mempergunakan waktu yang cukup baik, memiliki rasa tanggung jawab terhadap organisasi kelas dan menyusun jadwal pelajaran. Jika antara guru dan peserta didik telah tercipta sikap disiplin yang baik, maka dapat dipastikan bahwa proses pembelajaran yang sedang berlangsung akan berjalan dengan baik pula. Sehingga dapat mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah dicita-citakan bersama.
BAB II
LANDASAN TEORI PENGARUH DISIPLIN KERJA GURU 
TERHADAP DISIPLIN BELAJAR PESERTA DIDIK
A.    Landasan Teologis
1.      Landasan Teologis Tentang Disiplin Kerja Guru
QS. As-Syuraa (42) ayat 47:
ٱسۡتَجِيبُواْ لِرَبِّكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡم لَّا مَرَدَّ لَهُۥ مِنَ ٱللَّهِۚ

Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya.[9]

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menerangkan bahwa Dia telah memerintahkan agar manusia itu patuh dan taat serta menerima seruan Rasul-Nya, agama Allah yang disampaikan sebelum datang suatu hari yang tidak seorang pun dapat menahan, menolak dan menghalangi kedatangannya yaitu Hari Kiamat.[10]
Serta dijelaskan pula dalam Hadist yang berbunyi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memegang pundakku, lalu bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma berkata: “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”. (HR. Bukhari).[11]

 Ayat dan Hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam hidup ini kita harus menjadi manusia-manusia yang disiplin.

2.      Landasan Teologis Tentang Disiplin Belajar Peserta didik
Q.S al-Mujadalah (58) ayat 11:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِير ١١

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S al-Mujadalah (58) ayat 11).[12]

 Ayat ini menjelaskan bahwa apabila mereka berkumpul dalam suatu majlis dan sebagian mereka atau sebagian orang yang datang butuh diberikan tempat duduk agar diberikan kelapangan untuknya. Hal itu, tidaklah merugikan orang yang duduk sedikit pun sehingga tercapai maksud saudaranya tanpa ada kerugian yang diterimanya. Dan balasan disesuaikan dengan jenis amalan, barang siapa yang melapangkan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan kelapangan untuknya”.[13]
Sebagaimana dijelaskan pula dalam Hadist: Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat’’. (H.R. Bukhori Muslim).[14]

B.     Landasan Filosofis : (Hakikat Disiplin)
Disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja. Sedangkan disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan[15]. Disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan.[16]

C.    Landasan Teoritis : (Teori Determinisme Resiprok)
Landasan teori skripsi ini mengacu kepada Teori Determinisme Resiprok (Reciprocal Determinism) yang dikemukakan oleh Albert Bandura. yaitu pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral, dan lingkungan. Orang  menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu.[17]
Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut, menghasilkan perilaku berikutnya. Dari konsep ini bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan atau orang mempengaruhi perilaku.[18]

D.    Konsep Dasar
1.      Disiplin Belajar Peserta didik
a.       Pengertian Disiplin Belajar
Disiplin belajar terdiri adari dua kata yaitu disiplin dan belajar. belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dan relative mantap mencakup berbagai aspek kepribadian baik fisik/psikis, positif ataupun negatif.[19] Dan menurut Abu Ahmadi belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[20]
Belajar dalam pandangan Islam merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang relevan dengan tuntunan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak di samping tentu saja dirinya sendiri. Hal ini dilakukan untuk memperoleh derajat kehidupan yang lebih baik dunia akhirat.[21]
Ayat ini merupakan pemberian adab dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hambanya yang mukmin,  yaitu apabila mereka berkumpul dalam suatu majlis dan sebagian mereka atau sebagian orang yang datang butuh diberikan tempat duduk agar diberikan kelapangan untuknya. Hal itu, tidaklah merugikan orang yang duduk sedikit pun sehingga tercapai maksud saudaranya tanpa ada kerugian yang diterimanya. Dan balasan disesuaikan dengan jenis amalan, barang siapa yang melapangkan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan kelapangan untuknya.[22] Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang tujuannya untuk mengubah dan membentuk tingkah laku dan pola pikir baru. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti: pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu meliputi berbagai kemampuan peserta didik, yaitu:
1)      Kognitif, meliputi pengetahuan dan pemahaman.
2)      Sensorik-motorik, meliputi keterampilan melakukan rangkaian gerak-gerik badan dalam urutan tertentu.
3)      Dinamik-afektif, yang meliputi sikap dan nilai yang meresapi perilaku dan tindakan.
Disiplin bearasal dari akar kata “disciple” yang berarti belajar. Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara obyektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi.[23] Disiplin secara umum dapat diartikan sebagai pengendalian diri sehubungan dengan proses penyesuaian diri dan sosialisasi.[24]
Dengan demikian, maka disiplin merupakan suatu kepatuhan dan ketaatan yang muncul karena adanya kesadaran dan dorongan dalam diri seseorang pada suatu organisasi terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keadaan tertib.
Dari beberapa uraian di atas  dapat disimpulkan bahwa pengertian disiplin peserta didik  dalam penelitian ini adalah kesadaran dan kesediaan peserta didik  untuk mentaati setiap peraturan dan mengatur waktu dalam kehidupan sehari-hari yang berlaku di sekolah. Kesadaran dan kesediaan peserta didik  tersebut dapat diusahakan, antara lain dengan menerapkan hukuman agar peserta didik  dapat mengkoordinasikan perilakunya, sehingga setelah terbiasa maka peserta didik  tersebut akan mentaati peraturan sekolah dengan senang hati tanpa paksaan dari luar.
Jadi yang dimaksud disiplin belajar adalah suatu keadaan dimana peserta didik  itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan sebagaimana seharusnya. Dan dengan melakukan disiplin maka peserta didik  akan memperoleh perubahan tingkah laku menuju ke arah yang lebih baik yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.

