PENGARUH MANAJEMEN
SARANA PRASARANA TERHADAP KINERJA GURU
Kajian Dari Berbagai
Sumber
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu peserta didik menuju era
globalisasi yang penuh dengan tantangan, sehingga perlu didasari bahwa
pendidikan merupakan sesuatu yang fundamental bagi setiap individu. Oleh karena
itu keberadaan pendidikan tidak dapat diabaikan terutama dalam memasuki era
persaingan yang semakin ketat, tajam dan berat pada abad millenium ini.[1]
Jika pendidikan suatu bangsa baik maka baik pulalah
generasi penerusnya. Sementara itu, baik atau tidaknya pendidikan di suatu
bangsa dapat dilihat dari pelaksanaan serta orientasi sistem pendidikan
tersebut. Semakin jelas pendidikan itu, maka semakin tampak pula perkembangan
dan kemajuan suatu bangsa.
Sistem
Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.[2] Berdasarkan
pasal 3 Bab II Undang – Undang Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
tentang pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah
satu komponen penting di sekolah yang dapat menunjang kelancaran proses belajar
mengajar adalah guru sebagai salah satu sumber daya di sekolah memiliki peran
penting dalam meningkatkan kualitas peserta didik. Guru bertugas membimbing dan
mengarahkan cara belajar peserta didik agar mencapai hasil optimal. Oleh karena
itu, kinerja guru selalu menjadi perhatian karena merupakan faktor penentu
dalam meningkatkan prestasi belajar. Ia sangat berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah. Rendahnya kinerja guru akan berpengaruh
terhadap kualitas kelulusan peserta didik yang pada akhirnya berpengaruh pula
terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
Faktorfaktor
yang berpengaruh terhadap kinerja guru antara lain adalah kemampuan dasar yang
dimiliki guru itu sendiri. Sejumlah kemampuan dasar yang dikuasahi guru adalah:
(1) menguasahi landasanlandasan pendidikan, (2) menguasai bahan pelajaran, (3)
kemampuan mengelola program belajar mengajar, (4) kemampuan mengelola kelas,
(5) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, (6) menilai hasil belajar peserta
didik, (7) kemampuan mengenal dan menerjemahkan kurikulum, (8) mengenal fungsi
dan program bimbingan penyuluhan, (9) memahami prinsipprinsip dan hasil
pengajaran, dan (10) mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.[3]
Sarana dan prasarana sekolah harus memenuhi standar
minimum. Dalamhal
ini dapat dilihat dalam
Permendiknas Nomor 24
Tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa standar sarana dan prasarana untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs.), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) mencakup
kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana. Penilaian untuk
akreditasi sekolah berkenaan dengan sarana dan prasarana harus memenuhi standar
sarana dan prasarana minimum.
Keberhasilan program pendidikan melalui
proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di
antaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai
disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan
prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama
dalam menunjang proses pembelajarandi sekolah, untuk itu perlu dilakukan
peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.[4]
Sarana prasarana pendidikan adalah semua benda
bergerak maupun yang tidak bergerak, yang diperlukan untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak
langsung.[5]
Manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana
sekolah dan sarana bagi pembelajaran. Manajemen sarana oleh kepala sekolah
meliputi ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, ketersediaan
belajar bagi peserta didik, pemanfaatan sumber belajar oleh peserta didik,
serta penataan ruanganruangan yang dimiliki. Sarana yang diatur dengan baik akan menampilkan
kenyamanan, keindahan, dan kemudahan dalam menggunakannya.[6]
Dirjen
Dikdasmen Depdinas telah mengeluarkan Buku Pedoman Standar Nasional Pendidikan.
Standar prasarana pendidikan ditingkat SMP mencakup persyaratan minimal tentang
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tatausaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kantin, tempat berolah
raga, tempat ibadah, tempat bermain. Standar sarana pendidikan di SMP mencakup
persyaratan minimal tentang perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
dan buku.
Keberadaan sarana dan prasarana mutlak dibutuhkan
dalam proses pendidikan, sehingga termasuk ke dalam komponen-komponen yang
harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan. Tanpa sarana dan prasarana
pendidikan, proses pendidikan akan mengalami kesulitan yang sangat serius,
bahkan bisa menggagalkan pendidikan.[7]
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral
dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Perencanaan,
merupakan suatu proses kegiatan untuk
menggambarkan sebelumnya hal-hal yang akan dikerjakan kemudian dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[8]
Pengadaan, merupakan serangkaian
kegiatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai
dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu
maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.[9]
Pemeliharaan mencakup segala daya upaya yang terus menerus untuk mengusahakan
agar peralatan tersebut tetap dalam keadaan baik.[10]
Proses
manajamen sarana dan prasarana diawali dengan perencanaan. Proses perencanaan dilakukan untuk mengetahui sarana
dan prasarana apa saja yang dibutuhkan di lembaga pendidikan. Proses berikutnya
adalah pengadaan, yaitu serangkaian
kegiatan menyediakan berbagai jenis sarana dan prasarana sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan. Proses selanjutnya adalah pengaturan. Dalam pengaturan terdapat kegiatan inventarisasi,
penyimpanan dan pemeliharaan. Kemudian selanjutnya adalah proses penggunaan,
yakni pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses
pendidikan. Dalam proses ini harus diperhatikan prinsip efektivitas dan
efisiensinya. Terakhir adalah proses penghapusan,
yakni kegiatan menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventarisasi.[11]
Tanpa
manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal,
efektif dan efisien. Sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Kahfi (18) ayat
103-104 : “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang
paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.[12]
Konsep
tersebut berlaku di semua lembaga pendidikan atau institusi yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efisien.[13]Maksud
efektif dan efisien adalah berhasil guna dan berdaya guna. Artinya, bahwa
manajemen yang berhasil maka akan mencapai tujuan dengan penghematan tenaga,
waktu dan biaya.
Terkait
dengan hal di atas, proses pendidikan untuk menghasilkan out put yang berkualitas, tidak terjadi begitu
saja dalam suatu lembaga pendidikan. Tetapi ini memerlukan suatu yang efektif
dan efisien. Kualitas yang baik dalam suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh
suatu perencanaan yang baik dalam suatu manajemen. Oleh karena itu, dalam
menentukan tujuan yang baik dalam suatu lembaga pendidikan supaya menghasilkan out
put yang berkualitas,
maka dibutuhkan pengelolaan manajemen yang
baik.