b.      Macam-macam Disiplin Belajar
Macam-macam  disiplin  selama  usia  sekolah, meliputi:[25]
1)      Disiplin dalam waktu.
Kedisiplinan dalam hal ini berarti peserta didik  harus belajar untuk terbiasa dalam mengatur waktu dalam kehidupan sehari-hari. Pengaturan waktu ini menurut Conny R. Semiawan bisa bermula dari perbuatan kecil seperti tepat waktu berangkat ke sekolah dan tepat waktu dalam belajar.[26]

2)      Disiplin dalam belajar.
Peserta didik  yang mempunyai kedisiplinan dalam belajar adalah peserta didik  yang mempunyai motivasi belajar di sekolah dan di rumah, seperti dalam mengerjakan tugas dari guru dan membaca pelajaran. Dalam hal ini motivasi belajar ketika peserta didik  berada di rumah seyogyanya orang tua dapat mengadakan lingkungan yang karya simulasi mental dan intelektual dengan mengusahakan suasana dan sarana belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara spontan dapat memperhatikan dan menyatakan diri terhadap berbagai kejadian di dalam lingkungannya.
3)      Disiplin dalam bertata krama.
Adapun maksud dari disiplin dalam bertata krama adalah kedisiplinan yang berkaitan dengan sopan santun, akhlak atau etika peserta didik, baik kepada guru, teman dan lingkungan.
Untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana tingkat kedisiplinan peserta didik  dapat dilihat dari kebiasaan peserta didik  berdisiplin dalam tiga hal, yaitu disiplin dalam waktu, disiplin dalam belajar dan disiplin dalam bertata krama. Jika ketiga disiplin tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka perilaku individu/kelompok akan lebih serasi, selaras dan seimbang dengan tuntutan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menunjang terwujudnya kualitas hidup yang lebih bermakna.
c.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar
Dalam hal sikap kedisiplinan belajar, ada beberapa faktor yang datang dari dalam diri peserta didik dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar. Hal ini dapat dikatakan logis dan wajar, sebab hakikat disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan serta perubahan tingkah laku yang diminati peserta didik. Pendapat yang dikemukakan oleh Muhibin Syah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin peserta didik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1)      Faktor internal, yaitu keadaan, kondisi jasmani dan rohani peserta didik.
2)      Faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan disekitar peserta didik.
3)      Faktor pendekatan belajar, yaitu jenis upaya belajar peserta didik  yang meliputi strategis dan metode yang digunakan peserta didik  untuk melakukan kegiatan materi-materi pembelajaran.[27]

Indikator yang dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan peserta didik  antara lain:
1)      Teladan pemimpin, dalam hal ini pemimpin yang dimaksud adalah kepala sekolah dan dewan guru. Teladan pemimpin sangat diperlukan guna menerapkan kedisiplinan karena bagaimana pun juga ia adalah orang yang akan berdisiplin jika pihak pemimpin di sekolah tidak disiplin.
2)      Tujuan pendidikan, hal ini pun akan mempengaruhi karena dengan jelasnya tujuan pendidikan yang akan dicapai, tentunya akan mendorong peserta didik  lebih giat dan sungguh-sungguh dalam belajar.
3)      Pengawasan, merupakan tindakan nyata dan efektif untuk mewujudkan kedisiplinan. Dengan adanya pengawasan yang konsisten maka akan  mempengaruhi juga terhadap disiplin peserta didik  karena tentunya peserta didik  akan merasa selalu mendapat perhatian dan pengarahan apabila berbuat kekeliruan.
4)      Ketegasan, hal ini sangat dibutuhkan karena tindakan yang tegas dan berani dalam menindak perbuatan kedisiplinan peserta didik akan membuat peraturan dan guru dihormati dan disegani karena peraturan benar-benar dijalankan.
5)      Sanksi hukuman, untuk menegakkan kedisiplinan hukuman memang berperan penting karena dengan pemberian hukuman adalah alat untuk mendidik peserta didik yang tidak disiplin. Berat ringannya hukuman yang diberikan akan berperan dalam mempengaruhi baik buruknya disiplin peserta didik, semakin berat hukuman tentunya akan lebih membuat peserta didik takut melanggar peraturan sekolah.[28]
Dengan adanya rasa kesadaran diri untuk melaksanakan disiplin belajar dan didukung oleh beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin belajar yaitu: faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar, diharapkan semua kegiatan yang dilaksanakan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah dapat membuahkan hasil yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Dan dapat dikatakan bahwa kedisiplinan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan.