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan
dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan, baik bagi guru maupun peserta yang berada di
sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas
belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan
kebutuhan,
serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan
pembelajaran, baik oleh guru sebagai pengajar, maupun peserta didik sebagai
pelajar.[14]
Sekolah dituntut untuk memiliki
kemandirian dalam mengatur dan mengurus kebutuhan sekolah menurut kebutuhan, berdasarkan aspirasi dan
partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang
undangan pendidikan nasional yang berlaku.[15]
Untuk mewujudkan dan mengatur
hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah
(PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan, pasal 1 ayat
(8) mengemukakan standar sarana dan prasarana adalah Standar Nasional
Pendidikan yang berkaitan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olah
raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran. Termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi. pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa;
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Bagi pengambil kebijakan di
sekolah, pemahaman tentang sarana dan prasarana akan membantu memperluas
wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam merencanakan, menggunakan dan
mengevaluasi sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat dimanfaatkan dengan
optimal guna mencapai tujuan pendidikan.
Sarana adalah hal yang
berkaitan langsung dengan proses pendidikan seperti gedung, ruang
belajar/kelas, alat-alat/media pendidikan, meja, kursi dan sebagainya.
Sedangkan prasarana adalah
sesuatu yang tidak berkaitan langsung seperti
halaman, kebun, taman dan jalan menuju sekolah.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen
pendidikan yang harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa ;
1)
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2)
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, runag bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang atau tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.[16]
Standar sarana dan prasarana
pendidikan sekolah dasar dan menengah dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs.) dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Menurut
Nana Sudjana guru itu dituntut untuk mempunyai keprofesionalan diri sebagai
pelajar.[17]
Hadari Nawawy mengatakan bahwa jabatan
guru adalah sebagai suatu profesi yang menuntut keahlian dan keterampilan
khusus dibidang pendidikan dan pengajaran.[18]
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan
dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan, baik bagi guru maupun peserta yang berada di
sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas
belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan
kebutuhan,
serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan
pembelajaran, baik oleh guru sebagai pengajar, maupun peserta didik sebagai
pelajar.[19]
Standarisasi
sarana dan prasana sekolah dapat diartikan sebagai suatu penyesuaian bentuk,
baik spesifikasi, kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana sekolah dengan
kriteria minimum yang telah ditetapkan untuk mewujudkan transparasi dan
akuntabiltas publik serta meningkatkan kinerja penyelenggara sekolah atau
madrasah.[20]
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas
mengatur serta menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan
kontribusi pada proses pendidikan secara optimal dan berarti. Kegiatan
pengelolaan ini meliputi, perencanaan,
pengadaan, pengawasan, penyimpanan, inventarisasi, penghapusan serta penataan.[21]
Penataan
lingkungan dalam kompleks lembaga pendidikan Islam seharusnya rapi, indah,
bersih, anggun dan asri.[22]
Keberhasilan guru dalam kegiatan pembelajaran
ditunjang oleh kelengkapan sarana prasarana sebagau penunjang sumber belajar
yang ada di sekolah. Kegiatan belajar mengajar perlu ditunjang oleh adanya
bukubuku yang diperlukan dan sarana belajar lainnya. Secara rasional kegiatan
pembelajaran terlaksana secara optimal, apabila sumber belajarnya lengkap dan
berfungsi menunjang kegiatan tersebut. Kelengkapan sumber belajar belum
menjamin terlaksananya kegiatan pembelajaran yang optimal.
Dengan
demikian, demi tercapainya tujuan pendidikan maka kelengkapan sarana dan
prasarana di lembaga pendidikan sangatlah penting dalam pengelolaannya.
BAB II
LANDASAN TEORI PENGARUH MANAJEMEN SARANA PRASARANA TERHADAP
KINERJA GURU
A.
Landasan Teologis
Landasan teologis adalah sebuah landasan
yang diambil dari sudut pandang agama, baik dari Al-Qur’an, Hadits, ataupun keterangan-keterangan
lainnya.
1.
Landasan
teologis tentang kompetensi guru
Kompetensi Guru merupakan kewenangan guru untuk melaksanakan
serangkaian tugasnya dalam kegiatan relajar mengajar. Dan ini adalah salah satu
kunci keberhasilan pendidikan. Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi
orang-orang yang bertakwa, baik tersurat maupun tersirat telah banyak
memberikan inspirasi terkait konsep pendidikan, tidak terkecuali ayat-ayat yang
menjelaskan tentang kompetensi guru khususnya QS. an-Najm (53) ayat 5-10. :
عَلَّمَهُۥ شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ
٥ ذُو مِرَّةٖ فَٱسۡتَوَىٰ ٦ وَهُوَ بِٱلۡأُفُقِٱلۡأَعۡلَىٰ
٧ ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ ٨ فَكَانَ
قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ ٩
فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ ١٠
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril)
yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan
diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi, Kemudian dia
mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad
sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi, Lalu dia menyampaikan
kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (QS.
an-Najm (53) ayat 5-10).[23]
Kompetensi yang
harus dimiliki guru menurut al-Qur’an surat an-Najm ayat 5-10 adalah memiliki
kepribadian seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW., menguasai
dan memanfaatkan teknologi informasi dan komuniikasi guna pengembangan diri dan
ilmu pengetahuan dan memilki kemampuan karya tulis guna pengembangan ilmu
pengetahuan dan media komunikasi dengan orang lain. Adapun Kompetensi Guru dalam Surat an-Najm ayat 5-10 yakni:
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Sosial dan Kompetensi
Profesional.
2. Landasan teologis tentang manajemen sarana prasarana
Sarana dan prasarana adalah sarana sekolah dan sarana
bagi pembelajaran. Menurut Aan Komariah ; Manajemen sarana oleh kepala sekolah meliputi
ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, ketersediaan belajar
bagi peserta didik, pemanfaatan sumber belajar oleh peserta didik, serta
penataan ruanganruangan yang dimiliki. Sarana yang diatur dengan baik akan
menampilkan kenyamanan, keindahan, dan kemudahan dalam menggunakannya[24].
Pada skripsi ini
penulis mengambil landasan teologis dari beberapa ayat, Firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an Surat al-kahfi (18) ayat 103-104 :
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ
أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ
يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ١٠٤
Katakanlah: "Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.( Al-Qur’an Surat al-kahfi (18) ayat 103-104).[25]
Dijelaskan pula dalam Al – Hadist:
”Dari Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah membuatkan
kami garis dan bersabda, ”Ini jalan
Allah.” Kemudian membuat garis-garis di
sebelah kanan dan kirinya,
dan bersabda, ”Ini adalah jalan-jalan
(setan).” Yazid berkata, ”(Garis-garis) yang berpencar-pencar.”
Rasulullah SAW bersabda, ”Di setiap jalan ada setan
yang mengajak kepadanya. (HR. Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abdullah bin
Mas’ud).[26]
B.
Landasan Filosofi
Secara
etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu
philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Hakikat Manajemen sarana prasarana adalah:
1.
Perencanaan, merupakan suatu proses kegiatan untuk
menggambarkan sebelumnya hal-hal yang akan dikerjakan kemudian dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. [27]
2.
Pengadaan, merupakan serangkaian kegiatan untuk
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan
kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun
tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.[28]
3.
Pemeliharaan mencakup segala daya upaya yang terus menerus untuk
mengusahakan agar peralatan tersebut tetap dalam keadaan baik.[29]
C. Landasan
Teoritis
Landasan teoritis dari skripsi ini mengacu
kepada teori manajemen
sarana prasarana Barnawi & Arifin yang menyatakan bahwa : “proses-proses
yang dilakukan dalam upaya pengadaan dan pendayagunaan, meliputi perencanaan,
pengadaan, pengaturan, penggunaan, dan penghapusan”.[30] Bahwa proses
manajemen sarana dan prasarana terdiri dari lima tahap, yaitu: perencanaan,
pengadaan, pengaturan, penggunaan, dan penghapusan. Kelima proses tersebut
harus dilaksanakan secara terpadu dan sinergi, sehingga dapat membentuk sebuah
siklus dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan.[31]
Serta teori kebutuhan dari Abraham Maslow, Maslow
menerangkan lima tingkatan kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut :[32]
1.
Basic needs atau
kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan yang paling penting seperti kebutuhan
akan makanan. Dominasi kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding
dengan kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhan-kebutuhan lain.
2.
Safety needs atau
kebutuhan akan keselamatan, merupakan kebutuhan yang meliputi keamanan,
kemantapan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan;
kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas kekuatan pada diri,
pelindung dan sebagainya.
3.
Love needs atau
kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, merupakan kebutuhan yang muncul setelah
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan telah terpenuhi. Artinya orang
dalam kehidupannya akan membutuhkan rasa untuk disayang dan menyayangi antar
sesama dan untuk berkumpul dengan orang lain.
4.
Esteem needs atau
kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan
atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang
kuat yang biasanya bermutu tinggi akan rasa hormat diri atau harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Kebutuhan ini di bagi dalam dua peringkat :
a.
Keinginan akan kekuatan, akan
prestasi, berkecukupan, unggul, dan kemampuan, percaya pada diri sendiri,
kemerdekaan dan kebebasan.
b.
Hasrat akan nama baik atau gengsi
dan harga diri, prestise (penghormatan dan penghargaan dari orang lain),
status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian dan martabat.
5.
Self
Actualitation needs, atau kebutuhan akan perwujudan
diri, yakni kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya
D. Konsep
Dasar
1. Kinerja Guru
a.
Pengertian Kinerja Guru
Mangkunegara
mendefinisikan “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya”.[33]Sturman
yang dikutip Hendrawan mengemukakan “ kinerja adalah suatu konstruk
multimensional yang sangat kompleks, dengan banyak perbedaan dalam arti
tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana dievaluasi, dan aspek
apa yang dievaluasi”. [34]
Bernadine dan Russel dalam Sulistiyani
dan Rosidah juga mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Sulistiyani
dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan,
usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.[35] Manfaat
penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara
keseluruhan. Melalui penilaian tersebut, maka dapat diketahui bagaimana hasil
rill pegawai dilihat dari kinerja dan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Adapun manfaat penilaian menurut
Sulistiyani dan Rosidah adalah:
1)
Untuk mengetahui tujuan dan sasaran
manajemen dan pegawai
2)
Memotivasi pegawai untuk memperbaiki
kinerja
3)
Mendistribusikan reward dari organisasi
atau instansi yang berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil
Berdasarkan pengertian tentang
kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau taraf
kesuksesan yang dicapai seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria
tertentu dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu terutama atasan pegawai yang
bersangkutan.
Guru adalah salah satu
komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam
usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.[37]Guru
adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan
anak didik, menunjang hubungan sebaik-baiknya, dalam kerangka menjunjung
tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama,
kebudayaan dan keilmuan.[38]
Menurut Nana
Sudjana guru itu dituntut untuk mempunyai keprofesionalan diri sebagai pelajar.[39]
Hadari Nawawy mengatakan bahwa jabatan guru adalah sebagai suatu profesi yang
menuntut keahlian dan keterampilan khusus dibidang pendidikan dan pengajaran.[40]
Dari pengertian tersebut bahwa sebagai tenaga pendidik
yang memiliki kemampuan kualitatif, guru harus menguasaiilmu keguruan dan mampu
menerapkan strategi pembelajaran untuk mengantarkan peserta didiknya pada
tujuan pendidikan, dalam hal ini pendidikan agama misalnya, yaitu terciptanya
generasi mukmin yang berkepribadian ulu albab dan insan kamil
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat dinyatakan
bahwa kinerja guru merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang guru dalam
melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama periode tertentu sesuai standar
kompetensi dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja seorang guru tidak dapat terlepas dari
kompetensi yang melekat dan harus dikuasai. Kompetensi guru merupakan bagian
penting yang dapat menentukan tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai seorang pengajaryang merupakan hasil kerja dan dapat
diperlihatkan melalui suatu kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif,
kecepatan dan komunikasi yang baik.
b. Peran dan tugas guru
Guru memegang peranan yang sangat strategis
terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik.
Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam
masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan
teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim.
Guru mempunyai tugas dalam proses belajar mengajar untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi peserta didik untuk
mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat segala sesuatu
yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik.
Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai
kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan
proses perkembangan peserta didik. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat
pada:
1) Mendidik
dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
2) Memberi
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3) Membantu
perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian
diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan
keseluruhan perkembangan kepribadian peserta didik ia harus mampu menciptakan
proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang peserta didik
muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.[41]
Begitu
pentingya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru
mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan
kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar, namun juga sebagai pembimbing, sebagai pengelola proses belajar mengajar. Sebagai orang
yang mengelola proses belajar mengajar tentunya harus mampu meningkatkan
kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran, pelaksanaan dan pengelolaan
pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar yang objektif, sekaligus
memberikan motivasi pada peserta didik dan juga membimbing peserta didik
terutama ketika peserta didik sedang mengalami kesulitan belajar. Salah
satu tugas yang dilaksanakan guru disekolah adalah memberikan pelayanan kepada peserta
didik agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah.