2.      Disiplin Kerja Guru
a.       Pengertian Disiplin Kerja
Masalah disiplin merupakan suatu hal yang penting bagi seorang guru. Tanpa adanya kedisiplinan yang besar di dalam setiap diri guru maka alam kelabu akan selalu menutupi dunia pendidikan dan pengajaran. Disiplin kerja terdiri dari dua kata yaitu disiplin dan kerja. Ada beberapa pengertian disiplin, antara lain sebagai berikut:
1)      Kreasi dan persiapan kondisi pokok untuk bekerja.
2)      Kontrol diri sendiri.
3)      Persiapan sebagai warga negara yang dewasa.
4)      Penurutan yang sadar.
5)      Melatih dan belajar tingkah laku yang dapat diterima.
6)      Sejumlah pengontrolan guru terhadap murid.
7)      Penurutan yang dipaksakan.
8)      Pengontrolan dan pengarahan energi yang menghasilkan tingkah laku yang produktif.[29]
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah penurutan terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya tujuan peraturan itu.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disiplin adalah sikap mental yang dinyatakan dengan gerak perilaku yang bersumber dari kesadaran dan kemauan seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.[30]
Disiplin adalah kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan sehingga dalam pembicaraan sehari-hari istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan keadaan tertib, suatu keadaan dimana perilaku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu”.[31]

Sesuai dengan perintah Allah Q.S.al-Ahqaaf (46) ayat 13 yang berbunyi:
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٣

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (Q.S.al-Ahqaaf (46) ayat 13).[32]

Hal ini menjelaskan  bahwa

Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal saleh.. Yakni mereka yang mengakui Tuhan mereka, menyaksikan keesaan-Nya dan menaati-Nya serta konsisten di atasnya selama mereka masih hidup, maka tidak ada kekhawatiran atas mereka terhadap keburukan yang ada di hadapan mereka dan tidak pula mereka bersedih hati terhadap yang mereka tinggalkan di belakang mereka.[33]

Kemudian dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia pengertian kerja adalah “perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil; hal pencarian nafkah”.[34] Dari definisi tersebut dapat pula diartikan bahwa kerja adalah fungsi hidup manusia untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Manusia bekerja adalah untuk menghasilkan suatu alat pemuas kebutuhannya.
Bila kedua kata tersebut yaitu kata “disiplin” dan kata “kerja” digabungkan, maka disiplin kerja dapat bermakna suasana batin yang berupa perasaan senang atau tidak senang, bergairah atau tidak bergairah, dan bersemangat atau tidak bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan. Disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja, sedangkan produktifitas merupakan keberhasilan dari suatu organisasi. Dengan demikian terdapat keterkaitan antara disiplin kerja dengan produktifitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa disiplin adalah salah satu penentu berhasil atau tidaknya tujuan organisasi.
Dan dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja guru adalah suatu ketaatan serta kepatuhan seorang pendidik dalam menjalankan segala peraturan atau tata tertib yang telah diberlakukan di sekolah dengan penuh kesadaran dari dalam dirinya. Karena guru merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas.
Guru memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembelajaran dari perilaku para peserta didiknya. Jika para guru dapat bersikap disiplin terhadap tata tertib yang ada di sekolah, maka cenderung para peserta didik  pun akan meniru sikap disiplin para gurunya tersebut. Dengan membiasakan diri untuk bersikap disiplin, maka diharapkan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diembannya dan dapat mewujudkan suasana pembelajaran yang baik.

b.      Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Guru merupakan orang tua kedua di sekolah yang diberi amanat untuk mendidik, melatih, membimbing dan mengarahkan potensi yang dimiliki peserta didik dalam mewujudkan apa yang telah dicita-citakan. Guru sebagai pendidik harus mampu memberikan pendidikan dengan sebaik-baiknya kepada peserta didik sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Secara umum guru merupakan orang yang bertanggung jawab dalam mendidik, sedangkan secara khusus guru merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[35]
Pada kenyataannya guru memiliki banyak tugas yang harus dilaksanakannya, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru dikelompokkan menjadi tiga jenis tugas guru, yaitu:
1)      Tugas Guru Dalam Bidang Profesi
Tugas guru dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.
2)      Tugas Guru Dalam Bidang Kemanusiaan
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus menjadikan dirinya orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para peserta didik. Pelajaran apapun yang hendak diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya kepada para peserta didik . Para peserta didik  akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
3)      Tugas Guru Dalam Bidang Kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila.[36]