Guru mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik
sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru
merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru harus bertanggung
jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru
merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar dan karenya
guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang
disampaikan dengan kata lain guru harus menciptakan suatu konidisi belajar yang
sebagik-baiknya bagi poeserta didik, inilah yang tergolong kategori peran guru
sebagai pengajar. Disamping peran sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai
pembimbing artinya memberikan bantuan kepada setiap individu untuk mencapai
pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuan diri
secara maksimal terhadap sekolah.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Sehubungan
dengan perananya sebagai pembimbing, seorang guru harus :
1) Mengumpulkan
data tentang peserta didik.
2) Mengamati
tingkah laku peserta didik dalam situasi sehariu-hari.
3) Mengenal
para peserta didik yang memerlukan bantuan khusus.
4) Mengadakan
pertemuan atau hubungan dengan orang tua peserta didik, baik secara individu
maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan
anak.
5) Bekerjasama
dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan masalah peserta
didik.
6) Membuat
catatan pribadi peserta didik serta menyiapkannya dengan baik.
7) Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu.
8) Bekerjasama
dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah peserta
didik.
9) Menyusun
program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
10) Meneliti
kemajuan peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah.[42]
Peran guru
sebagai pengajar dan sebagai pembimbing
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan keduanya dilaksanakan secara
berkesinambungan dan sekaligus berinterpenetrasi dan merupakan keterpaduan
antara keduanya.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).[43]
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 kompetensi
guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial.
1)
Faktor Kemampuan
Secara psikologis,
kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (Knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ
diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai
kinerja yang diharapkan.
2)
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasional) kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai
tujuan organisasi.[44]
Seorang guru dituntut untuk meningkatkan kinerjanya
agar kualitas pendidikan dapat tercapai sesuai dengan tujuan. Peningkatan
kinerja mengajar guru dapat tercapai apabila ditunjang oleh kondisi sarana
prasarana yang sesuai. Kondisi sarana prasarana akan mempengaruhi guru dalam
bekerja sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
pula terhadap kinerja mengajar guru dan kondisi kerja yang memuaskan. Adapun
yang dimaksud dengan kondisi kerja menurut Nitisemito, yaitu “Segala sesuatu yang
ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”.[45]
Peran yang di jalani guru, perlu
mendapat perhatian lebih. Keberhasilan suatu lembaga di pengaruhi oleh berbagai
faktor salah satunya adalah motivasi yang merupakan faktor dominan dan dapat
menggerakkan faktor-faktor yang lain. Setiap pegawai mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda sehingga diperlukan perhatian khusus dari kepala sekolah agar
mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Motivasi yang
tinggi dan positif dalam bekerja, maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai
perhatian dan ikut serta dalam suatu tugas, bekerja lebih keras, memberikan
waktu kepada upaya tersebut dan terus belajar. Menurut Wahjosumidjo selain
faktor motivasi terdapat juga faktor intrinsik, dan faktor ekstrinsik:
a)
Faktor Intrinsik (Faktor Dari
Dalam)
Faktor
dari dalam yang melekat dari diri seseorang, seperti pembawaan (sifat
seseorang), tingkat pendidikan, pengalaman masa lampau, keinginan atau harapan
masa depan dan lain sebagainya. Setiap guru pada dasarnya memiliki berbagai
karakteristik yang menunjukkan adanya segala motivasi, yaitu (a) kemampuan
kerja seseorang, (b) semangat atau moral kerja, (c) rasa kebersamaan dalam
kelompok, (d) prestasi kerja dan produktivitas.
b)
Faktor Ekstrinsik (Faktor Dari Luar)
Faktor
ekstrinsik adalah segala sesuatu yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja
karena adanya rangsangan dari luar salah satunya lingkungan kerja..[46]
Lingkungan
kerja atau situasi kerja akan mampu menimbulkan berbagai rangsangan atau
dorongan dan persepsi guru terhadap tugas yang diembannya, harapan guru dalam
bekerja, seperti kecemasan dan ketegangan dalam bekerja. Sehingga dalam bekerja
setiap guru diharapkan dapat menyesuaikan diri terhadap pekerjaan dan teman
kerjanya serta mampu melakukan penyesuaian terhadap pihak pimpinan. Namun
disisi lain bahwa lingkungan kerja dapat menimbulkan tekanan psikologis
terhadap pegawai (guru). Tekanan psikologis ini dapat berupa rasa cemas,
perasaan tegang dalam bekerja, rasa khawatir, tersinggung, merasa dianaktirikan
atau tidak diperhatikan dan sebagainya, yang semua itu bila dibiarkan dapat
mengganggu pegawai (guru) dalam bekerja.
Dari beberapa pengaruh kinerja, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right
man in the right place,the right man on the right job) dan pegawai akan
mampu mencapai kinerjamaksimal jika memiliki motif berprestasi tinggi. Motif
berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri
sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang
ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika
situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih
mudah. Oleh karena itu, kembangkanlah motif berprestasi dalam diri dan
manfaatkan serta ciptakan situasi yang ada pada lingkungan kerja guna mencapai
kinerja maksimal.
d. Indikator
Kinerja Guru
“Salah satu
komponen yang sering dijadikan sasaran penyebab menurunnya mutu pendidikan
adalah kurikulum dan penguasaan kompetensi guru”.[47]
Kritikan yang cukup tajam terhadap kurikulum antara lain kurikulum terlalu
padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, memberatkan anak, merepotkan guru,
dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam unsur ini akan dilakukan inovasi melalui
penerapan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu kurikulum sebagai rujukan
pengalaman belajar yang diarahkan bagi tercapainya penguasaan kompetensi.
Kompetensi itu sendiri merupakan perwujudan dari ketrampilan hidup yang harus
dikuasai oleh peserta didik. Kegiatan pendidikan baik di sekolah maupun di luar
sekolah, guru memiliki posisi sentral dan strategis. Hal ini mengandung makna
bahwa upaya reformasi pendidikan hanya dapat terwujud apabila unsur guru yang
berada di sektor terdepan mendapat prioritas.
Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 kompetensi guru
meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial.
1) Kompetensi
kepribadian, bertindak
sesuai dengan norma agama, hokum, social dan kebudayaan nasional indonesia,
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan wibawa. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang
tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Menjunjung tinggi
kodeetik profesi guru.
2) Kompetensi
profesional, menguasai
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran
yang diampu, menguasai standar kompetensi dan kompentensi dasar mata pelajaran
yang diampu, mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif dan
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan
diri.
3) Kompetensi
pedagogik, menguasai
karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, social,
cultural, emosional, dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar dan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
untuk kepentingan pembelajaran.