Sedangkan menurut beberapa ahli pendidikan menyatakan bahwa tugas guru atau pendidik adalah sebagai berikut:
1)      Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.
2)      Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insan kamil) seiring dengan tujuan penciptanya.
3)      Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan.[37]
4)      Sebagai pelatih yang bertugas melatih keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran dan pembiasaan peserta didik berperilaku  positif dalam pembelajaran.
5)      Sebagai pengembang program yang bertugas membantu mengembangkan program pendidikan di sekolah dan hubungan kerjasama intrasekolah.
6)      Sebagai pengelola program bertugas membantu secara aktif dalam menjalin hubungan dan kerjasama antar sekolah dan masyarakat.
7)      Sebagai tenaga profesional bertugas melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional.[38]
Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi bangsa sehinggga terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Tanggung jawab guru dapat dijabarkan ke dalam sejumlah kompetensi yang lebih khusus, yaitu sebagai berikut:
1)      Tanggung jawab moral, setiap guru harus mampu menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral pancasila dan mengamalkannya.
2)      Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, setiap guru harus menguasai cara-cara belajar mengajar yang efektif, mampu mengembangkan kurikulum silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3)      Tanggung jawab dalam kemasyarakatan, setiap guru harus turut serta dalam mensukseskan pembangunan. Dan harus mampu membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
4)      Tanggung jawab dalam keilmuan, setiap guru harus turut serta memajukan keilmuannya khususnya yang menjadi spesifikasinya dengan penelitian dan pengembangan.[39]

Ada beberapa tanggung jawab guru yang dikemukakan oleh Departemen Agama RI, yaitu sebagai berikut:
1)      Guru harus menuntut para peserta didik belajar, tanggung jawab guru yang terpenting ialah merencanakan dan menuntut para peserta didik melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan. Guru harus membimbing peserta didik agar mereka memperoleh keterampilan-keterampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap yang serasi.
2)      Turut serta membina kurikulum sekolah guru merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karena itu sewajarnya apabila guru turut aktif dalam pembinaan kurikulum di sekolahnya. Untuk mengubah kurikulum itu tentu tak mungkin, akan tetapi dalam rangka membuat atau memperbaiki proyek-proyek pelaksanaan kurikulum, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya, tentu sangat diperlukan. paling tidak ia berkewajiban memberi saran-saran yang berguna demi penyempurnaan kurikulum pada pihak yang berwenang.
3)      Melakukan pembinaan terhadap diri peserta didik  (kepribadian, watak, dan jasmaniah), membina peserta didik agar menjadi manusia yang berwatak (berkarakter) bukanlah pekerjaan yang mudah. Mengembangkan watak dan kepribadiannya, sehingga mereka memiliki kebiasaan, sikap, cita-cita, berpikir, berani berbuat dan bertanggung jawab, ramah dan mau bekerja sama, bertindak atas dasar nilai-nilai moral yang tinggi, semuanya menjadi tanggung jawab guru. Agar aspek-aspek kepribadian ini dapat berkembang maka guru perlu menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami, menghayati situasi-situasi yang hidup dan nyata. Selain dari itu kepribadian, watak, dan tingkah laku guru sendiri akan menjadi contoh konkrit bagi peserta didik.
4)      Memberikan bimbingan kepada peserta didik, bimbingan kepada peserta didik agar mereka mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang baik, sangat diperlukan. Mereka perlu dibimbing kearah terciptanya hubungan pribadi yang baik dengan temannya dimana perbuatan dan perkataan guru dapat menjadi contoh yang hidup.
5)      Melakukan diagnosis atas kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemauan belajar, guru bertanggung jawab menyesuaikan semua situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik. Juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar dan kemajuan belajar serta melakukan diagnosis dengan cermat terhadap kesulitan dan kebutuhan peserta didik. Karena itu, guru harus mampu menyusun tes yang objektif, menggunakannya secara inteligen, melakukan observasi secara kritis serta melaksanakan usaha-usaha perbaikan (remedial), sehingga peserta didik mampu menghadapi masalah-masalah sendiri dan tercapainya perkembangan pribadi yang seimbang.
6)      Menyelenggarakan penelitian, sebagai seorang yang bergerak dalam bidang keilmuan (scientist) bidang pendidikan maka ia harus senantiasa memperbaiki cara bekerjanya. Tidak cukup sekedar melaksanakan pekerjaan rutin saja, melainkan harus juga berusaha menghimpun banyak data melalui penelitian yang kontinu dan intensif.
7)      Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif, guru tak mungkin melaksanakan pekerjaannya secara efektif, jika ia tidak mengenal masyarakat seutuhnya dan secara lengkap. Harus dipahami dengan baik tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat, dan kebutuhan masyarakat, karena perkembangan sikap, minat, apresiasi anak sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya.
8)      Menghayati, mengamalkan dan mengamankan pancasila, pancasila merupakan pandangan hidup bangsa yang mendasari semua sendi-sendi hidup dan kehidupan nasional, baik individu maupun masyarakat kecil sampai dengan kelompok sosial yang terbesar termasuk sekolah. Pendidikan bertujuan membentuk manusia pancasila sejati, yang berarti melalui pendidikan diantaranya sekolah, kita berusaha semaksimal mungkin agar tujuan itu tercapai.
9)      Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia, guru bertanggung jawab untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga yang baik. Pengertian yang baik ialah antara lain memiliki rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Perasaan demikian dapat tercipta apabila para peserta didik saling menghargai, mengenal daerah, masyarakat, adat istiadat, seni budaya, sikap, hubungan-hubungan sosial, keyakinan, kepercayaan, peninggalan-peninggalan historis setempat, keinginan, dan minat dari daerah-daerah lainnya di seluruh nusantara. Denagn pengenalan, pemahaman yang cermat maka akan tumbuh rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
10)  Turut menyukseskan pembangunan, pembangunan adalah cara yang paling tepat guna membawa masyarakat ke arah kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Pada garis besarnya pembangunan itu meliputi pembangunan dalam bidang mental spiritual dan bidang fisik materil. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang berlangsung di dalam masyarakat termasuk tanggung jawab yang efektif.
11)  Tanggung jawab meningkatkan peranan profesional guru, guru sangat perlu meningkatkan peranan dan kemampuan profesionalnya. Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh guru maka kiranya sulit bagi guru tersebut mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Peningkatan kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang diperlukan untuk merealisasikan tanggung jawabnya di luar sekolah. Kemampuan-kemampuan itu harus dipupuk dalan diri guru sejak ia mengikuti pendidikan guru sampai ia bekerja.[40]
Berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya yang rumit tersebut, guru merupakan suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus, maka tidak sembarang orang mampu menjalankannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajarkan ilmu yang dimiliki, tetapi juga mengelola ilmu itu sendiri. Selain memberikan pendidikan dan bimbingan kepada peserta didik, guru juga dijadikan sebagai suri tauladan yang harus bisa memberikan contoh yang baik bagi para peserta didik di sekolah.