4)
Kompetensi sosial, bersikap inklusif, bertindak
objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama,
ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status social ekonomi,
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.[48]
2. Manajemen Sarana Prasarana
a. Pengertian
Manajemen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manajemen
diartikan sebagai proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran.[49] Sumber daya tersebut meliputi manusia (men), bahan baku (ma-terials)
dan mesin (machines). Koordinasi
dimaksudkan agar tujuan organisasi bisa dicapai dengan efisien sehinggadapat
memenuhi harapan berbagai pihak (stake-holders)
yang mempunyai kepentingan terhadaporganisasi.[50]
Menurut
Nanang Fattah, manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi.[51]
Dikatakan sebagai ilmu, karena menurut Luther Gulick manajemen dipandang
sebagai suatu bidang pengetahuan yang sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat, karena menurut Follet
manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain
menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi
oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional
dituntut oleh suatu kode etik.[52]
Terdapat
empat fungsi pokok manajemen dalam prosesnya, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (directing)dan
pengawasan (controlling).[53]
Perencanaan
(planning) merupakan proses
memutuskan kegiatan apa, bagaimana melaksanakannya, kapan dan oleh siapa.[54]
Pengorganisasian (organizing)
merupakan proses penyusunan/kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan
bersama.[55]
Pengarahan (directing) merupakan
usaha-usaha untuk menggerakkan bawahan agar melaksanakan tugasnya dengan baik
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dalam pengarahan, manajer melakukan
motivasi, komunikasi dan menjalankan kepemimpinannya.[56] Pengawasan (controlling) merupakan kegiatan untuk menjamin program-program
yang telah berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan. Organisasi
harus senantiasa menjaga keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan. Hal ini
perlu diperhatikan karena pengawasan yang terlalu ketat dapat mengancam
kreativitas dan otonomi pegawai. [57]
Persepektif
persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif
dan efisien, maka maka sekolah menuntut keempat fungsi pokok manajemen tersebut
secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan dalam bidang-bidang kegiatan
pendidikan. Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan
secara keseluruhan.[58]
Dengan
demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang
jelas dan realitas, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengarahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas
kinerja dan pengawasan secara berkelanjutan.
b. Pengertian sarana dan prasarana
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,
bahan dan perabot secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.
Berkaitan dengan ini, prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkpan
dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di
sekolah.[59]
Penenkanan pada pengertian tersebut ialah berupa sifatnya, sarana bersifat
langsung dan prasarana bersifat tidak langsung dalam menunjang proses
pendidikan.[60]
Dengan begitu, sarana dan prasarana pendidikan dapat
diartikan sebagai segenap proses pengadaan dan pendayagunaan komponen-komponen
secara langsung maupun secara tidak langsung menunjang proses pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien.
c. Prinsip-Prinsip pengelolaan Sarana dan Prasarana
Untuk mendukung tercapainya tujuan
administrasi sarana prasarana sekolah maka ada prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan dalam mengelola sarana prasarana sekolah sebagai berikut.
1) Prinsip pencapaian tujuan
Administrasi
sarana prasarana sekolah dikatakan berhasil apabila fasilitas sekolah selalu
siap pakai.
2) Prinsip efisiensi
Pemakaian
semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga
dapat mengurangi pemborosan. Untuk itu, perlengkapan sekolah hendaknya
dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya.
3) Prinsip administratif
Semua
pengelola perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan
undang-undang, peraturan, intruksi dan pedoman yang telah diberlakukan oleh
pemerintah.
4) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Tugas
dan tanggung jawab semua anggota organisasi terhadap pengelolaan sarana dan
prasarana sekolah harus dideskripsikan dengan jelas.
5) Prinsip Kekohesifan
Manajemen sarana prasarana
sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak.
Untuk itu, antara satu dengan lainnya dalam organisasi harus bekerja dengan
baik.[61]
d. Proses
Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Proses-proses
yang dilakukan dalam upaya pengadaan dan pendayagunaan meliputi, perencanaan,
pengadaan, pengaturan, penggunaan dan penghapusan. Kelima proses tersebut dapat
dipadukan sehingga membentuk siklus manajemen sarana dan prasarana pendidikan.[62]
Proses
manajamen sarana dan prasarana diawali dengan perencanaan. Proses perencanaan dilakukan untuk mengetahui sarana
dan prasarana apa saja yang dibutuhkan di lembaga pendidikan. Proses berikutnya
adalah pengadaan, yaitu serangkaian
kegiatan menyediakan berbagai jenis sarana dan prasarana sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan. Proses selanjutnya adalah pengaturan. Dalam pengaturan terdapat kegiatan inventarisasi,
penyimpanan dan pemeliharaan. Kemudian selanjutnya adalah proses penggunaan,
yakni pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses
pendidikan. Dalam proses ini harus diperhatikan prinsip efektivitas dan
efisiensinya. Terakhir adalah proses penghapusan,
yakni kegiatan menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventarisasi.[63]
1)
Perencanaan
Sarana dan Prasarana Sekolah
Proses
perencanaan ini hendaknya melibatkan unsur-unsur penting di sekolah, seperti
kepala sekolah dan waklinya, dewan guru, kepala tata usaha dan bendahara serta
komite sekolah. Hal ini perlu dilakukan untuk membuka masukan dari berbagai
pihak dan meningkatkan tingkat kematangan dari sebuah rencana.
Hasil
suatu perencanaan akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan dan pengendalian,
bahkan penilaian untuk perbaikan selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan
sarana dan prasarana harus dilakukan dengan baik dan memerhatikan persyaratan
dari perencanaan yang baik. Dalam kegiatan perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan, ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, sebagai berikut.
a)
Perencanaan
harus jelas, mulai dari tujuan dan sasaran, jenis dan bentuk kegiatan yang
dilaksanakan, petugas pelaksana, bahan dan peralatan yang dibutuhkan, waktu dan
tempat.
b)
Berdasarkan
atas kesepakatan dan keputusan bersama
c)
Mengikuti
pedoman (standar) jenis, kuantitas dan kualitas dengan skala prioritas.
d)
Fleksibel
dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi dan kondisi.
e)
Dapat
didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun) dan jangka
panjang (10-15 tahun).[64]
2)
Pengadaan
Sarana dan Prasarana
Pengadaan
merupakan serangkaian kegiatan menyediakan berbagai jenis sarana dan prasarana
pendidikan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan. Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk kegiatan ini, yaitu dengan cara pembelian, produksi
sendiri, penerimaan hibah, penyewaan, peminjaman, pendaurulangan, penukaran dan
rekondisi atau rehabilitasi.[65]
Dalam
pengadaan sarana dan prasarana harus mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana. Pada umumnya, pengadaan sarana
dan prasarana pendidikan melewati prosedur berikut.
a)
Menganalisis
kebutuhan sarana dan prasarana beserta fungsinya.
b)
Mengklasififikasi
sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
c)
Menyusun
proposal pengadaan sarana dan prasarana. Poposal dari sekolah negeri ditujukan
kepada pemerintah melalui dinas terkait dan proposal dari sekolah swasta
ditujukan kepada yayasan.
d)
Menerima
peninjauan dari pihak yang dituju untuk menilai kelayakan lembaga pendidikan
memperoleh sarana dan prasarana.
e)
Setelah
ditinjau dan dikunjungi, lembaga pendidikan akan menerima kiriman sarana dan
prasrana yang diajukan.[66]
Berdasarkan
jenisnya, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan sebagai
berikut.
a)
Tanah, dalam pembelian tanah ada beberapa kegiatan
penting yang harus diperhatikan.
1)
Membentuk
panitia pembebasan tanah yang dari 7 intansi, yaitu Agraria, Pemda, Ipeda atau
Ireda, PU, camat, kepala desa dan Depdikbud.
2)
Honorarium
panitia maksimum ¼ % per orang atau 1 ½ % dari harga taksiran atau maksimum Rp
1.000.000.
3)
Penandatanganan
akta jual beli di depan Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
4)
Pembayaran
dilakukan lewat Kantor Pembendaharaan Negara (KPN)
5)
Menyelesaikan
sertifikat tanah di kantor Agraria sebagai bukti otentik kepemilikan tanah.[67]
b)
Bangunan, pengadaan bangunan bisa dilakukan dengan cara
membangun bangunan baru, membeli bangunan, menyewa bangunan, menerima hibah dan
menukar bangunan. Membangun bangunan baru meliputi.
1)
Mendirikan,
merenovasi, memperluas dan mengubah seluruh atau sebagian banguna gedung;
2)
Membuat
pagar, jalan, pengaspalan halaman, pemasangan pompa dan pengadaan listrik;
3)
Kegiatan
pengerjaan tanah yang meliputi pengurugan, perbaikan, penyelidikan dan perataan
tanah.[68]
c)
Perabot, perabot merupakan sarana pengisi ruangan. Misalnya
meja, kursi, lemari, rak, filling kabinet dan lain-lain. Dalam pengadaan
perabot sekolah , ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dari beberapa
segi yaitu.
1)
Antropometri,
artinya pengadaan perabot dengan memperhitungkan tinggi badan atau ukuran
penggal-penggal pemakai.
2)
Ergonomis,
maksudnya perabot yang akan diadakan tersebut memerhatikan segi kenyamanan,
kesehatan dan keamanan pemakai.
3)
Estetis,
yaitu perabot tersebut hendaknya menyenangkan untuk dipakai.
4)
Ekonomis,
perabot bukan hanya berkaitan dengan harga, melainkan merupakan transformasi
wujud efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan pendayagunaan.[69]
d)
Buku,
pengadaan buku dapat dilakukan dengan cara membeli, menerbitkan sendiri,
menerima hibah dan menukarnya. Buku-buku di sekolah ada banyak macamnya,
seperti buku teks utama, buku pelengkap, buku bacaan non fiksi dan buku bacaan
fiksi.[70]
e)
Alat,
pengadaan alat-alat sekolah dapat dilakukan dengan cara membeli, membuat
sendiri dan menerima bantuan. Alat-alat yang dibutuhkan di sekolah berupa alat
kantor dan alat pendidikan. Alat kantor ialah alat-alat yang biasanya digunakan
di kantor, misalnya komputer, alat hitung, alat penyimpanan uang, alat
pendeteksi uang palsu dan alat pembersih.
Sementara alat pendidikan ialah
alat-alat yang biasa diguanakan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya alat
peraga, alat praktik, alat kesenian dan alat olahraga.
3)
Pengaturan
Sarana dan Prasarana
Setelah
proses pengadaan dilakukan maka proses manajemen sarana dan prasarana
selanjutnya ialah proses pengaturan sarana dan prasarana. Ada tiga kegiatan
yang dilakukan dalam proses ini, yaitu inventarisasi, penyimpanan dan
pemeliharaan.
a.
Inventarisasi,
inventarisasi merupakan kegiatan mencatat dan menyusun sarana dan prasarana
yang ada secara teratur, tertib dan lengkap berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Sarana dan prasarana yang berasal dari pemerintah
wajib diadakan inventarisasi sesuai dengan formst-format yang telah ditentukan.
Kepala sekolah yang bertanggung jawab atas kegiatan inventarisasi.[71]
Inventarisasi
dilakukan untuk usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif
terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Selain itu
inventarisasi juga dilakukan untuk menertibakn administrasi sarana dan
prasarana di sekolah, menghemat keuangan sekolah, sebagi pedoman untuk
menghitung kekayaan suatu sekolah dan memudahkan pengawasan dan pengendalian
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan.[72] Dalam
kegiatan inventarisasi, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh pengelola
sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut:
1)
Mencatat
semua barang inventarisasi di dalam buku “Buku Induk Barang Inventaris“ dan
buku pembantu “Buku Golongan Barang Inventaris“. Buku induk barang inventaris
adalah buku tempat mencatat semua barang inventarisasi milik Negara dalam
lingkungan sekolah menurut urutan tanggal penerimaannya. Sedangkan buku
golongan barang inventrasis adalah buku pembantu tempat mencatat barang
inventarisasi menurut golongan barang yang ditentukan.
2)
Mencatat
semua barang non inventarisasi dalam “Buku Catatan Barang non-Inventaris”. Buku
catatan non-inventaris adalah buku tempat mencatat semua barang habis pakai,
seperti kapur atau spidol, pensil, penghapus, papan tulis dan lain-lain.
3)
Memberikan
koding (coding) pada barang-barang
yang diinventarisasikan.
4)
Membuat
laporan triwulan tentang mutasi barang, yaitu laporan tentang bertambah atau
berkurangnya barang selama triwulan yang bersangkutan.
5)
Membuat
daftar isian inventaris menurut golongan barangnya.
6)
Membuat
daftar rekapitulasi barang inventaris per tahun.
b.