c.       Fungsi dan Aspek-aspek Disiplin Kerja Guru
Sebagai kunci keberhasilan suatu sekolah/madrasah guru dituntut memiliki disiplin kerja yang tinggi. Disiplin kerja sebagai ketaatan menjalankan peraturan mempunyai bebrapa fungsi. Diantaranya disiplin berfungsi sebagai peningkatan produktivitas yang tinggi, kreatifitas dan aktifitas serta motivasi guru dalam mengajar agar tercipta proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Disisi lain disiplin kerja guru juga berfungsi untuk memperteguh guru dan memberikan kemudahan dalam memperoleh hasil kerja yang memuaskan, memberikan kesiapan bagi guru dalam melaksanakan proses kerja dan akan menunjang hal-hal yang positif dalam melakukan berbagai fungsi kegiatan dan proses kerja guru.
Dengan demikian betapa pentingnya disiplin kerja guru. Sehingga jelas guru yang memiliki disiplin kerja diharapkan mampu meningkatkan produktifitas kerja. Jadi, produktifitas kerja ditentukan oleh disiplin kerja.
Disiplin kerja guru akan berfungsi apabila guru memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1)      Hadir dan pulang tepat waktu.
2)      Menandatangani daftar hadir.
3)      Membuat program dan persiapan sebelum mengajar.
4)      Melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
5)      Melaksanakan penilaian terhadap pelaksanaan KBM.
6)      Menyelesaikan administrasi kelas dan sekolah secara baik dan teratur.
7)      Memelihara dan menciptakan lingkungan kerja dan belajar yang menyenangkan.[41]
Dari uraian tersebut terlihat jelas bahwa antara disiplin dan kerja terdapat hubungan yang sangat erat sehingga satu sama lain sangat mempengaruhi. Disiplin yang tinggi akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi, begitu juga sebaliknya disiplin yang rendah akan menghasilkan semangat kerja yang rendah pula.
d.      Upaya Meningkatkan Disiplin Kerja Guru
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan disiplin kerja guru antara lain:
1)      Disiplin membawa proses kinerja ke arah produktivitas yang tinggi atau menghasilkan kualitas kerja tinggi.
2)      Disiplin sangat berpengaruh terhadap kreativitas dan aktivitas kinerja tersebut.
3)      Disiplin memperteguh guru di sekolah dasar untuk memperoleh hasil kerja yang memuaskan.
4)      Disiplin memberi kesiapan bagi guru sekolah dasar melaksanakan proses kinerja.
5)      Disiplin akan menunjang hal-hal positif dalam melakukan berbagai kegiatan dan proses kerja.[42]
Dari  uraian  di atas  jelaslah  bahwa  antara  disiplin  dan  kerja  terdapat hubungan yang sangat erat, sehingga satu sama lain sangat mempengaruhi. Disiplin yang tinggi akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi, dan sebaliknya semangat kerja yang tinggi akan menghasilkan disiplin yang tinggi pula.

e.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Guru
Agar seseorang dapat melaksanakan disiplin maka pemimpin harus memperhatikan beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, antara lain:
1)      Faktor kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan/tindakan dan tingkah laku orang lain. Oleh sebab itu guru selaku pemimpin diharapkan mampu menggerakkan dan mempengaruhi serta membina peserta didik agar dapat belajar dengan disiplin yang tinggi guna mencapai tujuan KBM yang efektif.
2)      Faktor kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan merupakan suatu tujuan dari semua tingkah laku manusia (guru) dalam segala kegiatan/pekerjaan, kebutuhan manusia yang diperlukan adalah kebutuhan yang materil dan moril. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi dengan baik, maka hal itu merupakan andil yang cukup besar bagi usaha menegakkan disiplin guru dan diharapkan semua kewajiban sebagai tenaga pengajar akan berjalan baik. Namun sebaliknya, jika kebutuhan tersebut terabaikan maka individu guru akan berusaha mencapainya dengan cara-cara yang cenderung melanggar disiplin.

3)     Faktor pengawasan
Faktor pengawasan/controlling sangat penting dalam usaha mendapatkan disiplin kerja yang tinggi. Pengawasan hendaknya dilaksanakan secara efektif, jujur dan objektif. Pengawasan perlu dilaksanakan untuk menegakkan disiplin kerja guru yang sifatnya memang membantu setiap personil agar selalu melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.[43]

3.      Peran Guru dalam Menanamkan Disiplin Peserta didik
Disiplin adalah kekuatan yang ditanamkan oleh para pendidik untuk menanamkan dalam jiwa tentang tingkah laku dalam pribadi peserta didik dan bentuk kebiasaan dalam diri mereka, tunduk dan patuh dengan sebenar-benarnya pada aturan-aturan yang sesuai dengan prinsip pendidikan yang sesungguhnya yaitu inti yang dijalankan pada setiap aktivitas sekolah.[44] Bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta melalui proses latihan yang dikembangkan menjadi serangkaian perilaku  yang di dalamnya terdapat unsur-unsur ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketertiban dan semua itu dilakukan sebagai tanggung jawab yang bertujuan untuk mawas diri
Disiplin kerja guru akan mempengaruhi prestasi dan produktifitas kerjanya. Sebagai guru yang selalu berhadapan dengan peserta didik, sikap dan tingkah laku guru sangatlah berpengaruh pada peserta didik. Sebagai guru yang memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama dalam diri peserta didik sebagai usaha membentuk watak dan kepribadian peserta didik. Disiplin kerja yang ditunjukkan oleh guru tentunya dapat diterapkan juga pada disiplin belajar peserta didik.
Pendidikan agama yang harus diajarkan oleh guru kepada peserta didik  dengan fungsi pendidikan sebagai upaya penanaman nilai-nilai bagi pembentukan watak dan kepribadian peserta didik  akan terwujud. Baik dalam pembentukan sikap, perilaku dan pribadi peserta didik yaitu keimanan (akidah), ibadah, dan akhlak.[45]
Dalam membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik  terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.[46]
Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri peserta didik, baik perkembangan fisik maupun mental.
Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin jika seorang guru tidak menunjukkan sikap disiplin. Selain itu guru juga harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masalah yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah “pepat di luar runcing di dalam”.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorng melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik dan masyarakat.
Lebih tinggi lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak dan penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yng masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat remaja).[47]
Karena itu, guru digambarkan sebagai pembawa pemikiran dan dakwah, yang berusaha ke arah tersebut dan mencari metode yang efektif serta cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Guru juga harus disifati dengan segenap sifat dan dengan sikap kesabaran, kelembutan, keikhlasan serta dedikasinya dalam pekerjaan. Seorang guru hendaknya dapat meneladani sifat dan sikap para Nabi dan Rasul Allah, khususnya Nabi Muhammad SAW, karena pada diri beliau terdapat suri teladan yang baik.
Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala Q.S. al-Ahzab (33) ayat 21 yang berbunyi:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَة لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala. (Q.S. al-Ahzab (33) ayat 21).[48]

Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga jika terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera di atasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.
Aktivitas di sekolah yang mengandung gejala-gejala pendidikan antara lain adalah organisasi intra pelajar, palajaran olahraga, kerja bakti, baris berbaris, kepramukaan, keterampilan dan sebagainya, dan kesemuanya itu mengharuskan peserta didik untuk berdisiplin dan meningkatkan profesionalnya.
Sebagai pendidik/fasilitator belajar, guru harus mampu menerapkan kepemimpinannya dalam rangka mendorong, memotivasi dan mempengaruhi peserta didik agar dapat belajar lebih baik, lebih bersemangat dan berdisiplin belajar yang tinggi. Bila seorang guru dapat menunjukkan disiplin kerja yang baik, peserta didik akan merasa kagum dan terdorong untuk mengikutinya. Dengan demikian dapat diharapkan peserta didik akan memiliki sifat disiplin belajar yang tinggi juga, sebab disiplin kerja yang baik yang ditunjukkan guru dapat menjadi motivasi bagi peserta didik  untuk berbuat baik terutama meningkatkan disiplin dalam belajar guna meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Dan perlu diingat oleh setiap guru, bahwa hubungan antara murid dan guru hendaknya berdasarkan pengertian dan kasih sayang, sehingga murid itu hormat dan sayang kepada gurunya, dan bukan karena takut ataupun benci. Hubungan yang baik itu akan membantu kecintaan anak terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya. Dengan demikian hasil pendidikan akan jauh lebih baik dari pada hubungan yang berdasarkan takut dan benci.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam menanamkan disiplin peserta didik adalah sebagai pembimbing, teladan, pengawas dan pengendali.