Penyimpanan,
penyimpanan adalah kegiatan menyimpan saran dan prasarana pendidikan di suatu
tempat agar kualitas dan kuantitas barangnya terjamin. Kegiatan menyimpan
barang meliputi, menerima barang, menyimpan barang dan mengeluarkan atau
mendistribusikan barang. Dalam kegiatan ini diperlukan sebagai tempat
penyimpanan barang-barang. Untuk mempersiapkan gudang perlu diperhatikan
beberaa faktor pendukungnya, seperti denah gudang, sarana pendukung gudang dan
keamanan.[73]
Tata letak
gudang perlu diperhatikan untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan dan
pengeluaran barang. Sarana pendukung pergudangan meliputi bangunan
gedung, listrik, alat angkutan, alat dokumentasi administrasi dan peralatan.
Faktor
pendukung selanjutnya adalah keamanan gudang. Secara historis gudang harus aman
dari bencana dan pencurian. Bahan-bahan yang terdapat di dalam gudang harus
ditata agar tidak terjadi penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar. Sebagai
antisipasinya perlu dipasang alarm dan alat-alat pemadam kebakaran. Sementara
itu agar aman dari jangkauan pencuri, maka perlu dipagar keliling dan dipasang
alat pemantau keamanan seperti cctv.
c.
Pemeliharaan,
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan untuk melaksanakan
pengurusan, penjagaan dan pengaturan agar semua saran dan prasarana selalu
dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil
guna dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam kegiatan pemeliharaan, terdapat
beberapa macam pekerjaan, yaitu perawatan rutin, perawatan darurat dan
perawatan prepentif. Perawatan rutin bias dilakukan harian, mingguan, bulanan,
triwulan bahkan tahunan. Perawatan darurat ialah perawatan yang tidak terduga
sebelumnya karena ada kerusakan atau tanda bahaya. Sedangkan perawatan
prepentif adalah perawatan yang dilakukan pada selang waktu tertentu dengan
beberapa kriteria yang ditentukan sebelumnya. Tujuannya untuk mencegah
kemungkinan sarana dan prasarana tidak dapat berfungsi pada saat digunakan.
Faktor-faktor
penyebab kerusakan pada bangunan, perabot dan perlengkapan sekolah adalah
sebagai berikut.[74]
1)
Kerusakan
yang disebabkan pemakaian dan pengrusakan, baik yang disengaja maupun yang
tidak disengaja oleh pemakai.
2)
Pengaruh udara, cuaca maupun keadaan lingkungan.
3)
Keusangan
(out of date).
4)
Kerusakan
karena kecelakaan atau bencana yang disebabkan kecerobohan dalam perencanaan,
pemeliharaan, pelaksanaan maupun penggunaan yang salah.
5)
Kerusakan
karena timbuknya bencana alam.
d.
Penggunaan
sarana dan prasarana, penggunaan dapat dikatakan
kegiatan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses
pendidikan demi mencapai tujuan pendidikan. Ada dua prinsip yang harus
diperhatikan dalam pemakaian perlengkapan pendidikan, yaitu prinsip efektivitas
dan prinsip efisiensi. Prinsip efektifitas berarti semua pemakaian perlengkapan
pendidikan di sekolah harus ditujukan semata-mata untuk memperlancar pencapaian
tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sementara prinsip efisiensi berarti pemakaian semua perlengkapan pendidikan
secara hemat dan hati-hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah
habis, rusak atau hilang. Penggunaan sarana dan prasaran di sekolah merupakan
tanggung jawab kepala sekolah. Namun kepala sekolah dapat melimpahkannya kepada
wakil kepala sekolah yang khusus untuk menangani sarana dan prasarana di
sekolah, biasa disebut dengan Wakasek Bidang Sarana dan Prasarana. Apabila
kondisi sekolah tidak memungkinkan untuk mengangkatnya maka sebaiknya menunjuk petugas
tertentu yang dapat menangani masalah tersebut. Untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kesemrawutan dalam penggunaan sarana dan prasarana pendidikan maka
buatlah penyusunan jadwal penggunaan sarana dan prasarana di sekolah.
e.
Penghapusan
sarana dan prasarana, merupakan kegiatan pembebasan
sarana dan prasarana dari pertanggung jawaban yang berlaku dengan alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan. Secara operasional, penghapusan sarana dan prasarana adalah kegiatan yang bertujuan
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar
inventaris karena sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan
untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.[75] Penghapusan
sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tujuan penghapusan sarana dan prasana ini sebagai berikut:
1)
Mencegah
atau membatasi kerugian atau pemborosan biaya pemeliharaan sarana dan
prasarana.
2)
Meringankan
beban kerja pelaksanaan inventaris.
3)
Membebaskan
ruangan dari penumpukan barang-barang yang sudah tidak dipergunakan lagi.
4)
Membebaskan
barang dari tanggung jawab pengurusan kerja.[76]
Barang-barang
yang dapat dihapuskan dari daftar inventarisasi harus memenuhi salah satu atau
lebih dari syarat-syarat di bawah ini.
1)
Sudah
dalam keadaan rusak berat dan tidak akan mungkin dapat dipergunakan lagi.
2)
Perbaikan
akan menelan biaya yang sangat besar sehingga merupaka pemborosan uang Negara.
3)
Secara
teknis dan ekonomis kegunaan tidak seimbang dengan biaya pemeliharaan.
4)
Tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini.
5)
Ada
penurunan efektivitas kerja
6)
Dicuri,
dibakar, diselewengkan, musnah akibat bencana alam dan lain sebagainya.
Secara
umum penghapusan dapat dilakukan dengan cara lelang dan pemusnahan.[77]
BAB
V
PENUTUP
Berdasarkan hasil
penelitian sebagaimana telah
diuraikan dalam kesimpulan diatas,
maka selanjutnya penyusun
akan menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Guru hendaknya lebih meningkatkan kinerjanya dengan pendukung sarana prasarana yang ada
sehingga dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif dan efisien..
2. Sarana prasarana lebih dilengkapi untuk lebih mendukung dan meningkatkan sehingga memberi
pengaruh yang cukup baik terhadap kinerja guru dalam terciptanya kondisi proses
pembelajaran yang baik.
A.
Rekomendasi
1.
Kepada kepala sekolah, kinerja guru
harus menjadi perhatian kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah karena tinggi
rendahnya kinerja guru dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan sekolah secara
keseluruhan. Sejalan dengan itu kinerja guru dapat meningkat melalui pendukung
sarana prasarana pembelajaran.
2.
Kepada guru-guru supaya bisa
menciptakan kondisi pembelajaran dan iklim kerja yang kondusif memaksimalkan sarana
pendukung yang ada, dan tidak menjadi hambatan ketika sarana yang dibutuhkan
belum tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta, 2006).
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998).
Bafadal, Ibrahim,
Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003).
Bahtiar,
Tata, Penelitian Kuantitatif, (Bandung, 2005).
Barnawi & M. Arifin, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah. (Yogyakarta: Ruzz Media, 2012).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya:, Duta Ilmu, 2009).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988).
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional Tahun 2007, Manajamen
Sarana Dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis
Sekolah, (Jakarta, 2007).
Djamarah, Syaiful
Bahri, Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000).
Fatah, Nanang,
Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000).
Hamalik.
Oemar, Psikologi Belajar dan Mengajar.
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1992).
Hendrawan,
et.al., Manajemen Kinerja untuk Menciptakan Keunggulan bersaing,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006).
HR. Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abdullah bin
Mas’ud.
http://www.sekolahdasar.net/2010/07/administrasi-sarana-dan-prasarana.html
Isjoni,
Guru sebagai Motivator Perubahan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009).
Komariah,
Aan et. Al, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efaktif, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004).
Mangkunegara, A.A Anwar
Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2009).
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008).
Mangkunegara,
A.A Anwar Prabu, Perencanaan dan Pengembangan
Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Bandung: Refika
Aditama, 2006).
Maslow, H.A.
Motivasi dan Kepribadian, (Jakarta: Pustaka
Binaman Persindo, 1988).
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2009).
Nawawy,
Hadari, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Haji Masagung,1989).
Nawawy, Hadari, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Toko
Gunung Agung,1995).
Nitisemito,
Alek S,.Manajemen Personalia, (Edisi
kedua, Ghalia Indonesia,2008).
Nurdin,
Syafruddin, Guru Profesional dan
Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003).
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional
Permendiknas
nomor 16 tahun 2007.tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga, 2007).
Rosidah
dan Sulistiyani, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Grafindo
Persaada 2003).
Sagala,
Syaful., Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfaabeta, 2000).
Slameto. Belajar Dan Factor-faktor Yang
Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka cipta, 1995).
Soetjipto dan Kosasi, Raflis, Profesi
Keguruan, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2004).
Sudjana,
Nana, Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung: Sinar Baru, 1990).
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta 2001).
Sugiyono,
Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Sugiyono, Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan
R&D. (Bandung: Alfabeta. 2008).
Tarmudji,
Tarsis, Komunikasi Dunia Usaha, (Yogyakarta:
Liberty, 1992).
Undang
– Undang Sistim pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Ustman,
Husaini, Manajemen, Teori,
Praktik Dan Reset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009).
Wahjosumidjo,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi, (Jakarta: Ghalia. 1993).
Zainal, Veitzhzal Rivai dan Bahar, Fauzi, Islamic Education Management Dari Teori Ke
Praktik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).
[1]
Veitzhzal Rivai Zainal dan Fauzi Bahar, Islamic
Education Management Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013, Cet.1); hlm.1.
[2] Undang – Undang
Sistim pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 3.
[3] Syaful Sagala, Administrasi
Pendidikan Kontemporer, (Bandung:
Alfabeta, 2000); hlm. 210.
[4] Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007, Manajamen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah, (Jakarta, 2007); hlm. 1.
[6] Aan
Komariah, Aan et. Al, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efaktif, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2004); hlm. 56.
[8] Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2007, Manajamen Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Persekolahan Berbasis Sekolah, (Jakarta,2007); hlm. 6.
[11] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm.49.
[12]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Surabaya:, Duta Ilmu, 2009); hlm. 417.
[15] Baca
lebih lanjut dalam http://www.sekolahdasar.net/2010/07/administrasi-sarana-dan-prasarana.html#ixzz3EajmTynX.
[17] Nana
Sudjana, Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung: Sinar Baru, 1990);
hlm.23
[18]
Hadari Nawawy, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Haji
Masagung,1989); hlm.116
[20] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm. 87.
[24]Aan
Komariah, et. al. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif., (Jakarta: Bumi Aksara, 2004); hlm. 56.
[25]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Surabaya:, Duta Ilmu, 2009); hlm. 417.
[26] HR. Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abdullah bin
Mas’ud.
[27] Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2007, Manajamen Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Persekolahan Berbasis Sekolah, (Jakarta,2007); hlm. 6.
[29] Ibid, hlm.
31
[30] Barnawi & M. Arifin, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah. (Yogyakarta: Ruzz Media, 2012); hlm. 48.
[33] Anwar Prabu
Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan, (Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 2008); hlm. 67.
[34]
Hendrawan, et.al., Manajemen Kinerja untuk Menciptakan Keunggulan bersaing,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006); hlm. 12.
[35] Rosidah dan
Sulistiyani, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Grafindo Persaada
2003): hlm. 223
[36]
Husaini Ustman, Manajemen, Teori,
Praktik Dan Reset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009); hlm. 224.
[37] Syaiful
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000); hlm. 1.
[38] Syafruddin
Nurdin, Guru Profesional dan
Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003); hlm. 8.
[39] Nana
Sudjana, Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung:Sinar Baru, 1990);
hlm. 23.
[40]
Hadari Nawawy, Administrasi Pendidikan, (Jakarta:
Haji Masagung,1989); hlm.116.
[41] Slameto. Belajar Dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka cipta, 1995); hlm. 97.
[43] A.A Anwar
Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan
Pengembangan Manajemen Sumber Daya
Manusia,
(Bandung: Refika Aditama, 2006); hlm. 13
[44] A.A Anwar
Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2009); hlm. 61.
[46]
Wahjosumidjo, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi, (Jakarta:
Ghalia. 1993); hlm,.193.
[52] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm.15.
[55] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Toko
Gunung Agung, 1995 cet.12) hlm.27.
[59] Ibrahim
Bafadal, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003); hlm. 2
[61] Baca lebih lanjut
dalam
http://www.sekolahdasar.net/2010/07/administrasi-sarana-dan-prasarana.html.
[62] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm. 48.
[63] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm.49.
[64] Direktorat
Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Manajamen Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Persekolahan Berbasis Sekolah , (Jakarta: 2007); hlm. 8-9.
[65] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm.60.
[67] Barnawi dan M.Arifin Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm. 63-64
[68] Ibid hlm. 64.
[69] Direktorat Tenaga Kependidikan
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Manajamen
Sarana Dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah, (Jakarta: 2007); hlm. 21.
[70] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm..66.
[72] Direktorat Tenaga Kependidikan
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional , Manajamen
Sarana Dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah , (Jakarta, 2007); hlm.
41-42.
[73] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012); hlm.73.
[74] Barnawi dan M.
Arifin, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012) hlm.76.
[76]
Direktorat
Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional , Manajamen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah , (Jakarta, 2007); hlm.52-53
[77] Barnawi dan M.Arifin,
Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012) hlm.80
0 Komentar