BAB V
PENUTUP
1.      Kepada Kepala Sekolah agar lebih memperhatikan keadaan guru dan peserta didik  dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang berlaku di sekolah terutama dalam hal disiplin, baik itu disiplin guru ataupun disiplin peserta didik. Dan hendaknya dapat merealisasikan kesejahteraan bagi para guru terutama guru dan penghargaan kepada guru yang telah melaksanakan disiplin dengan baik selain dari penghargaan bagi guru yang berprestasi.
2.      Kepada Guru yang telah memiliki disiplin kerja yang tinggi, agar senantiasa meningkatkan kondisi tersebut. Selanjutnya karena disiplin kerja guru tidak selamanya bersifat permanent, maka Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan kependidikan di sekolah, sehingga para guru merasa terkontrol dan termotivasi untuk selalu mempertahankan disiplin kerjanya dengan baik.
3.      Kepada guru BP/kesiswaan agar lebih memberikan bimbingan dan pengawasan kepada peserta didik, memberikan hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan peserta didik. Selain itu memberikan perhatian yang sama kepada peserta didik, agar tidak terjadi kecemburuan sosial kepada seluruh peserta didik, terlepas dari apakah peserta didik tersebut bermasalah atau tidak, memperhatikan setiap perilaku peserta didik, banyak mengadakan pertemuan dengan wali murid dan guru sehingga terjalin komunikasi yang baik dalam menangani masalah-masalah peserta didik.
4.      Kepada orang tua agar lebih memperhatikan keadaan anak,baik di rumah ataupun di sekolah. Penanaman disiplin tidak hanya dapat dilakukan dengan pemberian hukuman kepada anak, tetapi juga dapat dilakukan dengan kasih sayang, seperti memberikan pujian kepada anak ketika mendapat nilai bagus di sekolah, memperbaiki perkataan anak ketika anak berbicara dengan kata-kata yang tidak baik dan lainnya.
5.      Kepada peserta didik agar selalu meningkatkan disiplin, baik disiplin di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakat. Bagi peserta didik yang telah memiliki disiplin belajar yang baik dapat mempertahankannya sehingga prestasi belajar dapat tercapai dengan baik. Sedangkan bagi peserta didik yang memiliki disiplin belajar yang kurang baik, dapat memperbaikinya dengan meningkatkan disiplin belajar agar dapat berhasil dalam menyelesaikan jenjang pendidikan. Tanpa kita sadari bahwa disiplin merupakan sebuah kunci keberhasilan dan tujuan pendidikan.

A.    Rekomendasi
Setelah melakukan penelitian, membahas dan kemudian menyimpulkan hasil penelitian, di akhir skripsi ini penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
1.      Bagi Kepala Sekolah, hendaknya memberikan penugasan secara komprehensif  kepada guru BK/kesiswaan untuk aktif dalam keseluruhan proses kegiatan di sekolah.
2.      Bagi Guru Bimbingan/Kesiswaan,  Aktif dalam menyusun program untuk membantu meningkatkan&menjaga tingkat kedisiplinan melalui penerapan program layanan bimbingan bagi peningkatan disiplin menangani secara tepat peserta didik yang mengalami permasalahan dalam kedisiplinan.

DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004).
Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Syafii, Kilid 2,  2003).
Ahmadi, Abu. Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
Al-Rasidin dan Nizar Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Ciputat Press, 2005).
Arikunto, Suharsimi. Metodologi Penelitian. Penerbit, (Jakarta. PT. Rineka Cipta. 2002).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006, Cet. 13).
Aritonang, Lerbin R Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru Dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK  Penabur”,. dalam Jurnal Pendidikan Penabur. No 4. Th IV./ 2005.
Departemen Agama Direktorat Jendaral Kelembagaan Agama Islam, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta; 2005).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya; Duta Ilmu, 2009).
Djamarah, & Bahri, Syaiful Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta;  Rineka Cipta, 2000, Cet. 1).
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, (Jakarta; Bumi Aksara, 2005, Cet. 4).
Harian Pikiran Rakyat, edisi 29/03/2011.
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta; Gunung Agung, 1990).
HR. Bukhari, Kitab Ar Riqaq.
Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1973).
Kasmisa. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika, 1997.
Marwan bin Musa Abu Yahya, Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan, (www.tafsir.web.id).
Mulyasa, E.  Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta; Bumi Aksara, 2009).
Mulyasa, E. Menjadi  Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif  dan Menyenangkan, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005).
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2007).
Munandar, Utami.  Menanamkan  Disiplin  dan  Memberi  Hukuman  Pada  Anak “Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, (Ciputat; Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet. 1).
Poerwadaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1997).
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Cet. 10, 1995).
Rusyan, Tabrani. Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar, (Jakarta; Cipta Nusantara, 2001).
Sarwono, Jonathan Analisis Data Penelitian Dengan Menggunakan SPSS, (Yogyakarta; Andi Offset, 2006).
Satrock, John W. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Media Group, 2007).
Semiawan, Conny R. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta, Prenhalindo, 2002).
Shaleh, Abdul Rahman. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005).
Soekanto, Soerjono. Remaja dan Masalahnya, (Jakarta; Balai Pustaka, 1990, Cet. 2).
Subari. Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta, Bumi Aksara, Cet. I).
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2004).
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Reseach and Development, Bandung: Alfabeta, 2008).
Surya Mohammad Bina Keluarga, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003).
Syah, Muhibin. Psikologi Belajar, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet. 3).
Syamsu Yusuf, “Disiplin Diri dalam Belajar dihubungkan dengan Penanaman Disiplin yang Dilakukan Orang Tua dan Guru”. Dalam Tesis Magister pada FPS IKIP Bandung: tp, 1989.
Tu’u, Tulus. Peranan Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Peserta didik, (Jakarta, Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2004).
UIN Malang, Pengantar Psikologi Kepribadian Non-Psikoanalitik, (Buku Ajar UIN Malang).
Uzer. Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. 17).
Wursanto, IG. Dasar-dasar Manajemen Personalia,, (Jakarta; Pustaka Dian, 1988).
Zuhairini. Dkk. Metode Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,1983)  hlm. 34.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2007, Cet. 2).



[1] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta; Bumi Aksara, 2009); Hlm.  191.
[2] Tulus Tu’u, Peranan Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Peserta didik , (Jakarta, Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2004);  hlm.  31.
[3] E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta; Bumi Aksara, 2009); Hlm.  191-192.
[4] Harian Pikiran Rakyat, edisi 29/03/2011
[5] Zuhairini. Dkk. Metode Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,1983)  hlm. 34
[6] Syamsu Yusuf, “Disiplin Diri dalam Belajar dihubungkan dengan Penanaman Disiplin yang Dilakukan Orang Tua dan Guru”. Dalam Tesis Magister pada FPS IKIP Bandung: tp, 1989, hlm. 60.
[7] Mohammad Surya, Bina Keluarga, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003); hlm. 129.
[8] Utami Munandar, Menanamkan Disiplin dan Memberi Hukuman Pada Anak “Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anakdan Remaja”, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001); hlm. 110.

[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya; Duta Ilmu, 2009); hlm. 703.
[10] Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Syafii, Kilid 2,  2003); hlm. 266.
[11] HR. Bukhari, Kitab Ar Riqaq
[12] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya; Duta Ilmu, 2009); hlm. 795.
[13] Marwan bin Musa Abu Yahya, Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan, (www.tafsir.web.id); Jilid 4 hlm.  248
[14]  HR. Bukhari Muslim
[15] Lerbin R Aritonang,.Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru Dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK  Penabur”,. dalam Jurnal Pendidikan Penabur. No 4. Th IV./ 2005, hlm. 3-4
[16]  Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 142
[17] UIN Malang, Pengantar Psikologi Kepribadian Non-Psikoanalitik, (Buku Ajar UIN Malang); hlm.  21
[18] John W. Satrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Media Group, 2007), hlm. 35
[19] Purwanto, M. Ngalim,  Psikologi Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Cet. 10, 1995); Hlm.  84-85.
[20] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, (Jakarta; Rineka Cipta, 1991); Hlm.  21.
[21] Q.S al-Mujadalah (58) ayat 11
[22] Marwan bin Musa Abu Yahya, Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan, (www.tafsir.web.id); Jilid 4 hal 248.
[23] “Definisi Disiplin Kerja”, dari  http://indonetasia.com,  tgl. 8 Februari 2015
[24] Munandar, Utami.  Menanamkan  Disiplin  dan  Memberi  Hukuman  Pada  Anak “Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, (Ciputat; Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet. 1); Hlm.  109.
[25] Conny R Semiawan,. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta, Prenhalindo, 2002); Hlm.  85
[26] Ibid,  Hlm.  95.
[27] Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet. 3); Hlm.  130.
[28] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta; Gunung Agung, 1990);  Hlm.  191-194.
[29] Subari, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta, Bumi Aksara, Cet. I);  Hlm.  163-164.
[30] Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1997);  Hlm.  53.
[31] Soerjono Soekanto, Remaja dan Masalahnya, (Jakarta; Balai Pustaka, 1990, Cet. 2); Hlm.  79.
[32] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya; Duta Ilmu, 2009); hlm. 728.
[33] Marwan bin Musa Abu Yahya, Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan, (www.tafsir.web.id), Jilid 4 Hlm.  93
[34] Kasmisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya; Kartika, 1997); Hlm.  310.
[35] Al-Rasidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Ciputat Press, 2005);  Hlm.  41.
[36] Usman, Uzer. Menjadi Guru Profesional, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. 17);  Hlm.  7.
[37] Ibid Hlm.  44.
[38] Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2007); Hlm.  20.
[39] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta; Bumi Aksara, 2005);  Hlm.  39-42.
[40] Departemen Agama Direktorat Jendaral Kelembagaan Agama Islam, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta; 2005); Hlm.  76-84.
[41] A.M, Sardiman. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004); Hlm.  47.
[42] Tabrani Rusyan, Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar, (Jakarta; Cipta Nusantara, 2001); Hlm.  56.
[43] Wursanto, IG. Dasar-dasar Manajemen Personalia,, (Jakarta; Pustaka Dian, 1988); Hlm.  151.
[44] Mahmud Yunus dan Muhammad Qosim Bakri,“At Tarbiyah wa Ta’lim“ Juz II, (Ponorogo: Darussalam Pers, 1991); hlm. 36.
[45] Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005); Hlm.  261.
[46] Mulyasa, E. Menjadi  Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif  dan Menyenangkan, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005); Hlm.  173.
[47] Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta;  Rineka Cipta, 2000, Cet. 1); Hlm.  40-41.
[48] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya; Duta Ilmu, 2009); hlm. 596.

Posting Komentar

0 Komentar